Koleksi benda sejarah di koelnisches Stadtmuseum
Kaki saya kemudian diajak melangkah lebih jauh untuk menikmati keindahan kota tua Cologne. Kota terbesar keempat di Jerman itu juga memiliki sebuah museum yang menyimpan berbagai benda sejarah dan koleksi penting dari kota tersebut. Saat sedang asyik melihat-lihat, sosok oranye dengan gaya super nyentrik itu menarik saya untuk memandanginya lama-lama. Pria ganteng itu bernama Ford Taunus 17 M, 1960-1964.
[caption id="attachment_289972" align="alignleft" width="300" caption="Si ganteng Ford Taunus 17 M"]
Pada tahun 1960, Ford-Werke GmbH (Ford Jerman) memperkenalkan Ford Taunus 17 M. Ini adalah desain ketiga yang dirancang oleh Ford Jerman yang rencananya saat itu akan diluncurkan setelah perang. Untuk itu, proyek ini pun kemudian dikenal sebagai Ford Project 3 (P3) atau Ford Taunus P3. Menariknya, desain mobil ini dulu sempat dijuluki Badewanne (atau bak mandi) oleh pers.
Eksotika Sunga Rhein
Perjalanan saya selanjutnya kembali ke titik awal keberangkatan, yakni Katedral Cologne. Dari situ, saya dan rombongan diajak Peter untuk menikmati panorama di pinggiran Sungai Rhein. Sebagian besar turis terlihat asyik berjemur dan menikmati guyuran sinar matahari yang agak malu-malu pagi itu. Sementara itu, kafe-kafe kecil yang menjamur di pinggiran Rhein sudah siap menghidangkan berbagai menu lezat bagi para pelancong yang kelaparan dan ingin melepas dahaga.
Peter kemudian mengenalkan pada kami sebuah minuman khas Cologne yang disebut Koelsch. Kali ini, saya hanya bisa mendengarkan penjelasannya tentang keistimewaan minuman tradisional tersebut tanpa bisa mencicipinya. Koelsch adalah bir lokal yang populer di Cologne, Jerman. Bir ini memiliki warna kuning cerah dan memiliki rasa yang tidak terlalu pahit. Beberapa teman non-Muslim yang berkesempatan mencicipi Koelsch, juga menggambarkan dekripsi yang sama seperti yang dikatakan Peter barusan.
Inilah sekelumit catatan perjalanan saya di kota tua Cologne, Jerman. Ada dua tempat lagi yang ingin saya kunjungi setelah Cologne, yakni Suriname dan Chiang Mai. Keinginan saya mengunjungi Suriname dikarenakan adanya hubungan sejarah yang erat antara Indonesia, khususnya masyarakat Jawa, dengan negara tersebut. Sementara itu, Chiang Mai adalah kota budaya di Thailand yang menyimpan berbagai keindahan eksotis yang patut untuk dikunjungi.
Semoga mimpi saya ini bisa diwujudkan oleh SilkAir, maskapai penerbangan Singapura yang sudah tak diragukan lagi pelayanannya. Anak perusahaan dari Singapore Airlines ini juga menawarkan rute ke tujuan-tujuan eksotis di Asia Tenggara, India dan Republik Rakyat China. Rute SilkAir dapat dilihat di sini! :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H