Mohon tunggu...
Destin novitasari
Destin novitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Keamanan Maritim Universitas Pertahanan RI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pertarungan di Samudera: Kedaulatan Indonesia dalam Genggaman Konflik Laut China Selatan Selatan

2 Mei 2024   19:30 Diperbarui: 2 Mei 2024   20:13 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik Laut Cina Selatan melibatkan sengketa wilayah atas pulau-pulau seperti kepulauan Spratly, Paracel, dan Pratas, dengan klaim dari beberapa negara yang saling tumpang tindih, sehingga menimbulkan ketegangan dan potensi konflik. Negara-negara di kawasan ini berupaya memperluas wilayah lautnya karena alasan ekonomi dan keamanan, sehingga menimbulkan gesekan atas sumber daya alam. Upaya telah dilakukan untuk bernegosiasi dan menandatangani perjanjian seperti Deklarasi Perilaku dan Kode Etik untuk mengelola konflik secara damai dan menghindari eskalasi militer(A. & Rio, 2021). Konflik Laut Cina Selatan mengacu pada sengketa wilayah dan persaingan klaim atas berbagai pulau, terumbu karang, dan perairan di wilayah Laut Cina Selatan. Masalah yang kompleks dan sudah berlangsung lama ini melibatkan banyak negara, termasuk Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan, semuanya bersaing untuk mendapatkan kendali dan kedaulatan atas berbagai wilayah laut. Konflik tersebut telah menjadi sumber ketegangan dan ketidakstabilan di kawasan, dan berpotensi meningkat menjadi konflik yang lebih besar dengan implikasi geopolitik yang serius.

Konsep kedaulatan di Asia Tenggara, khususnya di ASEAN, merupakan isu yang kompleks dan terus berkembang. Kedaulatan tradisional negara Westphalia merupakan ciri penting di ASEAN, namun hal ini bukan satu-satunya karakteristik kedaulatan di kawasan. Negara-negara anggota ASEAN telah mengembangkan integrasi ekonomi dan kerja sama fungsional di berbagai sektor, yang menunjukkan perpaduan prinsip kedaulatan Westphalia dan antar pemerintah. Kedaulatan pasca-Westphalia belum diartikulasikan dengan jelas di Asia Tenggara, dan banyak yang menolaknya. Gagasan mengenai kedaulatan di kawasan ini mempunyai interpretasi dan tantangan yang berbeda-beda, dengan pandangan yang berbeda-beda mengenai bagaimana negara harus berperilaku sesuai dengan kedaulatan negara dan identitas kolektif (Soesilowati, 2010).

Konsep kedaulatan di ASEAN bersifat kompleks dan beragam, tidak hanya mencakup prinsip-prinsip tradisional Westphalia tetapi juga elemen integrasi ekonomi dan kerja sama fungsional. Meskipun beberapa pihak mungkin menolak gagasan kedaulatan pasca-Westphalia di Asia Tenggara, beragam interpretasi dan tantangan di kawasan ini menyoroti perlunya pemahaman yang berbeda tentang bagaimana negara harus mengarahkan kedaulatan mereka dalam konteks identitas kolektif. Makalah ini akan mengeksplorasi konsep kedaulatan yang berkembang di ASEAN dan implikasinya terhadap tata kelola dan kerja sama regional.

Tiongkok, Vietnam, Filipina, dan negara-negara lain di kawasan ini mempunyai klaim teritorial di Laut Cina Selatan. Vietnam dan Filipina telah melakukan lindung nilai terhadap Tiongkok dengan membangun kemampuan militer, menjalin aliansi dengan negara lain, terlibat dalam perdagangan dengan Tiongkok, dan mengembangkan hubungan diplomatik. Filipina telah mengajukan kasus terhadap Tiongkok di Pengadilan Internasional, namun Tiongkok menolak keputusan tersebut. Berbagai negara mempunyai klaim teritorial yang tumpang tindih di wilayah tersebut, sehingga menimbulkan ketegangan dan perselisihan(Muhammad & Muhammad, 2021). khususnya dengan Tiongkok yang menegaskan dominasinya melalui pembangunan pulau-pulau buatan dan pangkalan militer di perairan yang disengketakan. Amerika Serikat juga terlibat dalam konflik tersebut, melakukan operasi kebebasan navigasi untuk menantang klaim Tiongkok dan mendukung sekutunya di wilayah tersebut. Secara keseluruhan, situasi di Laut Cina Selatan masih kompleks dan bergejolak, dengan potensi eskalasi lebih lanjut jika upaya diplomasi gagal menyelesaikan perselisihan tersebut.

Konflik Laut Cina Selatan merupakan permasalahan kompleks dan berkepanjangan yang mempunyai implikasi signifikan terhadap stabilitas dan keamanan kawasan. Perairan yang disengketakan ini diklaim oleh banyak negara, termasuk Tiongkok, Vietnam, Filipina, dan negara lain, yang masing-masing menyatakan hak dan kepentingan teritorialnya sendiri. Ketegangan meningkat dalam beberapa tahun terakhir ketika negara-negara ini bersaing untuk menguasai sumber daya alam yang kaya dan jalur maritim strategis di wilayah tersebut. Klaim yang tumpang tindih dan persaingan kepentingan telah menyebabkan konfrontasi, perselisihan diplomatik, dan kekhawatiran mengenai potensi konflik militer di wilayah tersebut. Memahami latar belakang dan dinamika konflik Laut Cina Selatan sangat penting untuk menganalisis implikasi yang lebih luas terhadap tata kelola ASEAN dan regional.

- Keterlibatan kekuatan internasional seperti Amerika dan Jepang

telah semakin memperumit situasi di Laut Cina Selatan. Kedua negara mempunyai kepentingan strategis di kawasan ini dan sangat vokal dalam mendukung negara-negara seperti Vietnam dan Filipina dalam perselisihan mereka dengan Tiongkok. AS, khususnya, telah melakukan operasi kebebasan navigasi di wilayah tersebut untuk menentang klaim Tiongkok dan menegaskan komitmennya dalam menegakkan hukum internasional. AS telah meningkatkan kehadirannya di Laut Cina Selatan untuk menantang klaim Tiongkok, dengan melakukan operasi kebebasan navigasi ( Beatty, dan). Jepang telah meningkatkan kehadirannya di kawasan ini melalui latihan militer bersama dan kemitraan keamanan dengan negara-negara ASEAN, yang bertujuan untuk melawan kebangkitan Tiongkok dan mempertahankan kerja sama aliansi AS-Jepang (Hughes, 2009). Keterlibatan kekuatan-kekuatan internasional ini menambah kerumitan pada situasi yang sudah bergejolak di Laut Cina Selatan. Keterlibatan kekuatan-kekuatan internasional ini menambah kompleksitas situasi di Laut Cina Selatan yang sudah bergejolak, sehingga semakin meningkatkan ketegangan di kawasan. Meskipun ada upaya untuk menantang klaim Tiongkok dan menjaga stabilitas di Laut Cina Selatan, keterlibatan kekuatan internasional seperti Jepang dan Amerika Serikat hanya meningkatkan ketegangan di kawasan. Dengan diperkuatnya latihan militer dan kemitraan keamanan, situasi di Laut Cina Selatan masih bergejolak dan tidak dapat diprediksi. Perebutan kekuasaan yang sedang berlangsung untuk menguasai jalur perairan strategis ini terus menjadi sumber kekhawatiran bagi negara-negara di kawasan Asia-Pasifik

- Implikasi konflik terhadap stabilitas regional

mencakup potensi gangguan ekonomi, peningkatan militerisasi, dan risiko kesalahan perhitungan yang mengarah pada konflik bersenjata. Sengketa Laut Cina Selatan tidak hanya berpotensi mengganggu kestabilan kawasan, namun juga mempunyai dampak besar terhadap perdagangan dan keamanan global. Ketika negara-negara yang bersaing terus menegaskan dominasi mereka di wilayah tersebut, risiko konflik berskala lebih besar semakin besar, sehingga resolusi diplomatik semakin sulit untuk dicapai. Komunitas internasional harus tetap waspada dan terlibat dalam mencari resolusi damai untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dan menjaga stabilitas di kawasan. Misalnya, pembangunan pulau buatan dan instalasi militer yang dilakukan Tiongkok di Laut Cina Selatan telah meningkatkan ketegangan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Filipina, yang menyebabkan peningkatan kehadiran militer dan potensi konfrontasi. Tindakan-tindakan ini juga telah memicu kekhawatiran di antara negara-negara besar seperti Amerika Serikat, sehingga semakin mempersulit upaya untuk menemukan penyelesaian damai atas perselisihan tersebut.

Negosiasi dan dialog diplomatik sangat penting untuk mencegah konflik yang dapat berdampak luas. Negosiasi multilateral melibatkan banyak pihak dan permasalahan, sehingga memerlukan pendekatan yang berbeda dari negosiasi bilateral. Fase pranegosiasi sangat penting dalam menetapkan tahapan negosiasi formal (Chasek, nd). Jika terjadi perselisihan, para pihak dapat mencari penyelesaian melalui negosiasi atau arbitrase (Chasek, nd). Negosiasi multilateral merupakan proses kompleks yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua peserta (Touval, 1989). . Selain itu, komunitas internasional harus terus menjunjung tinggi hukum dan perjanjian internasional untuk memastikan penyelesaian sengketa wilayah secara damai dan adil. Dengan bekerja sama untuk menemukan titik temu dan menghormati kedaulatan satu sama lain, kita dapat mencegah eskalasi lebih lanjut dan menjaga stabilitas di kawasan demi kepentingan semua negara yang terlibat.

Sikap Indonesia terhadap konflik Laut Cina Selatan

- Penegasan hak maritim di Laut Natuna

Indonesia mempunyai hak berdaulat di zona ekonomi eksklusif, termasuk Laut Natuna, sebagaimana dituangkan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) III tahun 1982. Hak-hak ini diakui oleh hukum internasional, dan Indonesia mempunyai undang-undang yang mengaturnya. melindungi zona ekonomi eksklusifnya (Zainul et al., 2021). Negara ini menghadapi tantangan dari klaim luas Tiongkok di Laut Cina Selatan, namun Indonesia tetap teguh mempertahankan kedaulatannya dan menegaskan haknya atas Laut Natuna. Indonesia juga menekankan pentingnya penegakan hukum internasional dan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dalam menyelesaikan sengketa maritim. Sebagai pemain kunci di kawasan ini, Indonesia memainkan peran penting dalam mendorong perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan dan mendukung tatanan berbasis aturan di kawasan. Dengan menjunjung tinggi hukum internasional dan mendukung tatanan berbasis aturan, Indonesia memberikan contoh positif bagi negara-negara lain di kawasan. Komitmen Tiongkok terhadap keamanan dan kerja sama maritim membantu mencegah meningkatnya ketegangan dan berkontribusi terhadap stabilitas Laut Cina Selatan secara keseluruhan. Komitmen kuat Indonesia dalam memanfaatkan potensi maritim untuk mencapai kepentingan nasional dalam Visi Indonesia Emas 2045 melalui konsep poros maritim dunia terlihat dari strategi diplomasi maritim yang komprehensif. Dengan berfokus pada upaya keamanan, ekonomi, dan diplomasi, Indonesia bertujuan untuk memperkuat posisinya sebagai kekuatan maritim global, yang berdampak pada dinamika regional dan global

- Upaya diplomasi untuk menyelesaikan konflik secara damai

termasuk terlibat dalam dialog multilateral dengan negara-negara lain di kawasan, seperti Tiongkok, Filipina, dan Vietnam, untuk mengatasi sengketa wilayah dan meningkatkan kerja sama. Dengan berpartisipasi aktif dalam platform seperti Forum Regional ASEAN dan KTT Asia Timur, Indonesia dapat menyuarakan keprihatinannya, membangun kepercayaan, dan berupaya menemukan solusi yang saling menguntungkan. Melalui upaya diplomasi tersebut, Indonesia mampu memainkan peran penting dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan.

- Kesiapan militer untuk mempertahankan perairan Indonesia

juga penting dalam menjamin perlindungan kedaulatan nasional. Indonesia telah berupaya meningkatkan kemampuan angkatan lautnya dan melakukan latihan militer bersama dengan sekutu seperti AS dan Australia untuk memperkuat postur pertahanannya. Upaya tersebut bertujuan untuk mencegah potensi ancaman terhadap wilayahnya (Taylor, 2011). Namun, meningkatnya kehadiran militer Tiongkok di kawasan Laut Cina Selatan menimbulkan tantangan yang menimbulkan kekhawatiran akan potensi konflik di kawasan tersebut (Joni & Wayan, 2022). Kombinasi upaya diplomasi dan kesiapan militer ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam menjaga kepentingannya dan mendorong perdamaian di kawasan. Pada akhirnya, pendekatan seimbang yang menggabungkan diplomasi dan pertahanan akan sangat penting dalam menjaga stabilitas di Laut Cina Selatan.  Indonesia telah memperdalam hubungan pertahanannya dengan AS, termasuk pembelian helikopter Apache dan jet tempur F-16, namun insiden baru-baru ini menimbulkan kekhawatiran mengenai sistem akuisisi dan kualitas peralatan yang diperoleh (John, 2015) . AS telah terlibat dalam penjualan peralatan militer ke Indonesia, namun terdapat tantangan terkait transfer teknologi dan desakan Indonesia untuk menyertakan peralatan tersebut dalam pembelian peralatan militer internasional (John, 2015). Upaya negara ini untuk mencegah potensi ancaman mencerminkan dedikasinya dalam melindungi wilayahnya dan memastikan stabilitas di Laut Cina Selatan. Dengan menerapkan pendekatan seimbang yang menggabungkan diplomasi dan pertahanan, Indonesia bertujuan untuk menavigasi lanskap geopolitik yang kompleks di kawasan sekaligus mendorong perdamaian dan keamanan bagi semua pihak yang terlibat

Tantangan terhadap kedaulatan Indonesia di Laut Cina Selatan

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi tantangan terhadap kedaulatannya di Laut Cina Selatan akibat klaim wilayah yang tumpang tindih oleh negara lain di kawasan. Terlepas dari tantangan-tantangan ini, Indonesia tetap teguh mempertahankan wilayah dan hak maritimnya. Melalui negosiasi diplomatik dan pencegahan militer, Indonesia berupaya menegaskan kedaulatannya dan menjaga stabilitas di kawasan. Ketika ketegangan terus meningkat di Laut Cina Selatan, Indonesia tetap berkomitmen untuk menegakkan hukum internasional dan mendorong penyelesaian damai terhadap sengketa wilayah.

- Meningkatnya serangan Tiongkok ke perairan Indonesia

Indonesia telah meningkatkan kehadiran angkatan lautnya dan melakukan patroli bersama dengan Malaysia dan Filipina di Laut Sulu untuk melindungi kedaulatannya (Jonny et al., 2024). Indonesia telah terlibat dalam upaya diplomatik untuk memperkuat aliansi dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk membentuk front persatuan melawan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Jepang, India, dan Tiongkok. Negara-negara besar ini telah meningkatkan kepentingan kebijakan mereka di Asia Tenggara karena kawasan ini merasakan pengaruh strategis yang semakin besar, khususnya posisi sentral Indonesia. Persaingan antara negara-negara besar untuk mendapatkan hubungan yang lebih erat dan pengaruh yang lebih besar dengan negara-negara regional telah menghasilkan berbagai perjanjian perdagangan dan kemitraan. Namun, ada juga peningkatan kerja sama kebijakan di antara negara-negara besar dan negara-negara Asia Tenggara, seperti yang terlihat dalam latihan bantuan bencana di bawah Forum Regional ASEAN. Kepentingan negara-negara besar di Asia Tenggara telah memperkuat ASEAN dan membantu negara-negara Asia Tenggara dalam meningkatkan keamanan, akses pasar, dan pengaruh diplomatik mereka (Cook, 2014). Meningkatnya perhatian ini juga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi perebutan kekuasaan dan konflik di kawasan. Ketika negara-negara besar terus bersaing untuk mendapatkan pengaruh, negara-negara Asia Tenggara harus berhati-hati untuk memastikan kepentingan mereka terlindungi. Hubungan dinamis antara negara-negara besar dan negara-negara ASEAN akan terus membentuk lanskap politik dan ekonomi Asia Tenggara di tahun-tahun mendatang.

- Potensi eskalasi ketegangan dengan Tiongkok

Sengketa Laut Cina Selatan berpotensi meningkat menjadi konflik yang lebih besar yang melibatkan Amerika Serikat dan negara-negara Asia Tenggara. Bangkitnya kekuatan militer Tiongkok dan ketegasan dalam menegakkan klaim teritorial di kawasan, termasuk Laut Cina Selatan, telah meningkatkan ketegangan dan risiko konflik dengan pasukan militer AS atau sekutunya. Konflik kepentingan dan kurangnya visi strategis yang kohesif di antara negara-negara anggota ASEAN semakin memperumit situasi, sehingga berpotensi memaksa mereka untuk memihak di masa depan (un., 2015). Peran ASEAN sebagai mediator dan fasilitator dalam perselisihan ini akan sangat penting dalam menjaga perdamaian dan stabilitas. Ketika negara-negara Asia Tenggara terus menyeimbangkan hubungan mereka dengan negara-negara besar, sangat penting bagi mereka untuk bekerja sama untuk menegakkan kedaulatan dan integritas wilayah mereka sambil juga mendorong kerja sama ekonomi dan integrasi regional. Hanya melalui persatuan dan kerja sama, ASEAN dan negara-negara anggotanya dapat secara efektif menavigasi lanskap geopolitik Asia Tenggara yang kompleks. Sengketa wilayah yang sedang berlangsung di Laut Cina Selatan telah menciptakan ketegangan di antara negara-negara anggota ASEAN dan negara-negara besar seperti Tiongkok dan Amerika Serikat. Keterlibatan aktor-aktor eksternal semakin memperumit situasi dan berpotensi memaksa mereka untuk memihak di masa depan. Peran ASEAN sebagai mediator dan fasilitator dalam perselisihan ini akan sangat penting dalam menjaga perdamaian dan stabilitas. Ketika negara-negara Asia Tenggara terus menyeimbangkan hubungan mereka dengan negara-negara besar, sangat penting bagi mereka untuk bekerja sama untuk menegakkan kedaulatan dan integritas wilayah mereka sambil juga mendorong kerja sama ekonomi dan integrasi regional. Hanya melalui persatuan dan kerja sama, ASEAN dan negara-negara anggotanya dapat secara efektif menavigasi lanskap geopolitik Asia Tenggara yang kompleks.

- Implikasi ekonomi terhadap sumber daya perikanan dan energi di Indonesia

Sengketa Laut Cina Selatan merupakan kekhawatiran utama bagi negara-negara Asia Tenggara, terutama bagi negara-negara seperti Filipina dan Vietnam, karena tindakan Tiongkok dipandang sebagai ancaman oleh negara-negara pengklaim lain di kawasan tersebut (G., 2015). Potensi cadangan energi dan kepentingan strategis dari fitur-fitur yang disengketakan di Laut Cina Selatan meningkatkan kekhawatiran di antara negara-negara pengklaim yang lebih kecil mengenai niat Tiongkok (G., 2015). Keterlibatan pihak eksternal, seperti Amerika Serikat dan Jepang, menambah kompleksitas situasi dan menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya ketegangan regional. Negara ini sangat bergantung pada sumber daya ini untuk pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, sehingga penting bagi Indonesia untuk melindungi kedaulatan dan integritas wilayahnya di kawasan. Melalui kerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, Indonesia dapat memastikan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan sekaligus mendorong kerja sama ekonomi dan integrasi regional. Pada akhirnya, persatuan dan kerja sama dalam ASEAN akan menjadi kunci dalam menavigasi lanskap geopolitik Asia Tenggara yang kompleks dan menjamin masa depan yang sejahtera bagi semua negara anggota.

KESIMPULAN

Kesimpulannya, lokasi Indonesia yang strategis dan sumber daya alam yang melimpah menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci di Asia Tenggara. Dengan mengedepankan persatuan dan kerja sama dalam ASEAN, Indonesia dapat mengelola sumber dayanya secara efektif, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mempertahankan kedaulatannya di kawasan. Ke depan, penting bagi Indonesia untuk terus bekerja sama dengan negara-negara tetangganya untuk mengatasi tantangan bersama dan memanfaatkan peluang yang saling menguntungkan. Hanya melalui tindakan kolektif dan tujuan bersama, negara-negara anggota ASEAN dapat menjamin masa depan yang sejahtera bagi kawasan secara keseluruhan. Kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia sangat penting bagi pertumbuhan dan pembangunan di kawasan. Dengan berkolaborasi dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, Indonesia dapat mengelola sumber dayanya secara efektif dan meningkatkan kerja sama ekonomi. Sangat penting bagi Indonesia untuk memprioritaskan persatuan dan kerja sama dalam ASEAN untuk menghadapi tantangan geopolitik di Asia Tenggara dan memastikan masa depan yang sejahtera bagi semua negara anggota. Mari kita bekerja sama untuk melindungi kedaulatan Indonesia dan mendorong integrasi regional demi kepentingan semua orang. Kerja sama regional sangat penting dalam menyelesaikan konflik Laut Cina Selatan karena melibatkan banyak negara dengan klaim wilayah yang tumpang tindih. Dengan bekerja sama melalui organisasi seperti ASEAN, negara-negara dapat menemukan solusi damai dan mencegah meningkatnya ketegangan. Penting bagi semua pihak yang terlibat untuk memprioritaskan dialog dan kerja sama guna menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan. Bersama-sama, kita dapat menegakkan hukum internasional dan mendorong tatanan berbasis aturan di Laut Cina Selatan.

REFERENSI

Beatty. (n.d.). Emotional worlds. Cambridge University Press. https://books.google.com/books?hl=en&lr=&id=qVN-DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR9&dq=The+US,+in+The+US,+in+particular,+has+ramped+up+its+presence+in+the+South+China+Sea,+conducting+freedom+of+navigation+operations+to+challenge+China%27s+claimspart&ots=wwLYVA5JJp&sig=hvElHsTOhrU3v6zBEy6nY2v2DW0

Chasek. (n.d.). Earth negotiations Analyzing thirty years of environmental diplomacy. United Nations University Press. 

Cook. (2014). Southeast Asia and the major powers engagement not entanglement. https://muse.jhu.edu/pub/70/article/552384/summary

G. (2015). Examining the South China Sea Disputes. http://csis-website-prod.s3.amazonaws.com/s3fs-public/legacy_files/files/publication/151110_Hiebert_ExaminingSouthChinaSea_Web.pdf

Hughes. (2009). International Affairs 85 no. https://academic.oup.com/ia/article-abstract/85/4/837/2326303

John. (2015). Maritime fulcrum A new US opportunity to engage Indonesia. http://csis-website-prod.s3.amazonaws.com/s3fs-public/legacy_files/files/publication/issuesinsights_vol15no9.pdf

Joni, & Wayan. (2022). Strategi Perang Semesta 8 no. https://jurnalprodi.idu.ac.id/index.php/SPS/article/view/1193

Jonny, Tasdik, Rudi, Sri, & Lukman. (2024). Jurnal Multidisiplin Madani 4 no. https://journal.formosapublisher.org/index.php/mudima/article/view/8030

Muhammad, & Muhammad. (2021). Pakistan Journal of Social Research 3 no. https://scholar.archive.org/work/62tn2tfxkbhx3al5wjygq3xici/access/wayback/https://pjsr.com.pk/ojs/index.php/PJSR/article/download/85/112

A., & Rio. (2021). Lampung Journal of International Law 3 no. https://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/lajil/article/view/2266

Soesilowati. (2010). Indonesian Journal of Social Sciences 2 no. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-01%20sartika%20sovereignty%20and%20regional%20buildingjurnalMKB_EDITAN.pdf

Taylor. (2011). Military Balance in Southeast Asia. http://www.fredsakademiet.dk/ordbog/mord/_pdf/Military%20Balance%20in%20Southeast%20Asia.pdf

Touval. (1989). J. https://heinonline.org/hol-cgi-bin/get_pdf.cgi?handle=hein.journals/nejo5§ion=24

un. (2015). Strategic studies quarterly 9 no. https://www.jstor.org/stable/26271078

Zainul, Ferdi, & Delfiyanti. (2021). Linguistics and Culture Review 5 no. http://www.lingcure.org/index.php/journal/article/view/2051

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun