Mohon tunggu...
Destia Mustikasari
Destia Mustikasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - It's me

...

Selanjutnya

Tutup

Book

Bedah Buku #Ibu Beneran Karya Fransisca Shiva

17 Februari 2023   12:39 Diperbarui: 17 Februari 2023   12:44 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Halo, temen-temen

Aku mau sharing mengenai buku yang aku baca


Judul bukunya #IbuBeneran 'Izinkan dirimu melemah' karya Fransisca Shiva. Buku ini mengupas tentang realitas yang dihadapi ibu muda di indonesia.

Sebelumnya aku akan mengenalkan  dulu penulisnya, namanya fransisca shiva. Beliau  adalah seorang ibu, yang memiliki akun instagram namanya @crystalclearmoms. Dimana pada awalnya intagramnya itu dipakai hanya sebagai tempat curhat pribadi, mengenai dirinya sebagai seorang ibu. Yang kemudian instagramnya itu ia kembangkan menjadi sebuah komunitas, yang tujuannya adalah untuk mendengarkan cerita-cerita para ibu, sehingga menjadi sebuah wadah bagi para ibu untuk bisa saling bercerita.


Menurut aku buku ini sangat menarik, karena didalamnya itu memuat cerita para ibu, yang dimana mereka itu berani menyuarakan realitas yang mereka hadapi.


Isi bukunya juga menurut aku sangat relatable, dan tentunya buku ini adalah sudut pandang dari penulis itu sendiri (fransisca shiva) yang didapatkan dari hasil ngobrol dan sharing bersama para ibu yang mengispirasi, juga didapat dari curhatan mereka yang masuk ke instagram @crystalclearmoms. Buku ini juga akan menginspirasi kita untuk belajar menurunkan ekspektasi dan fantasi idealis seorang ibu untuk menjadi ibu yang realistis.

Buku ini isinya ada 5 Chapter:
Chapter 1 tentang Masalah dengan citra & ekspektasi terhadap ibu
Chapter 2 tentang Mitos berbahaya seputar menjadi ibubeneran
Chapter 3 tentang Menjadi ibu bukan berkorban, tetapi berkarya
Chapter 4 tentang Support system yang tidak supporting
Dan yang kelima, judul chapternya adalah 'Jadi, mesti gimana?'

Jadi temen-temen, berdasarkan buku yang aku baca tersebut. Ternyata menjadi seorang ibu itu sangat penuh dengan ekspektasi.


Nah, dulu mungkin kita pernah mengatakan ataupun sering memikirkan, "kalau misalnya nanti aku jadi ibu aku akan begini, atau misal pas nanti aku jadi ibu kayaknya aku bakalan kayak gini deh gak akan kayak gini"


Jauh di dalam pikiran kita sebagai perempuan, deep in our mind as a girl gitu ya. Kita pasti pernah mengandai-ngandai menjadi ibu. Bahkan mungkin dulu kita udah sering main ibu-ibuan waktu masih kecil gitu kan. Udah kebayang ibu yang beneran tuh kayak gimana, yang biasa kita lihat aja seorang ibu tuh gimana. Kita nganggapnya kita akan menjadi ibu sama seperti ibu-ibu yang kita lihat sekarang.


Tapi ternyata temen-temen, setelah aku baca buku ini ya. TelahmMembuka pandangan aku terhadap sosok ibu
Aku nemu beberapa halaman yang berisi cerita dari para ibu, ibu yang asli,  nyata, secara jujur mereka mengatakan, tanpa sensor. Cerita yang dimana selama ini tidak dibicarakan. Ditimbun di hati, malu bahkan untuk sekedar memikirkannya, bahkan untuk mengakuinya, apalagi untuk membicarakannya.

Salah satunya ada ibu yang mengatakan seperti ini :
My breakdown point/my biggest poin as a mother is.. "aku kehilangan rasa cinta dan menghargai diriku sendiri" (poin kerusakan saya/poin terbesar saya sebagai ibu adalah)
Terus ada, the secret of my motherhood that I felt ashamed to share.. "pernah terpikir untuk membanting bayiku saking lelahnya baik fisik maupun mental" (rahasia keibuan yang dimana saya malu untuk membaginya adalah) gitu katanya
Ada juga, my biggest guilt as a mother is "kadang aku pingin punya tombol reset dan kembali ke kehidupan sebelum menikah dan punya anak." (kesalahan terbesar saya sebagai ibu adalah)
Dan masih banyak lagi cerita jujur dari para ibu selain itu.


Jadi, banyak hal yang tidak diceritakan para ibu mengenai mereka, mengenai kondisi mereka, mengenai perasaan mereka, yang hanya mereka timbun di hati, yang terbenam jauh dari mulut.
Dan dulu pun ibu-ibu yang mengatakan ini sama seperti kita, pernah main ibu-ibuan, udh mengandai-ngandai menjadi seorang ibu. Tapi ternyata pada saat gilirannya mereka jadi ibu, kok malah begitu?


Dan ini ternyata bukan masalah tentang mungkin ibu-ibu yang merasakan itu karena ia terlalu muda jadi ibu, nggak juga. karena yang mengatakan cerita tersebut rata-rata ibu umur 19-35 tahun, atau mungkin kita mengira itu karena orangnya aja yang punya sisi buruk dalam dirinya gitu, tapi kok banyak ibu-ibu mengalami hal yang sama.


Mungkin aja ini masalahnya ada di citra dan ekspektasi soal menjadi ibu.
Citra si sosok ideal


Kalau kita misalnya bertanya ke orang-orang "menurut kalian sosok ibu yang sebenarnya itu harusnya seperti apa?"
Pasti kurang lebih jawabannya kayak
"sosok ibu itu selalu penuh kasih, yang selalu ada untuk anak-anaknya, gitu kan., atau mungkin yang paling ngertiin anaknya, yang berkorban untuk keluarganya, orang yang hangat. Gitu kan"


Dan jawaban seperti ini tuh kayak udah jadi pikiran teratas mengenai seorang ibu. Yang dimana memang sosok ideal itu sudah lama kita kenal, yang selalu kita nyanyikan, gitu kan. Yang lagunya
Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.


Sosok ideal yang selalu diceritakan, yang biasanya diabadikan di poster-poster gitu kan, di media-media sosial. sosok yang udah terpatri di pikiran kita menjadi kebenaran.


Sehingga kalau nanti sudah jadi ibu, kita mengira mengira kita juga akan begitu. Tapi ternyata tidak.


Ternyata nggak bisa selalu penuh kasih, ternyata bisa aja nggak ngerti anak, ternyata sering marah, dan nggak berubah jadi sempurna.


Itu yang dipikirkan para ibu khususnya dalam buku ini gitu ya. Kayak mereka tuh bertannya pas udh jadi ibu "kok aku begini ya jadi ibu?, kok aku nggak selalu kuat ya, nggak bisa kalau nggak ngeluh, apa aku bukan ibu yang baik, aku nggak pantes jadi ibu"


Itu yang mereka pikirkan, muncul banyak pikiran insecure. ditambah saat mereka lagi mengalami perubahan drastic dalam hidup mereka gitu, ya. Yang tadinya bebas jadi gak bebas, yang tadinya berkarya dengan bekerja jadi gak bisa, yang tadinya bisa ngobrol Intelek dengan orang dewasa sekarang cuman bisa ngobrol sama anak bayi aja, yang tadinya punya tujuan dan goals jadi ditahan bahkan merasa perlu ditinggalkan.


Terus yang tadinya sayang sama badan sendiri, kayak kita gitu ya. Jadi asing sama si badan yang jadi aneh. Yang tadinya tidur normal, jadi kurang tidur, yang tadinya punya waktu sendiri sekarang jadi nggak bisa.


Ditengah perubahan besar itu, ibu makin goyah karena mereka membandingkan diri mereka yang mereka lewati, yang mereka rasakan dan lakukan dengan si sosok ideal yang sejak dulu mereka kenal, yang mereka kira, mereka juga akan begitu ketika menjadi ibu.


Jadi sebenarnya si sosok ideal itu hanyalah citra, gambaran, ekspektasi mengenai bagaimana seorang ibu seharusnya. Dan dia bukan #ibubeneran.


#ibubeneran adalah meraka para ibu yang merakan stress saat anak mereka menangis atau rewel sepanjang malam, yang burn out setiap hari mengerjakan hal yang sama tanpa diapresiasi, yang menahan emosi nahan kesel saat anak nangis minta makan terus, ibu beneran adalah ibu yang bisa salah, bisa jatuh, bisa breakdown and cry. Dan oleh karena itu, ibu beneran adalah mereka yang bisa belajar, bisa bangkit, bisa mencoba lagi, memotivasi dirinya, menjadi ibu yang lebih baik.


Itu yang disebut #ibubeneran. Yang menjadi judul dari buku tersebut.
Dan temen-temen, sisi yang tidak dinyanyikan mengenai seorang ibu mereka sembunyikan. Karena saking lamanya si sosok ideal yang kita kenal kita agung-agung, yang penuh kasih dan sebagainya, menjadikan banyak ekspektasi terhadap sosol ibu. Tentang manis-manisnya kehidupan seorang ibu, ngeshare postingan yang lagi bahagia sama anak, dishare yang manis-manisnya. Tapi dibelakang layar kita nggak tahu aslinya gimana.
Karena takut dijugde kalau misalnya posting atau memperlihatkan kekurangan sosok ibu di depan umum. Dijugde karena sebelumnya kita tahu seorang ibu itu kayak gimana kita biasa lihat.


Dan kalau misalnya kita ngebahas tentang ibu-ibu yang udah lama jadi ibu, sekitar 40 tahunan ke atas. Mereka pasti akan lupa, lupa bahwa dulu mereka juga sama capeknya ngurus anak, sama burn outnya, strugglingnya udh lupa. Jadi pada saat ada ibu baru yang baru memasuki dunia keibuan, mereka terlihat meremehkan si ibu baru ini kalau mereka cerita.


Seperti halnya manusia, manusia itu kan lucu ya. Setelah melewati proses keras dan berat, mereka jadi mengecilkan hal tersebut di depan orang-orang untuk menunjukkan bahwa mereka lebih hebat dari hal tersebut. Jadi meremehkan orang yang sedang dalam proses yang dulu mereka alami gitu.


Padahalkan jangan seperti itu ya, seharusnya dibantu untuk bisa juga melewati prose berat itu gitu kan. Sementara kalau dari buku ini, ibu lama bisa lupa dengan beratnya proses mereka saat dulu menjadi ibu muda.


Nah setelah kita tahu bahwa sosok ideal itu tidak masuk akal, maka ayo kita turunkan ekspektasi terhadap sosok ibu. Mereka manusia biasa kok, yang bisa salah, yang bisa stress, yang banyak kekurangan, nggak sempurna, tapi mereka tetap bisa mengatasinya dan terus belajar menjadi ibu yang lebih baik.
Terus pada dasarnya semua ibubeneran itu baik, kan. Hanya terkadang lingkungan yang melabeli sosok ibu yang baik seperti apa. Padahal ibu yang baik itu juga adalah ibu yang bisa ikutan nangis, marah, dan stress saat anaknya rewel, karena kan luapan emosi manusia itu bisa terjadi kapan aja. Ibubeneran juga adalah ibu yang bisa merasa ingin sendirian dan lepas dari anak untuk sesaat. Karena tidak ada hal yang jika dilakukan 24 jam 7 hari dalam seminggu yang tidak memberikan rasa burn out. Ibubeneran juga ibu yang bisa bingung dan tidak mengerti maunya anak. Karena saling mengenal, saling mengerti, dan mencinta, adalah proses. Dan itu tidak instant.

Dari buku tersebut, didapat bahwa Menjadi ibu itu indah iya, gak indah juga iya. Menjadi ibu bisa bersyukur atas semuanya, tapi juga bisa merasa capek juga iya. Manusiawi gitu kan. Jadi kalau misalnya ada anggapan bahwa sosok ibu tuh nggak boleh mengeluh, tapi harus pandai bersyukur. Mengeluh boleh, asalkan jangan terus mengeluh gitu kan.


Menjadi seorang ibu yang baik itu adalah proses yang panjang temen-temen.
Menjadi ibu juga sama seperti manusia biasa, yang berproses untuk menerima sisi lemah diri dan menerima kehidupan. Agark ketika kita sudah menemukan kelemahan dari diri seorang ibu, kita bisa tahu retaknya di mana, sisi rapuh ibu di mana, sehingga nanti baru kita akan tahu cara bagaimana menjadi ibu yang lebih baik. Dengan menerima dan memperbaiki kekurangan tersebut.


Kita harus mewajarkan perasaan-perasaan lemah seorang ibu, agar para ibu tidak merasa malu dengan apa yang mereka rasakan dan merasa bahwa merasa lemah adalah wajar. Dan ngeluh-ngeluh itu bahkan untuk seorang ibubeneran ada gunanya, untuk mengeluarkan perasaan yang tertumbuk agar bisa dipelajari. Asal beneran dipikirakan dan diambil pelajaran, supaya yang dikeluhkan tidak terjadi lagi.


Dan menjadi ibu itu tidak alamiah, kalau hamil dan melahirkan itu memang alamiah, tapi menjadi ibu itu tidak. Alamiah itu kan berarti terjadi dengan sendirinya, tak perlu ada rekayasa. Sementara menjadi ibu adalah proses belajar yang panjang. Proses seumur hidup. Untuk menjadi ibu yang lebih baik, gitu kan.


Di mana dalam proses tersebut, ibu akan belajar mengenal anak, memahami anak, dan dari situ akan tumbuh cinta dan kasih sayang kepada anak mereka. karena mencintai itu kan juga proses ya. Kita nggak semerta-merta bisa langsung mencintai seseorang, begitu juga dengan ibu terhadap anaknya. Cinta ibu tumbuh setelah saling mengenal dengan si anak, menghabiskan waktu bersama, memperlajari anaknya, sesudah melewati proses up and down, stress, tertekan, menangis, ngamuk dan memilih jatuh cinta. Memilih untuk mencintai anak karena semua perjuangan dan proses tersebut.


Ada satu mitos yang aku temukan di buku ibubeneran ini, bahwa menjadi ibu itu harus selalu kuat. Gimana ya kebayang nggak ibu itu memikirkan anak, memikirkan suaminya, dan hal-hal yang ada di ruamh, mereka makan apa, pakaian mereka aman atau nggak, mengurus keperluan orang-orang di rumah, dan kapan terakhir kali memikirkan dirinya sendiri.


Seorang ibu bisa merasa kesepian, merasa tidak ada yang mengerti, merasa sendirian, tidak tahu harus bicara ke siapa, sesak yang terus menumpuk. Teman-teman sibuk dengan keluarga dan pekerjaan mereka masing-masing, di keluarga sendiri sibuk dengan urusan dan dunia masing-masing, suami sibuk cari nafkah, mereka bisa merasa hampa dan kosong.


Maka dari itu, ibu juga perlu waktu untuk memikirkan dirinya sendiri. Mesin aja butuh maintenance secara berkala supaya bisa bekerja dengan baik. Apalagi ibu yang hanya seorang manusia. Ada saatnya akan jatuh, ada saatnya bangkit. Toh suami atau ayah kita aja bisa capek karena bekerja, kenapa ibu kita nggak boleh capek saat banyak pekerjaan atau saat anak bermasalah, mengurus rumah tangga?
Dan memang biasanya orang-orang berpikiran bahwa ibu nggak boleh sakit, kalau sakit nanti siapa yang ngurus rumah, ngurus anak, ngurus suami. Ibu nggak boleh sedih, nanti yang dirumah semua ikut sedih. Atau ibu nggak boleh lemah, kalau ibu lemah, gimana bisa nguatin anak dan suaminya, siapa nanti yang akan support mereka.


Itu pikiran yang sering muncul di benak para ibu, saat merasa tidak kuat, ingin menangis, tapi mereka tetap berusaha memberikan yang terbaik, dan tidak menunjukkan sisi lemah mereka.
Dan secara tidak langsung kita pun melabeli sosok ibu itu adalah super women atau wonder women, super hero saat selalu kuat, sanggup dan berjuang demi keluarganya. Label kesengsaraan tersebut menjadi kekuatan ibu. Ibu menjadi bangga karena dianggap hebat dan kuat.


Tapi sebenarnya ibu tidak butuh label tersebut. Yang ada anak yang membutuhkan ibu, ibu yang selalu ada, ibu yang sehat, yang selalu kuat. Ibu itu butuh label dari anaknya sendiri, bukan orang lain.


Ibu beneran itu juga adalah ibu yang bisa merasa stress, lelah fisik dan mental, yang bisa merasa butuh curhat, butuh untuk ngeluarin unek-unek, butuh untuk didengarkan. Dan ibu beneran juga adalah mereak yang bisa merasa bahagia, puas, merasa kuat dan sanggup menhadapi semuanya sendirian.


Terus aku juga nemu cerita berisi statement "bahawa menjadi ibu adalah pengorbanan"
Sebenarnya ini bisa mencerminkan kekuatan atau kehebatan dari seorang ibu, tapi ternyata kalau dari sudut pandang ibu, ini statemen yang tidak nyaman, ini seakan memperlihatkan kondiri mereka yang terus berkorban. Yang dimana kita tahu bahwa berkorban nggak enak. Seakan ada hal yang ditahan, yang harus dilepskan dengan berat hati, begitu juga dengan ibu.


Tapi kita pasti ngerasa status 'berkorban' itu keren, terkesan hebat gitu. Seperti mengorbankan dirinya untuk hal-hal yang lebih baik demi hal lain.
Tapi dari kita sendiri sebagai anak, kita nggak mungkin kan ingin ibu kita menjadi korban. Menjadi korban yang mengorbankan dirinya untuk kita dan keluarga gitu. Ibu berkorban, berarti seakan mengorbankan dirinya, dan itu berarti dia adalah korban.


Tapi sebenernya ibu bukan berkorban tapi memilih dengan ikhlas. Mereka dengan ikhlas melakukan segala sesuatu untuk kita, melakukan yang terbaik. Mengesampingkan kepentingan mereka demi kita dan keluarga gitu. Jadi buku ini juga ingin kita mengubah mindset tentang pengorbanan seorang ibu.

Aku juga tertarik dengan subjudul tentang support system.
Ada kalimat yang masuk ke instagram @crystalclearmoms, kalimat yaitu "mereka yang seharusnya menjadi support systemku. Malah jadi mereka yang menjatuhkan diriku" dan banyak ibu yang terluka berat itu disebabkan oleh support systemnya. Karena tuntutan dan tekanan dari orang-orang terdekat. Dan kita pun juga begitu, tuntutan, tekanan, judjemet itu hadir dari orang-orang terdekat kita, keluarga, sahabat, teman, tetangga.


Support system adalah kumpulan orang yang memberikan dukungan kepada dirimu secara emosional dan juga praktikal. Support system tersbesar kita mungkin adalah keluarga, sahabat, karena mereka yang paling kita sering berinteraksi, karena mereka punya kemampuan besar untuk menjadi support system kita dan juga lebih mampu untuk menyaiti kita.


Karena itu maka support system itu sebenarnya harus dibangun dan dibentuk. Orang-orangnya mungkin udah ada, tapi system supportnya yang belum ada. Cara bagaimana mereka mensupport kita itu perlu dibentuk. Melalui apa? Melalui komunikasi dengan jujur, yang kita inginkan mereka seperti apa untuk kita. tapi yang terpenting adalah kita harus menerima dulu hubungan tersebut dengan baik. Mengenali orang-orang yang menjadi support system kita, baru setelah hubungan terjalin dengan baik, komunikasi bisa berjalan dengan baik.

Support system itu bersifat timbal balik, bukan hanya kita mendapataknnya, tapi juga kita juga menjadi support system bagi mereka. itulah kenapa pentingnya komunikasi mengenai support system.


Satu lagi, jadi ibu itu sebenarnya sederhana, yang membuat pusing itu adalah harapannya, tuntutannya, ekspketasinya dan perbandingannya. Obat terbaik untuk ibu adalah anaknya. Tidak ada yang lebih penting dan indah, selain kebersamaan sosok ibubeneran dengan anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun