Kita harus mewajarkan perasaan-perasaan lemah seorang ibu, agar para ibu tidak merasa malu dengan apa yang mereka rasakan dan merasa bahwa merasa lemah adalah wajar. Dan ngeluh-ngeluh itu bahkan untuk seorang ibubeneran ada gunanya, untuk mengeluarkan perasaan yang tertumbuk agar bisa dipelajari. Asal beneran dipikirakan dan diambil pelajaran, supaya yang dikeluhkan tidak terjadi lagi.
Dan menjadi ibu itu tidak alamiah, kalau hamil dan melahirkan itu memang alamiah, tapi menjadi ibu itu tidak. Alamiah itu kan berarti terjadi dengan sendirinya, tak perlu ada rekayasa. Sementara menjadi ibu adalah proses belajar yang panjang. Proses seumur hidup. Untuk menjadi ibu yang lebih baik, gitu kan.
Di mana dalam proses tersebut, ibu akan belajar mengenal anak, memahami anak, dan dari situ akan tumbuh cinta dan kasih sayang kepada anak mereka. karena mencintai itu kan juga proses ya. Kita nggak semerta-merta bisa langsung mencintai seseorang, begitu juga dengan ibu terhadap anaknya. Cinta ibu tumbuh setelah saling mengenal dengan si anak, menghabiskan waktu bersama, memperlajari anaknya, sesudah melewati proses up and down, stress, tertekan, menangis, ngamuk dan memilih jatuh cinta. Memilih untuk mencintai anak karena semua perjuangan dan proses tersebut.
Ada satu mitos yang aku temukan di buku ibubeneran ini, bahwa menjadi ibu itu harus selalu kuat. Gimana ya kebayang nggak ibu itu memikirkan anak, memikirkan suaminya, dan hal-hal yang ada di ruamh, mereka makan apa, pakaian mereka aman atau nggak, mengurus keperluan orang-orang di rumah, dan kapan terakhir kali memikirkan dirinya sendiri.
Seorang ibu bisa merasa kesepian, merasa tidak ada yang mengerti, merasa sendirian, tidak tahu harus bicara ke siapa, sesak yang terus menumpuk. Teman-teman sibuk dengan keluarga dan pekerjaan mereka masing-masing, di keluarga sendiri sibuk dengan urusan dan dunia masing-masing, suami sibuk cari nafkah, mereka bisa merasa hampa dan kosong.
Maka dari itu, ibu juga perlu waktu untuk memikirkan dirinya sendiri. Mesin aja butuh maintenance secara berkala supaya bisa bekerja dengan baik. Apalagi ibu yang hanya seorang manusia. Ada saatnya akan jatuh, ada saatnya bangkit. Toh suami atau ayah kita aja bisa capek karena bekerja, kenapa ibu kita nggak boleh capek saat banyak pekerjaan atau saat anak bermasalah, mengurus rumah tangga?
Dan memang biasanya orang-orang berpikiran bahwa ibu nggak boleh sakit, kalau sakit nanti siapa yang ngurus rumah, ngurus anak, ngurus suami. Ibu nggak boleh sedih, nanti yang dirumah semua ikut sedih. Atau ibu nggak boleh lemah, kalau ibu lemah, gimana bisa nguatin anak dan suaminya, siapa nanti yang akan support mereka.
Itu pikiran yang sering muncul di benak para ibu, saat merasa tidak kuat, ingin menangis, tapi mereka tetap berusaha memberikan yang terbaik, dan tidak menunjukkan sisi lemah mereka.
Dan secara tidak langsung kita pun melabeli sosok ibu itu adalah super women atau wonder women, super hero saat selalu kuat, sanggup dan berjuang demi keluarganya. Label kesengsaraan tersebut menjadi kekuatan ibu. Ibu menjadi bangga karena dianggap hebat dan kuat.
Tapi sebenarnya ibu tidak butuh label tersebut. Yang ada anak yang membutuhkan ibu, ibu yang selalu ada, ibu yang sehat, yang selalu kuat. Ibu itu butuh label dari anaknya sendiri, bukan orang lain.
Ibu beneran itu juga adalah ibu yang bisa merasa stress, lelah fisik dan mental, yang bisa merasa butuh curhat, butuh untuk ngeluarin unek-unek, butuh untuk didengarkan. Dan ibu beneran juga adalah mereak yang bisa merasa bahagia, puas, merasa kuat dan sanggup menhadapi semuanya sendirian.
Terus aku juga nemu cerita berisi statement "bahawa menjadi ibu adalah pengorbanan"
Sebenarnya ini bisa mencerminkan kekuatan atau kehebatan dari seorang ibu, tapi ternyata kalau dari sudut pandang ibu, ini statemen yang tidak nyaman, ini seakan memperlihatkan kondiri mereka yang terus berkorban. Yang dimana kita tahu bahwa berkorban nggak enak. Seakan ada hal yang ditahan, yang harus dilepskan dengan berat hati, begitu juga dengan ibu.
Tapi kita pasti ngerasa status 'berkorban' itu keren, terkesan hebat gitu. Seperti mengorbankan dirinya untuk hal-hal yang lebih baik demi hal lain.
Tapi dari kita sendiri sebagai anak, kita nggak mungkin kan ingin ibu kita menjadi korban. Menjadi korban yang mengorbankan dirinya untuk kita dan keluarga gitu. Ibu berkorban, berarti seakan mengorbankan dirinya, dan itu berarti dia adalah korban.