Mohon tunggu...
Destia Mustikasari
Destia Mustikasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - It's me

...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjaga Suasana Hati Ketika Membaca Buku

23 Juni 2022   10:26 Diperbarui: 23 Juni 2022   10:52 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca buku adalah sebuah kegiatan yang sangat bermanfaat. Karena dengan membaca buku dapat menambah pengetahuan baru bahkan meningkatkan pola pikir seseorang.
Namun, banyak permasalahan khususnya anak milenial yang justru malas membaca buku. Bisa jadi karena merasa bosan atau buku yang hendak dibaca terasa monoton.

Berdasarkan pada survei dari Program for International Student Assessment (PISA) pada 2019,  ternyata Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.

Kita katakan disini yang dimaksud adalah literasi membaca.

Biasanya beberapa orang terkhususnya siswa akan mau membaca buku jika terdapat paksaan, misalnya dari guru atau orangtuanya. 

Kebanyakan bukan karena keinginan mereka sendiri. Rasa ingin tahu mereka rendah. Hanya dengan mengikuti perintah dari guru untuk membaca buku sebagai tugas sekolah, mereka akan melakukannya.

Kemalasan dan kebosanan untuk membaca buku bisa dipatahkan dengan tekad kuat dari diri sendiri. Bahwa kita harus membaca buku untuk memperoleh ilmu, untuk kebaikan diri sendiri. Setiap orang pasti memiliki hal berbeda yang dapat membantu meningkatkan tekad membaca buku dan mengatasi kebosanan tersebut, itu tergantung pada setiap individu.

Saya mengenal seseorang yang berkata ia suka membaca buku, dan punya banyak buku di rumahnya. Namun ia lebih sering membaca e-book atau buku digital. Ia mengatakan merasa bosan dengan membaca buku-buku yang ada di rumahnya, dan ingin membaca buku lain. Tetapi ingin lebih simple didapatkan dan tidak terlalu mengeluarkan modal untuk membelinya, karena itu ia membaca e-book.

Suatu hari, saya menceritakan hal tersebut kepada guru saya dan meminta pendapatnya.

Ia menanggapi bahwa sepertinya milenial memang lebih suka membaca e-book, karena kemudahan akses untuk itu. Saya membenarkan, bahwa saya juga termasuk didalamnya.
Namun ia juga merasa sangat menyayangkan jika memiliki banyak buku tetapi tidak dibaca.
Membaca e-book memang tidak dilarang, tetapi membaca buku fisik dari e-book tersebut bisa membawa kesan tersendiri terhadap pembacanya, juga dengan membaca buku fisik merupakan sebuah bentuk menghargai dan menghormati atas karya penulisnya.
Kita bisa membaca e-book karena memang ada aksesnya, disediakan fasilitasnya. Bahkan sekarang sudah banyak website, aplikasi, platform ebook digital dan perpustakan digital.

Membaca buku fisik memang terkadang terasa membosankan dan monoton. Tetapi berbeda dengan guru saya yang ternyata membaca buku justru dijadikan me-time. Beliau selalu menentukan buku apa yang paling menarik untuk dibaca pada minggu ini.
Beliau juga mengatakan bahwa membaca buku tidak harus berurutan dari awal sampai akhir, dari bab 1 sampai bab terakhir.
Karena ada orang yang menekan dirinya sendiri untuk membaca buku dari awal sampai akhir secara berurutan, termasuk saya kadang-kadang.

Jadi boleh membaca secara acak, bisa dilihat dari daftar isinya, dan melihat mana yang menarik untuk dibaca lebih dulu.
Terkadang juga ada orang yang membaca sesuai kebutuhannya pada saat itu, termasuk membaca sesuatu yang sesuai dengan mood atau suasana hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun