Mohon tunggu...
Destaria Soeoed
Destaria Soeoed Mohon Tunggu... Lainnya - Young professional in edutech.

Doctoral student in Political Science. Passionate about edutech, digital marketing, social and political research in Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kiprah Para Wapres Indonesia dari Masa ke Masa, dari Hatta hingga Gibran

30 Oktober 2024   06:27 Diperbarui: 30 Oktober 2024   06:40 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kemerdekaan, Indonesia telah mengalami berbagai fase penting dalam perjalanan politik dan ekonominya, yang tidak hanya dipengaruhi oleh kepemimpinan presiden, tetapi juga oleh peran penting para wakil presiden. 

Dari Mohammad Hatta hingga Ma'ruf Amin, setiap Wakil Presiden Republik Indonesia membawa latar belakang, pengalaman, dan gaya kepemimpinan yang unik, mencerminkan keragaman dan dinamika bangsa ini.

Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai perjalanan para wakil presiden Indonesia dari masa ke masa. Dengan mengulas latar belakang pendidikan dan kapasitas kepemimpinan mereka, kita dapat memahami bagaimana kontribusi masing-masing wakil presiden memberikan warna tersendiri dalam pemerintahan Indonesia, menyeimbangkan tantangan domestik maupun global.  

Berikut ini adalah sedikit rincian kontribusi dan kapasitas kepemimpinan setiap Wakil Presiden Indonesia, menggambarkan bagaimana kehadiran mereka memberikan dampak dan warna tersendiri dalam sejarah bangsa:

1. Mohammad Hatta (1945-1956)

  • Latar Belakang Pendidikan: Hatta menempuh pendidikan di Belanda dan mempelajari ekonomi serta politik, sehingga memiliki pemahaman mendalam tentang tata kelola dan ekonomi.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Sebagai salah satu pendiri bangsa dan proklamator, kepemimpinan Hatta berorientasi pada prinsip-prinsip demokrasi serta keberlanjutan ekonomi.

2. Sri Sultan Hamengkubuwono IX (1973-1978)

  • Latar Belakang Pendidikan: Ia belajar di Belanda, menguasai ilmu sosial dan politik, serta memiliki pemahaman tradisional dari pendidikan keraton.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Sultan dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan berwibawa, berkontribusi dalam kestabilan politik dengan menjaga harmoni antara nilai tradisional dan modern.

3. Adam Malik (1978--1983)

  • Latar Belakang Pendidikan: Belajar secara otodidak di bidang jurnalistik dan diplomasi, ia memiliki pengalaman besar di bidang hubungan luar negeri.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Dengan pengalaman diplomasi yang kaya, Adam Malik memiliki kemampuan mengelola hubungan internasional, yang berpengaruh pada kebijakan luar negeri Indonesia.

4. Umar Wirahadikusumah (1983-1988)

  • Latar Belakang Pendidikan: Latar belakang militer memberikan Umar kekuatan dalam hal kedisiplinan dan manajemen konflik.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Kepemimpinannya lebih terfokus pada aspek keamanan, membantu Soeharto mengawal stabilitas nasional pada masa yang penuh tantangan.

5. Soedharmono (1988-1993)

  • Latar Belakang Pendidikan: Militer dengan pengalaman hukum.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Menyokong Soeharto dalam menjaga stabilitas dan mendukung kebijakan ekonomi serta pembangunan nasional.

6. Try Sutrisno (1993-1998)

  • Latar Belakang Pendidikan: Latar belakang militer yang kuat dengan fokus pada kedisiplinan dan integritas.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Sebagai pemimpin yang fokus pada keamanan dan stabilitas, Try dikenal karena perannya dalam menjaga ketertiban di masa transisi ekonomi dan politik.

7. BJ Habibie (1998) --> Menjabat sebagai Presiden setelah Soeharto mundur

  • Latar Belakang Pendidikan: Teknik di Jerman dengan spesialisasi dalam teknologi penerbangan.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Habibie membawa perspektif teknologi dan reformasi demokrasi ke dalam pemerintahan, terutama dalam reformasi politik.

8. Megawati Soekarnoputri (1999-2001) --> Menjabat sebagai Presiden setelah Gus Dur diberhentikan

  • Latar Belakang Pendidikan: Pendidikan formal tidak sekompleks pendahulunya, tetapi memiliki latar belakang keluarga yang kaya akan sejarah politik.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Memimpin dengan pendekatan yang lebih populis dan berfokus pada kebijakan pro-rakyat.

9. Hamzah Haz (2001-2004)

  • Latar Belakang Pendidikan: Studi ekonomi Islam dan memiliki pengalaman panjang di dunia politik.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Lebih berorientasi pada kebijakan sosial dan ekonomi berbasis syariah dengan kemampuan komunikasi politik yang baik.

10. Jusuf Kalla (2004-2009 & 2014-2019)

  • Latar Belakang Pendidikan: Ekonomi dan bisnis, dengan pengalaman di sektor swasta.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Kalla dikenal memiliki kapasitas eksekusi yang kuat serta kemampuan diplomasi ekonomi, baik dalam ranah domestik maupun internasional.

11. Boediono (2009-2014)

  • Latar Belakang Pendidikan: Ekonomi, lulusan Australia dan Amerika Serikat.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Boediono membawa pendekatan teknokratik yang sangat fokus pada stabilitas ekonomi dan moneter, yang sesuai dengan kondisi saat itu.

12. Ma'ruf Amin (2019-2024)

  • Latar Belakang Pendidikan: Agama Islam, dengan pengalaman panjang sebagai ulama.
  • Kapasitas Kepemimpinan: Ma'ruf Amin lebih berfokus pada penguatan kebijakan syariah dan inklusi ekonomi bagi umat, serta menjaga kestabilan sosial dengan pendekatan keagamaan.

Dalam deretan Wakil Presiden Indonesia, kita melihat rentang kapasitas yang berbeda-beda, mulai dari tokoh-tokoh yang menonjol dalam diplomasi internasional hingga mereka yang unggul dalam ekonomi dan sosial-budaya. Namun, tidak semua Wakil Presiden memiliki latar belakang yang sama kuatnya dalam hal pendidikan atau pengalaman kepemimpinan. 

Dalam beberapa kasus, muncul figur wakil presiden yang, meski memiliki akses politik yang baik, dianggap kurang berbobot dalam aspek pengalaman serta keterampilan strategis untuk mendampingi presiden dalam mengambil keputusan krusial.

Gibran, misalnya, hadir dengan dukungan politik yang kuat namun memiliki keterbatasan dalam pengalaman kepemimpinan yang berdampak langsung pada pemerintahan nasional. Meskipun mendapat dukungan dari kalangan tertentu, profilnya sering kali dipandang kurang lengkap dari segi pengalaman birokrasi dan pengambilan keputusan pada skala besar.

Mengingat Gibran belum berkontribusi secara resmi sebagai Wapres Indonesia karena baru saja dilantik bulan ini, berikut saya coba merincikan beberapa poin utama yang dapat kita gunakan untuk membahas profil Gibran dalam konteks kepemimpinan:

  1. Latar Belakang Keluarga:

    • Anak dari Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka memiliki akses politik yang kuat dan pengaruh keluarga yang signifikan di dunia politik Indonesia.
    • Dukungan dan koneksi keluarga turut mendorong kemunculannya di kancah politik, meskipun usianya relatif muda dan pengalamannya masih terbatas.
  2. Pengalaman Kepemimpinan:

    • Sebagai Wali Kota Solo, Gibran memulai karir politiknya dengan fokus pada program-program lokal, namun ini baru sebatas di ranah pemerintahan daerah.
    • Meskipun punya beberapa inisiatif yang progresif, banyak pengamat menilai pengalamannya belum cukup luas untuk memahami kompleksitas isu-isu nasional.
  3. Kapasitas Strategis dan Kelemahan:

    • Dari sisi kepemimpinan strategis, keterbatasan pengalaman membuat kapabilitas Gibran dalam pengambilan keputusan pada level nasional masih dipertanyakan.
    • Ia juga dianggap masih perlu membangun rekam jejak yang lebih kuat di birokrasi dan pemerintahan agar dapat memberikan kontribusi signifikan pada kebijakan besar negara.
  4. Popularitas dan Dukungan Publik:

    • Memiliki popularitas tinggi di kalangan masyarakat muda dan pendukung Presiden Jokowi.
    • Namun, kritik terhadapnya sering muncul terkait potensi politik dinasti, sehingga ada perdebatan tentang kredibilitas dan kemampuannya untuk memimpin secara independen.
  5. Potensi Ke Depan:

    • Meski pengalamannya masih dianggap kurang berbobot oleh beberapa kalangan, dukungan politik yang besar membuka peluang bagi Gibran untuk mengasah kapasitas dan memahami dinamika politik nasional lebih dalam.
    • Jika dia terus mengembangkan keterampilan kepemimpinannya, ia mungkin akan memainkan peran lebih besar di masa depan.

Pertanyaan mengenai apakah Gibran Rakabuming Raka mampu menjalankan tanggung jawab sebagai Wakil Presiden adalah topik yang menarik dan menantang. Sebagai Wakil Presiden, Gibran diharapkan menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang mencakup peran strategis dalam membantu Presiden dalam perumusan kebijakan nasional, menjalankan fungsi pengawasan, serta mendampingi Presiden dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan. 

Selain itu, Wakil Presiden juga memegang tanggung jawab dalam mendorong pembangunan sosial-ekonomi dan mempererat hubungan internasional Indonesia, serta turut aktif dalam menyelesaikan isu-isu nasional yang kompleks. 

Dalam konteks ini, Gibran perlu menunjukkan kapasitas kepemimpinan yang kuat, pemahaman yang mendalam tentang birokrasi nasional, serta pengalaman dalam pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai kepentingan publik. 

Mengingat latar belakang dan pengalaman Gibran yang masih relatif terbatas dalam pemerintahan daerah, tantangan bagi dirinya adalah membuktikan bahwa ia mampu memahami dinamika isu-isu nasional dan menjalankan tupoksi Wakil Presiden dengan independen serta efektif, sejalan dengan ekspektasi publik terhadap jabatan tersebut. 

Sebagai penutup, meskipun Gibran Rakabuming Raka memiliki popularitas yang tinggi dan dukungan politik dari sejumlah kalangan, kenyataan bahwa kekuatannya terutama bersumber dari statusnya sebagai anak Presiden Joko Widodo menimbulkan berbagai perdebatan. 

Langkahnya ke kancah politik nasional di usia muda dan dengan pengalaman terbatas menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen Indonesia terhadap prinsip-prinsip konstitusi dan meritokrasi. 

Seandainya Gibran benar-benar melangkah ke posisi Wakil Presiden tanpa memenuhi persyaratan konstitusional atau tanpa pengalaman yang memadai, hal ini tidak hanya melanggar semangat konstitusi tetapi juga dapat memperkuat kesan adanya politik dinasti.

 Jika prinsip ini dikesampingkan, hal ini akan berisiko melemahkan kepercayaan publik terhadap integritas sistem politik Indonesia dan membuka celah bagi ketidakadilan dalam tata kelola pemerintahan di masa depan.

Jadi, mari kita sama-sama lihat dan buktikan kapabilitas Gibran dalam memainkan peran Wapres selama lima tahun kedepan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun