Pendahuluan
Dalam perjalanan akademis, mahasiswa sering kali dihadapkan pada berbagai hambatan dan tantangan, baik secara pribadi maupun dalam konteks studi. Tantangan ini meliputi tekanan akademik, dinamika sosial, kebutuhan finansial, hingga kecemasan akan masa depan. Semua ini memunculkan pertanyaan mendasar: apa yang menentukan keberhasilan seseorang? Apakah keberhasilan ditentukan oleh keberuntungan (fortuna), ataukah oleh keutamaan pribadi (virtue)? Dalam konteks ini, filosofi Stoicisme menawarkan pendekatan yang relevan dan kuat.
Stoicisme, yang dikembangkan oleh Zeno dari Citium pada abad ke-3 SM, adalah aliran filsafat yang menekankan pada penguasaan diri, kebijaksanaan, dan fokus pada hal-hal yang berada di dalam kendali manusia. Prinsip utamanya adalah bahwa kebahagiaan sejati tidak tergantung pada faktor eksternal, tetapi pada kemampuan seseorang untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral yang kokoh. Dalam konteks mahasiswa, ajaran Stoik ini sangat relevan untuk membantu mereka menjadi individu yang unggul secara akademis dan profesional.
Fortuna vs Virtue: Definisi, Perbedaan, dan Relevansinya
Fortuna: Keberuntungan yang Tidak Stabil
Dalam Stoicisme, fortuna merujuk pada segala sesuatu yang berada di luar kendali kita, seperti situasi sosial, kondisi ekonomi, keberuntungan dalam hidup, atau kejadian-kejadian acak. Fortuna sering kali terlihat sebagai faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, terutama dalam konteks peluang hidup. Misalnya, seorang mahasiswa mungkin merasa beruntung memiliki dosen yang mudah memberikan nilai bagus atau mendapatkan beasiswa tanpa banyak usaha. Namun, sifat fortuna adalah tidak stabil---ia bisa berpihak pada seseorang hari ini, tetapi menghilang esok hari.
Mahasiswa yang bergantung pada fortuna cenderung merasa kecewa atau bahkan frustasi ketika keberuntungan tidak lagi berpihak. Sebagai contoh, ketika nilai turun karena dosen yang lebih ketat atau ketika peluang magang yang diidamkan diambil oleh orang lain, individu yang hanya bergantung pada fortuna sering kali merasa kehilangan arah.
Virtue: Keutamaan yang Kokoh
Sebaliknya, virtue dalam Stoicisme merujuk pada keutamaan yang menjadi landasan kebijaksanaan, keberanian, pengendalian diri, dan keadilan. Virtue adalah kualitas internal yang dapat dikembangkan melalui latihan, refleksi, dan komitmen untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Dalam kehidupan akademis, virtue mencakup etos kerja keras, integritas, rasa ingin tahu yang tinggi, dan tekad untuk terus belajar meskipun dihadapkan pada tantangan.
Sebagai contoh, mahasiswa yang mengandalkan virtue akan tetap berusaha maksimal meskipun mengalami kegagalan, seperti tidak lulus dalam ujian atau ditolak dalam seleksi beasiswa. Alih-alih menyerah, mereka akan mengevaluasi kelemahan, belajar dari kesalahan, dan mencoba kembali dengan strategi yang lebih baik.