Mohon tunggu...
Desta Patrine
Desta Patrine Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya

Hobi= menyanyi,menari Mahasiswi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Cara Menghilangkan Trauma Psikologis pada Anak

8 Juni 2023   10:02 Diperbarui: 10 Juni 2023   17:56 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak mengalami trauma akibat kekerasan. Sumber: Shutterstock via kompas.com

Trauma psikologis dapat memengaruhi kemampuan anak untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, termasuk orang tua mereka. Di sisi lain, komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dapat membantu dalam pemulihan dan mengurangi dampak trauma. Ketika trauma yang dialami anak tidak ditangani dengan benar, maka tumbuh kembangnya bisa akan terhambat. 

Oleh karena itulah, orang tua perlu tahu apa saja gejala yang bisa dialami pada anak yang mengalami trauma. Anak yang mengalami trauma harus diberi perhatian lebih agar trauma yang menyelimutinya tidak mengganggu tumbuh kembang dan kehidupan sosialnya. Karena ini orang tua harus bisa berperan aktif dalam komunikasi tentang trauma psikologisnya terhadap orang di sekitarnya dan memiliki harapan yang baik karena semua orang tidak ada yang sempurna juga butuh dukungan saat masih anak-anak dan perjalanan hidup masih bisa diperbaiki untuk hidup kedepannya lebih baik.

Perkembangan anak biasanya berlangsung secara bertahap, yang masing-masing memberikan tugas dasar termasuk perolehan regulasi emosi yang seimbang dan penalaran moral. Jika trauma terjadi pada tahap perkembangan tertentu, ada bahaya nyata bahwa keterampilan dan kemampuan yang baru diperoleh dapat berada dalam bahaya.

Yaitu masa kanak-kanak dan hubungan dyadic awal

Di masa lalu, dianggap bahwa anak-anak dikecualikan dari kondisi traumatis, karena mereka tidak menyadari bahayanya. Sebaliknya, hari ini, anak-anak yang masih sangat kecil menanggapi trauma dan penderitaan yang diakibatkannya. Selama tahun pertama kehidupan tidak hanya maturasi neurobiologis yang mempengaruhi proses psikososial, tetapi juga pengalaman sosial. Secara khusus, interaksi dengan pengasuh mengubah struktur otak dan organisasi fungsional serta menjadikan hubungan keluarga awal untuk perkembangan anak menjadi penting.

Ilustrasi anak belajar. Sumber: Motgomery Community Media
Ilustrasi anak belajar. Sumber: Motgomery Community Media

Gejala Trauma pada Anak

*Perubahan perilaku

Perubahan perilaku pada anak akan terjadi jika dibarengi dengan perubahan emosi anak yang sedang trauma. Selain jadi lebih manja, anak yang tadinya sudah tidak mengompol jadi kembali mengompol karena cemas. Atau anak yang tadinya tidak rewel jadi kembali rewel karena ketakutan.

*Perubahan emosi

Perubahan emosi merupakan gejala yang paling mungkin terlihat ketika anak mengalami trauma. Anak yang mengalami trauma biasanya menjadi lebih sering ketakutan, bahkan pada sesuatu yang seharusnya tidak perlu ia takuti. Selain itu, anak juga sering merasa sedih dan menangis tanpa sebab. Bahkan, tak jarang ia suka menyalahkan dirinya sendiri.

Ilustrasi anak trauma akibat kekerasan. Sumber: Shutterstock via kompas.com
Ilustrasi anak trauma akibat kekerasan. Sumber: Shutterstock via kompas.com

*Menjadi pendiam

Tiba-tiba anak menjadi pendiam dan tertutup. Apalagi kalau anak sampai menjauh. Cobalah tanyakan apa yang sedang mereka pikirkan atau seputar perubahan perilakunya tersebut. Jika pendekatan yang kamu lakukan berhasil, biasanya sedikit demi sedikit anak akan bercerita.

Beberapa hal yang bisa orangtua lakukan di rumah untuk membantu anak keluar dari trauma yang dialaminya:

1.        Berikan rasa tenang

Beri tahu anak kalau trauma dapat di alami siapa saja. Selain itu,sampaikan juga bahwa rasa cemas merupakan hal wajar.

2.        Latih keberanian anak

Latih keberanian anak dengan jangan  biarkan anak tenggelam pada traumanya karena dapat menyebabkan anak cemas dan takut.  Orang tua harus melatih anak untuk menyikapi secara bijak suatu kejadian yang terjadi saat itu.

3.        Bimbing anak dengan sabar

Orang tua harus sabar mendampingi  anak melewati masa -masa penuh kecemasannya.

Sigmund Freud mengemukakan terdapat tiga bentuk kecemasan dalam individu yaitu kecemasan realitas, neurotik, dan moral. Dalam Psikoanalisa juga terdapat dua faktor yang dapat menyebabkan perilaku abnormal atau menyimpang, yaitu dinamika yang tidak efektif antara id, ego, dan superego dan diperoleh melalui proses belajar sejak kecil kurang stabil. 

Freud berpendapat bahwa masa anak–anak sangat mempengaruhi pola kehidupan hingga dewasa. Apabila pada masa anak–anak selalu tertekan (represi) pengalamannya dan dimasukkan ke dalam dunia bawah sadar maka suatu saat pengalaman itu akan muncul ke dunia kesadaran dan itulah yang menyebabkan trauma. Saat itu juga dapat menjadikan penyesuaian dan presepsi atau pandangan yang salah muncul pada individu. 

Namun, apabila individu dapat menyalurkan kenginannya secara wajar, yakni yang  masih berada dalam kendali ego yang rasional dan sesuai dengan realitas, maka gangguan tidak akan terjadi dan anak akan menjadi sehat.

Tujuan konseling dalam pandangan Psikoanalisa adalah supaya individu mengetahui ego dan memiliki ego yang kuat (ego strength). Hal ini berarti konseling akan menempatkan. Didalam konseling Psikoanalisa terdapat dua bagian hubungan klien dengan konselor. Kedua hubungan itu adalah melakukan aliansi (working alliance)( dan transferensi)(Transference). Keduanya memiliki fungsi yang berbeda dalam konseling  .

Melakukan aliansi merupakan sikap klien kepada konselor yang cenderung bersikap irasional, realistis, dan tidak neurotik. Biasanya aliansi ini terjadi pada awal hubungan konselor dengan konseling. Pada Psikoanalisa terdapat beberapa teknik yang digunakan untuk orang yang mengalami trauma karena masa lalunya.Teknik-teknik spesifik yang digunakan oleh freud dalam psikoterapi sebagai berikut

Ilustrasi anak bermain. Sumber: Jcomp/Freepik
Ilustrasi anak bermain. Sumber: Jcomp/Freepik

1. Terapi bicara (Talk therapy): Freud percaya bahwa membuka jalur komunikasi antara terapis dan anak sangat penting. Anak diberikan ruang aman untuk berbicara tentang pengalaman traumatis mereka. Terapis bertindak sebagai pendengar yang empati dan memberikan interpretasi tentang perasaan dan konflik yang mungkin muncul.

2. Teknik bebas asosiasi: Freud mengembangkan teknik ini di mana anak diberikan kebebasan untuk mengemukakan apa pun yang ada dalam pikirannya. Hal ini dapat membantu anak mengungkapkan perasaan, pikiran, dan ingatan tersembunyi yang terkait dengan trauma.

3. Penafsiran mimpi: Freud meyakini bahwa mimpi adalah jendela ke dalam pikiran bawah sadar. Dalam terapi, mimpi anak diinterpretasikan untuk menggali pemahaman lebih dalam tentang konflik dan perasaan yang terkait dengan trauma.

4. Pemindahan (Transference): Freud mengamati bahwa anak-anak dapat memindahkan perasaan dan emosi mereka yang tak terpecahkan pada figur otoritas dalam terapi, seperti terapis. Terapis menggunakan pemindahan ini sebagai kesempatan untuk menjelaskan dan menerima perasaan anak yang terlibat dalam pengalaman traumatis.

5. Rekonstruksi sejarah kehidupan: Freud percaya bahwa menggali sejarah kehidupan anak dapat membantu mengungkapkan hubungan antara trauma masa lalu dan gejala saat ini. Anak didorong untuk mengingat dan menceritakan pengalaman masa lalu mereka, dan terapis membantu anak memproses dan memahami pengalaman tersebut.

Jadi, kesimpulannya ketika menghadapi anak yang mengalami trauma, penting untuk menyadari bahwa setiap kasus dapat berbeda dan membutuhkan pendekatan yang spesifik. Nah karena itu juga setiap anak dan situasi trauma adalah unik, jadi penting untuk melibatkan pendekatan yang empatik, sabar, dan sensitif terhadap kebutuhan individu anak.

(Ardiani Citra, 2017; Fadli Rizal, 2021; Malizia Nicola, 2017)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun