Pria itu menyeringai, tetapi menatapnya dengan misteri. "Ya. Saya akan naik ke gedung itu," tunjuknya.
Wenny mengikuti arahan telunjuknya. "Saya kerja di sana."
"Oh?" Alis mata si pria terangkat sebelah. "Kita bisa naik lift yang sama."
"Sekarang?"
"Sekarang."
Seperti sihir, Wenny mengikutinya. Tidak ada percakapan di antara mereka selain si pria mengatakan namanya. Darin.
Mereka tiba di atap gedung. Angin kuat menerpa, terasa agak dingin. Wenny harus memegangi kepalanya agar rambutnya tak menggila diembus angin.
"Kau lupa padaku," kata Darin enteng, sambil membuka ranselnya.
"Lupa?"
"Kau lupa tentang Palasakti?"
"Palasakti?" Wendy semakin bingung. Pria yang aneh.