Jika bukan pacarnya yang memberi tahu, ia tak akan pernah tahu ada sederet angka di punggungnya, dekat leher. Merasa tak pernah membuat tato, ia tak tahu bagaimana angka-angka itu bisa bersarang di sana. Rasanya seperti cerita fiksi ilmiah.
Berapa lama ada di sana? Siapa yang membuat? Kapan? Bagaimana? Semua pertanyaan itu berputar di kepalanya.
Ia catat angka-angka aneh itu. Tak sedikit pun mengingatkannya pada sesuatu, entah tanggal lahir, alamat, rekening bank, atau nomor keanggotaan perpustakaan kota. Angka-angka itu juga jauh dari pola nomor telepon. Pun tak mirip dengan kode-kode lain yang terlintas di kepalanya.
Sejak mengetahui keberadaan angka-angka itu, ia merasa hidupnya tak aman. Apakah ada penguntit? Pembunuh? Oh, jangan-jangan santet! Namun, siapa yang begitu membecinya? Ia tak habis pikir. Siapa  ... dan mengapa?
Suatu malam, iseng dipencetnya seluler dengan angka-angka itu. Ia menatap layar, menimbang-nimbang. Lima menit kemudian dipencetnya tombol telepon.
Terhubung dan ia pun terkejut. Adrenalinnya langsung naik.
"Halo," jawab orang di seberang. Suaranya agak berat.
"Siapa ini?"
"Pencabut nyawa."
"Jangan bercanda, ya! Di mana kau? Siapa yang menyuruhmu?"
"Di belakangmu."
Ia cepat-cepat membalikkan tubuh. Di hadapannya kini berdiri seorang pria. Rambutnya putih, menyembul dari tudung jubah.
"Kematian," seringainya, "menyuruhku datang."
Bau kematian menyeruak seiring ditariknya pedang dari selubung. Sedetik kemudian, sang korban pun bercucuran darah, jatuh keras menabrak lantai.
***
Garis kuning polisi telah membentang bermeter-meter mengepung rumahnya.
Si pacar curiga teleponnya tak diangkat lalu datang. Selanjutnya ia terduduk lemas melihat kekasihnya yang tergeletak diam. Satu jam kemudian polisi pun wara-wiri.
Sang detektif mengamati si korban lalu bertanya pada petugas forensik, sebuah pertanyaan yang sudah otomatis meluncur dari bibirnya, "Penyebab kematian?"
"Kemungkinan besar serangan jantung. Tak ada tanda kekerasan. Surat bunuh diri juga tidak ada."
Sang detektif mengangguk, lega. Memang ia masih harus menunggu hasil otopsi lengkap, tapi setidaknya harapan ini kasus yang bukan kasus tampak besar. Kematian selalu menyedihkan. Namun, setidaknya ini bukan kematian yang berdarah-darah, pikirnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H