Ia cepat-cepat membalikkan tubuh. Di hadapannya kini berdiri seorang pria. Rambutnya putih, menyembul dari tudung jubah.
"Kematian," seringainya, "menyuruhku datang."
Bau kematian menyeruak seiring ditariknya pedang dari selubung. Sedetik kemudian, sang korban pun bercucuran darah, jatuh keras menabrak lantai.
***
Garis kuning polisi telah membentang bermeter-meter mengepung rumahnya.
Si pacar curiga teleponnya tak diangkat lalu datang. Selanjutnya ia terduduk lemas melihat kekasihnya yang tergeletak diam. Satu jam kemudian polisi pun wara-wiri.
Sang detektif mengamati si korban lalu bertanya pada petugas forensik, sebuah pertanyaan yang sudah otomatis meluncur dari bibirnya, "Penyebab kematian?"
"Kemungkinan besar serangan jantung. Tak ada tanda kekerasan. Surat bunuh diri juga tidak ada."
Sang detektif mengangguk, lega. Memang ia masih harus menunggu hasil otopsi lengkap, tapi setidaknya harapan ini kasus yang bukan kasus tampak besar. Kematian selalu menyedihkan. Namun, setidaknya ini bukan kematian yang berdarah-darah, pikirnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H