Mohon tunggu...
Dessy Yasmita
Dessy Yasmita Mohon Tunggu... Desainer - valar morghulis

If you want to be a good author, study Game of Thrones.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tarung

6 Desember 2018   10:18 Diperbarui: 9 Desember 2018   22:29 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka berdiri di antara angin yang menderu, saling menatap dengan perasaan gemuruh. Kebencian telah mendaging. Kemarahan sudah lama luruh jadi darah. Dendam akan terbalas hari ini, masing-masing sudah bersumpah.

Di antara awan yang menggelembung, menggelap, tubuh mereka tegang waspada. Siapa yang akan melepas pedang duluan? Namun, detik-detik berlalu tanpa kata, tanpa tindakan; hanya tatapan tajam saling tertumbuk.

Kenangan-kenangan kecil berkelebat. Masa-masa lalu yang manis, yang pahit, dan akhirnya menjadi duri melintas dan menguap dalam pikiran mereka. Salah satu akan mati hari ini. Harus. Dan kenangan-kenangan purba itu terasa mendidihkan hasrat mereka untuk segera bergerak. Namun, tubuh mereka masih kaku menunggu. Mungkin menunggu salah satu di antaranya mengucapkan kata perpisahan. 

Sudah sering mereka lakukan itu: saling menantang, saling mengucapkan kata terakhir, tapi tak ada yang mati. Akhirnya basa-basi pengantar itu hilang sendiri, entah sudah berapa lama. Mungkin bosan. Mungkin lebih baik tanpa kata. 

Hidup dan kematian adalah kejutan.

Mungkin begitu akhirnya mereka menyimpulkan. Sampai akhirnya kata-kata tak pernah lagi terucap di antara mereka dan kebisuan menjelma kata. 

Sekonyong-konyong mereka saling melepas pedang, berteriak saling menubrukkannya, memercikkan api. Denting tempaan metal menyakitkan. Mungkin itulah jeritan hati yang berpadu dengan tarian yang gesit melompat, menerjang, dan berputar.

Jangan kau hitung waktunya. Di sini waktu sudah lebur jadi peluh. 

Darah mengalir, memercik dari lengan dan perut yang tersayat. Namun, tanda-tanda untuk berhenti tak kunjung tiba. Mereka terlalu sabar, meski napas tersengal, lebih sabar dari waktu-waktu sebelumnya.

Tarian itu makin melelahkan. Keringat menjadi hujan dari pori. Baunya merrbak bersama anyir. Masing-masing akhirnya tertusuk-tusuk lebih dalam, lebih banyak dari pertarungan-pertarungan sebelumnya. 

Saat keduanya terlempar saling menjauh, satu di antaranya berkata, "Lemparkan tubuhmu padaku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun