Mohon tunggu...
Dessy Liestiyani
Dessy Liestiyani Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta, mantan kru televisi, penikmat musik dan film

menggemari literasi terutama yang terkait bidang pariwisata, perhotelan, catatan perjalanan, serta hiburan seperti musik, film, atau televisi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berkaca dari Viralnya "Brownis" Trans TV, Apakah Gimmick Memang Tidak Bisa Diantisipasi?

18 Juni 2023   10:17 Diperbarui: 18 Juni 2023   10:21 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber:  www.kompas.com)

Entah sudah berapa kali program TV dihujat karena dianggap tidak bermoral. Beberapa waktu lalu, giliran program talkshow-gossip-lucu-lucuan "Brownis" di Trans TV yang kena (lagi). Salah satu episode yang menghadirkan bintang tamu para atlet disabilitas dikecam keras karena mengajak mereka ikutan joget mengikuti Deo Valent, seorang instruktur senam yang (katanya) lagi viral.

Tanpa komando, caci maki pun menghujani pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab seperti produser, tim kreatif, serta para host program ini. Mengutip Tribunnews, Agung Rizki Satria, salah seorang atlet disabilitas yang menjadi bintang tamu saat itu mengatakan bahwa tim kreatif sudah minta maaf padanya. Kata tim kreatif itu, ia diserang warganet.

Membaca itu membuat saya jadi ragu jika zaman sekarang, rating masih menjadi satu-satunya "tujuan hidup" sebuah program. Sepertinya, viral dan diamuk warganet jauh lebih mengerikan dibanding diamuk bos karena rating kecil. Haha!

Sebagai pemirsa, sebenarnya saya pengin ikut-ikutan mengutuk tim produksi. Tapi sebagai mantan tim produksi TV, saya sempat merasa mak jleb juga, seperti ikut merasakan bagaimana rasanya jika program saya yang "kepeleset".

Sebelumnya, mari saya ceritakan dulu kenangan ketika masih menjadi tim produksi TV, beberapa tahun lalu. Saya paham sekali bahwa dunia TV yang menghidupi saya kala itu bisa jadi sangat menyenangkan ketika dibebaskan untuk berpikir kreatif. Namun, dunia ini juga bisa sangat mengkhawatirkan ketika apa yang saya dan tim produksi anggap adalah sesuatu yang seru, ternyata justru bermasalah dikemudian hari.

Disinilah pentingnya sebuah konsep "digodok" dengan matang. Sebuah program yang tayang baik reguler (tayangan rutin) maupun spesial (biasanya satu kali tayang) biasanya akan melalui proses pembahasan program terlebih dahulu pada saat pra produksi. Menentukan format (jenis program), menyusun tema dan nuansa set, memilih talent (pengisi acara mulai dari host, bintang tamu, atau pemeran pendukung), merangkai rundown (susunan acara), menetapkan kebutuhan-kebutuhan teknis, sampai mengarang gimmick; sesuatu yang sebenarnya tidak bisa dianggap sepele.

Gimmick yang sepertinya sangat sederhana pun bisa saja "kecolongan", seperti yang saya lihat dari tayangan "Brownis" di episode tersebut. Gimmick senam bersama itu sebenarnya sudah bisa ditebak ketika Deo Valent muncul. Sepintas, apa sih yang bakalan bikin "bahaya" dari sekadar senam? Tapi, penampilan Deo Valent yang digabung dalam segmen yang sama dengan bintang tamu lainnya itu yang ternyata menimbulkan masalah. Ndilalah, bintang tamunya adalah para atlet disabilitas.

Menempatkan mereka di segmen yang sama saja bagi saya sudah nggak pas. Sudah tahu akan ada adegan senam, secara look mungkin saja dirasa tidak terlalu bagus jika semua pengisi acara heboh bersenam ria, sementara di set yang sama ada bintang tamu yang tidak terlibat. Sementara kalau bintang tamu itu disuruh ikutan senam juga, nah, sudah tahu kan efeknya gimana.

Tapi mungkin, ada pertimbangan sendiri mengapa tim produksi menggabungkan mereka di segmen yang sama. Saat itulah menurut saya, sang produser harus berpikir cepat mengantisipasi segala kemungkinan yang mungkin terjadi; termasuk jika para atlet disabilitas diajak ikutan senam.

Melihat salah satu kru justru inframe dan ikutan senam, saya merasa bahwa tim kreatif saat itu tidak merasa bahwa gimmick itu tidak pantas. Bagaimana dengan sang produser? Tidak adanya interupsi terhadap adegan itu membuat saya menduga bahwa beliau pun satu pemikiran dengan tim kreatifnya. Tapi, saya juga tidak menampik kemungkinan bahwa bisa saja hal itu terjadi karena inisiatif host, yang kemudian dibiarkan oleh tim produksi.

Padahal jika dianggap tidak pas, interupsi sangat bisa dilakukan untuk program live (apalagi taping). Komunikasi dengan para pengisi acara saat live bisa dilakukan di studio melalui kode dari floor director, atau melalui matador (papan untuk memberikan instruksi) yang dipegang tim kreatif. Selain itu, di beberapa program, host juga dibekali earpiece (speaker kecil di telinga) sebagai sarana untuk berkomunikasi langsung dengan kru di control room --yang biasanya ada sang produser di sana.

Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, konsep (termasuk gimmick di dalamnya) sangat perlu "digodok" matang-matang saat rapat pra produksi. Peran produser sangat penting mulai dari tahap ini. Bagi saya, seorang produser tidak hanya dituntut untuk memikirkan bagaimana merealisasikan suatu ide atau gimmick-gimmick saja, tapi lebih mempertimbangkan apakah ide tersebut layak untuk dimainkan atau tidak, serta bagaimana dampak kedepannya.

Pengalaman saya dulu, walaupun sudah berjam-jam "pertumpahan iler" di rapat pra produksi, kadang ya masih bisa juga program "kepeleset" seperti itu. Saya sebenarnya masih berharap ada "lapisan" lain yang bisa menjadi penyaring, sebagai pemberi masukan dan pengingat ke produser tentang ide-ide yang akan dilakukannya. Disinilah kadang saya mendapatkan masukan itu justru dari program director. Di ruang kontrol, program director juga berhak memberikan masukan-masukan selama syuting. Walaupun keputusan akhir tetap di tangan produser.

"Brownis" sendiri sebenarnya sudah menjadi program stripping (tayang setiap hari di jam yang sama) dalam rentang waktu yang cukup lama, sejak 2017. Saya membayangkan betapa sulit tim produksinya ketika "membangun" program ini, dan membuatnya bisa bertahan sampai saat ini. Sayang saja jika akhirnya malah "tersandung" oleh hal-hal yang seharusnya bisa diantisipasi sebelumnya.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun