Film Ngeri Ngeri Sedap rilis pada tanggal 2 Juni 2022 di Bioskop.
Film yang mengangkat kisah suku Batak ini lebih lanjut juga sudah dapat disaksikan melalui platform Netflix sejak 6 Oktober 2022.
Film Ngeri Ngeri Sedap merupakan film yang kontroversial.
Kontroversial dapat dilihat dari cerita di dalam film yang mengisahkan pertentangan-pertentangan antara budaya Batak yang dipegang teguh khususnya oleh Pak Domu dengan apa yang diinginkan oleh anak-anaknya.
Perbedaan keyakinan itu membuat setiap tokoh di dalam film itu memperdebatkan, memaksa, dan memperjuangkan keinginannya masing-masing.
Pesan atau Makna Film
Dilansir dari Kompas.com (Mario, 2022), sutradara Film Ngeri Ngeri Sedap, Bene Dion Rajagukguk menyatakan pesan dibalik film ini adalah untuk mematahkan stereotip dan mengenalkan budaya, komedian juga mampu menjadi aktor, dan menonjolkan kekayaan budaya Batak dalam film.
Namun, pesan yang diterima oleh tiga penonton yang saya wawancarai justru lebih fokus pada penceritaan yang disuguhkan dalam film dan sifatnya lebih mengarah pada praktis.
Seorang penonton bersuku Chinese, Martatilar Ivosari (23) yang biasa disapa Martha mengungkapkan bahwa pesan yang ia dapatkan adalah mengenai orang tua yang harusnya dapat mendukung anaknya untuk mencapai cita-cita, bukan sebagai penghalang.
"Pesannya itu dalam sebuah keluarga, anak-anak masing-masing pasti punya impian dan cita-cita yang mereka ingin mereka kejar dan capai. Kupikir keluarga itu harusnya bukan jadi penghalang, tapi jadi jembatan gimana supaya impian anak-anak mereka bisa tercapai gitu," ucap Martha yang tinggal di Binjai, Sumatera Utara.
Seorang penonton bersuku campuran Chinese-Jawa, Albertus Handy Widodo (20) yang kerap disapa Handy menangkap pesan dari film ini mengenai keharusannya seorang anak untuk pulang menemui orang tua meskipun merantau.
"Pesan yang gua dapatkan ya jangan ninggalin orang tua. Walaupun kita merantau ya harusnya kita pulang. Entah itu setahun sekali atau dua tahun sekali. Lebih baik ya sering la berkunjung ke orang tua," papar Handy yang berasal dari Cilacap, Jawa Tengah.
Seorang penonton bersuku Batak, Amelia Natasya Sinaga (21) yang biasa dipanggil Amel menangkap pesan dari film ini tentang sosok orang tua yang berubah seiring bertambahnya usia.
"Pesan yang aku dapat dari film ini ternyata orang tua kita itu semakin tua semakin butuh pengertian dan butuh komunikasi dengan anak-anaknya. Pemikiran mereka itu hanya ingin dimengerti. Terkadang orang tua yang hidup berbeda zaman dengan kita itu memiliki pandangan dan cara berpikir yang berbeda juga," tutur Amel yang berasal dari Lubuk Pakam, Sumatera Utara.
Relasi Cerita di dalam Film dengan Kehidupan Nyata
Dalam film, diceritakan bagaimana Pak Domu sangat keras melarang Domu (anak sulung) untuk menikah dengan beda suku karena anak laki-laki yang meneruskan marga.
Lalu, Pak Domu tidak menginginkan Gabe (anak kedua) menjadi komedian karena ingin Gabe menjadi jaksa atau hakim.
Pak Domu juga menuntut Sahat (anak bungsu) untuk pulang ke rumah sebab ia yang akan menjaga rumah dan keluarga.
Sementara untuk anak ketiga, Sarma yang merupakan anak perempuan, dituntut untuk tidak pergi jauh dan bekerja sebagai PNS seperti keinginan orang tuanya, meskipun keinginan Sarma sebenarnya tidak ingin menjadi PNS.
Hassan, Abdullah, Hajijubok, & Salleh (2016, h. 66)Â menyatakan bahwa film bisa menjadi media untuk mengungkapkan kebenaran esensial mengenai kondisi manusia.
Pernyataan tersebut relevan dengan penceritaan yang disuguhkan dalam film Ngeri Ngeri Sedap atas penggambaran kebenaran kondisi ketiga penonton dalam kehidupan nyatanya.
Martha sepakat dengan anak laki-laki yang lebih diagungkan karena membawa marga dan setuju akan tuntutan untuk menikah dengan suku yang sama.
"Mirip-mirip sih budaya Chinese sama budaya Batak. Kan anak laki-laki itu memang lebih diutamakan karena bawa marga terlepas dari urutan kelahirannya. Lalu suku Chinese itu memang agak original gitu. Dia pengennya pasti anaknya nikah sama satu suku juga, Chinese sama Chinese," tutur Martha.
Handy dalam hidupnya juga pernah merasa seperti yang dirasakan Gabe dalam film, namun beruntungnya ia masih dapat menolak paksaan orang tuanya.
"Kalau untuk penekanan seorang anak harus menjadi apa, dari orang tua aku ada. Mereka lebih menginginkan aku bekerja di bidang keuangan gitu. Bahkan aku dulu disuruh kuliah di Manajemen Keuangan atau Akuntansi. Dulu sempat dipaksa gitu, tapi akunya gak mau, nolak," papar Handy.
Selain itu, Handy sebagai anak sulung juga merasakan tuntutan menikah dengan sesama suku Chinese.
"Aku sebagai anak laki-laki di keluargaku ini kayak Domu. Harus nikah sama sesama suku. Kalau bisa harus banget sama Chinese begitu karena ya ingin melanjutkan keturunan Chinese. Jadi di keluargaku harus Chinese la apalagi aku sebagai anak pertama," tambah Handy.
Amel yang berada di keluarga Batak juga membenarkan bahwa memang anak laki-laki begitu diagungkan karena membawa marga sehingga terdapat perlakukan lebih istimewa.
"Di keluarga Batak menurut saya anak laki-laki itu sangat-sangat diagungkan karena mereka membawa marga yang akan diturunkan kepada anak mereka nanti. Mereka diperlakukan sangat istimewa, beda dengan anak perempuan. Mereka diizinkan untuk merantau dan bekerja lebih jauh agar menjadi orang yang sukses," cerita Amel.
Sebagai anak perempuan dalam keluarga Batak, Amel juga turut merasakan apa yang dirasakan Sarma dalam film tersebut di kehidupan nyata.
"Perlakuan yang dilakukan Pak Domu kepada Sarma itu adalah perlakukan yang sangat-sangat relate di kehidupan Batak terutama saya sendiri. Saya dilarang jauh dari orang tua mengingat saya adalah boru kesayangan atau boru panggoaran atau anak pertama dari keluarga saya" papar Amel.
"Anak perempuan ini selalu dituntut dan diarahkan kehidupannya oleh orang tuanya. Mengingat mereka tidak ingin anak perempuannya gagal," tambahnya.
Harapan dan Kesan dari Penonton
Martha dan Handy mempunyai harapan yang lebih mengarah pada tokoh orang tua. Mereka berharap agar orang tua bisa mendukung anak-anaknya.
"Semoga orang tua yang nonton film ini bisa sadar bahwasannya tradisi itu penting buat dijaga, tapi jangan sampai tradisi itu buat menghalangi, gak fleksibel, buat atmosfer rumah gak enak gitu. Karena tradisinya itu kan sangat patriarki. Sangat menyiksa," ucap Martha
"Untuk para orang tua, kalau anaknya suka sama sesuatu yang itu positif, didukung. Jangan dihalang-halangin. Jangan mau dituntut seperti mau mu orang tua," tutur Handy
Sementara Amel selaku orang Batak lebih terkesan bangga atas pengangkatan budaya Batak dalam film ini.
"Suatu kebanggaan karena bisa mengangkat budaya hidup orang Batak yang selama ini belum diketahui oleh banyak orang," ucap Amel.
Daftar Pustaka:
Hassan, D., Abdullah, N., Hajijubok, N., & Salleh S. (2016). Determination of factors that influenced film audiences. Proceeding 7th International Conference on Global Social Entrepreneurship (Kundasang). Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/314086286_Determination_of_Factors_That_Influenced_Film_Audiences
Mario, V. (2022, Juni 3). Sutradara ungkap tujuan dan pesan dibalik film ngeri-ngeri sedap. Diakses pada November 11, 2022, dari https://www.kompas.com/hype/read/2022/06/03/231540366/sutradara-ungkap-tujuan-dan-pesan-di-balik-film-ngeri-ngeri-sedap?page=all
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H