Mohon tunggu...
Amir Harjo
Amir Harjo Mohon Tunggu... Lainnya - Bekerja sebagai analis data di salah satu consumer goods

Saya Amir Harjo. Saya suka membaca dan sekarang sedang mengasah kemampuan menulis. Saya banyak menulis di Medium. Kadang-kadang, saya beruntung karena tulisan saya dimuat di media-media terkenal seperti Detik atau Mojok.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Banyak Jalan Menuju Puncak, tetapi Tidak Seperti yang Anda Kira

6 Juli 2024   20:49 Diperbarui: 7 Juli 2024   17:06 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bayangkan kamu tinggal di Jakarta, punya keluarga dan bekerja dengan giat tiap hari. Kira-kira aktivitas apa yang bisa kamu lakukan ketika ada long weekend ataupun liburan sekolah?

Bagi yang karirnya cukup moncer dan memiliki uang berlebih, pergi ke Bali dan Singapura mungkin adalah pilihan yang cukup nyata.

Untuk yang dananya tidak melimpah, pergi ke Ancol, Anyer ataupun Puncak adalah jawabannya.

Dan ketika membicarakan Puncak, maka yang terbayang adalah hawanya yang dingin, sejuk, dan pemandangan yang indah.

Banyak ragam aktivitas yang bisa dilakukan, mulai dari wisata kuliner, hiking, menginap di hotel atau villa, berkemah ataupun ke tempat wisata dengan pemandangan gunung atau sungai yang menawan.

Saya, istri dan anak-anak saya juga menjadikan puncak sebagai salah satu opsi ketika kami memiliki waktu luang. Dan karena sudah beberapa kali kami ke Puncak, jadi kami paham bahwa ada banyak jalan menuju puncak, tidak hanya melalui jalan Ciawi yang cukup padat.

Suatu waktu dulu, ketika masa liburan sekolah, kami berencana menginap di suatu hotel di suatu lembah. Sebelum menuju kesana, kami mampir dahulu ke Taman Safari.

Sudah menjadi kebiasaan kalau sesekali kami juga mengecek media sosial. Ternyata saat itu, jalan menuju puncak sedang ditutup karena ada longsor.

Padahal hotel kami ada disisi sebelah lain puncak dan uang pun sudah dibayar. 

Tentu saja melewati jalan yang biasa akan memakan waktu karena harus menunggu sampai jalan sudah dibuka.

Dengan berbekal Google Maps, kami mengendarai mobil kami ke arah bawah ke arah Sentul. Dari Sentul, kami diberi arah oleh Google Maps untuk melewati jalan yang kami sendiri tidak familiar.

Hari itu sudah gelap, sudah melewati Isya. Jalanan sangat becek karena hujan.

Lampu penerangan jalan ala kadarnya karena memang jalan alternatif sisi pegunungan ini tidak terbangun dengan baik. Selain itu di sisi kanan kami adalah jurang.

Kami sangat tidak nyaman dan khawatir. Bagaimana kalau bensin kami habis? Bagaimana kalau terperosok? Bagaimana ban kami bocor?

Untungnya, ada beberapa mobil yang kadang berkendara bersama kami. Mungkin mereka juga menghindari jalanan yang ditutup.

Setelah berkendara beberapa jam, mendekati pukul sepuluh malam akhirnya kami sampai di tujuan. Tetapi ada beberapa informasi yang membuat kami menyesal.

Ternyata, tanah longsor sudah bisa diatas beberapa jam yang lalu. Jadi kami sebenarnya membuang banyak waktu di jalur alternatif.

Tapi bagusnya adalah kami jadi tahu jalur alternatif ini dan setelah itu kami beberapa kali melewati jalan itu pada siang hari.

Memang jalannya tidak padat dan bisa memotong waktu tempuh kalau kita menuju Ciawi-Cibodas.

Di sepanjang jalan alternatif ini juga jamak tempat wisata semisal untuk berkemah ataupun menikmati pemandangan sambil menyesap kopi. 

Akan tetapi sangat tidak disarankan untuk menggunakan jalur ini pada malam hari.

Pada waktu yang lain, selang lima tahun dari kejadian pertama, kami lagi-lagi berencana untuk menginap di salah satu hotel di daerah Cipanas, turun sedikit dari Puncak. Karena sedang libur sekolah, tentunya jalanan menuju Puncak padat merayap, meskipun hari itu hari kerja.

Lagi-lagi kami mengandalkan alat andalan kami yaitu Google Maps.

Menurut pantauan Google Maps, ada jalan alternatif yang bisa menjangkau tempat kami lebih cepat, kira-kira satu jam.

Dengan semangat petualangan tinggi, kami mengikuti rekomendasi yang ada di peta. Tak disangka, ternyata banyak mobil yang mengikuti saran dari Google Maps.

Jalanan yang sempit melewati perumahan padat ataupun areal persawahan menemani perjalanan kami.

Karena jalanan sempit dan tidak terawat, ada area-area tertentu sepanjang perjalanan yang membuat kami harus antri agar bisa lewat.

Rencana kami untuk bisa sampai di hotel dalam tiga sampai empat jam tertunda menjadi tujuh jam perjalanan.

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Pengalaman waktu berangkat ini membuat kami kapok dan tidak ingin menggunakan jalur alternatif. Karena selain jalanan sempit, fasilitas seperti tempat makan untuk istirahat ataupun buang hajat juga sangat terbatas. Maka kami mengambil jalan utama untuk pulang.

Dan seperti yang diharapkan, dengan padatnya jalanan, kami membuang waktu hampir delapan jam untuk pulang.

Kalau anda menjadi saya, anda akan memilih mana untuk menuju Puncak? Menggunakan jalan alternatif atau menggunakan jalan utama?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun