Mohon tunggu...
Dessy Achieriny
Dessy Achieriny Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content creator

Blogger

Selanjutnya

Tutup

Money

Ironi Industri Bauksit di Negeri Sendiri

17 Juni 2015   18:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:39 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengamat ekonomi Faisal Basri menilai, aturan itu membuat industri bauksit nasional hancur lantaran semua perusahaan bauksit tak lagi diperbolehkan mengekspor bauksit yang merupakan bahan mentah pembuatan aluminium. Ia pun menggambarkan kondisi saat ini adalah mengasingkan perusahaan nasional, bukan menasionalkan asing dan mengungkapkan bahwa usaha pertambangan  adalah usaha dengan investasi yang besar dan berjangka panjang, itu sebabnya perlu kepastian hukum dan pemerintah harus memiliki keberpihakan terhadap perusahaan-perusahaan nasional yang berani mengambil resiko tinggi tersebut. "Rusal itu tahun 2007 sudah pernah MoU dengan Antam buat smelter, tetapi tidak jadi. Lalu pada 2014 buat lagi MoU dengan Suryo Sulisto. Untuk itu (investasi Rusal), pemerintah dengan gagah berani memenuhi syarat Rusal untuk melarang ekspor. Sekitar 40 juta ton bauksit hilang di pasaran sehingga harga naik dan saham Rusal naik, untungnya ratusan juta dollar," ungkap Faisal Basri.  Jelas sekali bahwa, masih ada pihak-pihak yang tak bertanggung jawab yang mencoba menguasai industri pertambangan Indonesia untuk kepentingan segelintir orang untuk mengambil keuntungan. PerMen ESDM tersebut meresahkan pelaku usaha yang khususnya selama ini  bergerak dalam bidang pertambangan bauksit, bijih besi dan zirkon. Di sini dibutuhkan peran pemerintah yang mempunyai beban yang tidak ringan untuk mengantisipasi masalah yang terjadi.

Dibutuhkan realisasi untuk upaya hilirasi mineral yang bertujuan untuk memperkuat industri logam dasar memerlukan penelaahan kembali secara lebih komprehensif dengan mempertimbangkan integrasi dari hulu sampai hilir yang menjadi tanggung jawab pemerintah  secara teknis dilaksanakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Setiap pihak memang memiliki standarisasi pemikirannya masing-masing yang berniat memajukan negara, namun jika kebijakan itu dapat merugikan negara lebih banyak maka perlu dikaji ulang, sebab tidak semua yang berawal baik akan berakhir menjadi baik. IUP perusahaan menengah/kecil diberikan waktu yang rational, bertahap disinkronkan dengan skala smelter manufaktur sehingga tidak terjadi  LINK & MATCH.  Penyempurnaan kembali dan mengkaji PerMen ESDM No.1 tahun 2014, mengatur pemegang IUP operasi produksi yang sudah mengolah dan Pemegang IUP produksi yang belum mengolah. Terapkan sanksi administratif bagi yang melanggar  (Pasal 151 UU no 4 thn 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batu Bara), IUP, IUPK, IUPR yang tidak melaksanakan kewajibannya, termasuk pasal 102, 103. Sanksi secara tertulis dengan penghentian sementara, sebagian atau seluruh kegiatan operasi eksplorasi atau pencabutan IUP, IUPK, IUPR.  Sehingga mencegah maraknya pertambangan bauksit secara ilegal yang dapat merusak lingkungan dan merugikan negara. Pemerintah mungkin luput melihat bahwa aktivitas penambangan bauksit ilegal di pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau di Pulau Dompak, Tanjungpinang tampak semakin menjamur.  Ini kenapa diperlukannya kerjasama dengan segala pihak dan instansi pemerintah terkait untuk sama-sama punya andil memajukan industri Bauksit untuk sebenar-benarnya kemakmuran rakyat, mendorong terciptanya iklim investasi yang sehat , peningkatan industri bauksit, alumina yang hebat, yang menjadi RAJA di negeri sendiri.

 

Narasumber :

  • Mantan Dirjen Minerba, Pengamat Pertambangan Mineral dan Batubara : Ir. Simon F. Sembiring
  • Pakar Ekonomi: Faisal Basri
  • Haluan Kepri
  • Mikhail Kuritsyn Direktur Dewan Bisnis Indonesia-Rusia
  • Hatta Radjasa Mantan Menteri Kordinator Perekonomian

Image sources: Google

Dessy Achieriny 

Bekasi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun