Mohon tunggu...
DESSY FIRWANTI NIM (121221114)
DESSY FIRWANTI NIM (121221114) Mohon Tunggu... Mahasiswa - jurusan S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitan Dian Nusantara - Mata Kuliah Akuntansi Perpajakkan - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak

jurusan S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitan Dian Nusantara - Mata Kuliah Akuntansi Perpajakkan - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Aplikasi SPT pada Kompensasi Kerugian dan Fasilitas Perpajakan - Kuis 10

23 Juni 2024   21:53 Diperbarui: 23 Juni 2024   22:29 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ortax.org/kompensasi-kerugian

Apa pengertian dari kompensasi kerugian Fiskal ?

Kompensasi kerugian fiskal adalah mekanisme penggantian kerugian yang diterapkan oleh wajib pajak, baik perorangan maupun perusahaan, yang mengalami kerugian berdasarkan pembukuan mereka. Kompensasi ini dapat dilakukan selama lima tahun berturut-turut pada tahun-tahun berikutnya.

Biasanya, sebuah perusahaan memiliki dua jenis perhitungan keuangan: perhitungan komersial dan perhitungan fiskal. Perhitungan fiskal lebih menekankan pada penyusunan laporan pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan mempertimbangkan dampak perpajakannya bagi perusahaan.

Lalu, apa tujuan dari perhitungan fiskal itu? Perhitungan fiskal berfungsi sebagai laporan keuangan yang disiapkan perusahaan untuk disampaikan kepada otoritas pajak. Ini adalah bagian dari kepatuhan terhadap peraturan pajak (tax compliance). Dari perhitungan tersebut, akan diketahui apakah perusahaan mengalami kerugian fiskal atau tidak.

Landasan hukum untuk kompensasi kerugian fiskal diatur dalam Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa:

"Jika penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dijelaskan pada ayat (1) mengalami kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada tahun-tahun pajak berikutnya secara berurutan hingga 5 tahun."

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), beberapa hal penting terkait kompensasi kerugian fiskal adalah sebagai berikut:

  • Kerugian fiskal, sebagaimana dijelaskan dalam UU PPh, merujuk pada kerugian yang tercantum dalam ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), atau kerugian yang tercatat dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh berdasarkan penilaian mandiri (self-assessment) jika DJP belum menerbitkan ketetapan pajak.
  • Jika kemudian, hasil pemeriksaan pajak menetapkan jumlah kerugian fiskal yang berbeda dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh atau jika pemeriksaan menunjukkan tidak ada kerugian, maka kompensasi kerugian fiskal harus segera diperbaiki sesuai dengan prosedur koreksi SPT sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan.
  • Kompensasi kerugian fiskal tidak berlaku bagi wajib pajak yang seluruh penghasilannya dikenakan pajak final atau yang penghasilannya bukan merupakan objek pajak. Selain itu, kerugian yang diperoleh dari luar negeri tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan kompensasi kerugian fiskal.

Sebagai contoh perhitungan kompensasi kerugian fiskal disampaikan Laporan Rugi Laba No. A mulai tahun 2016 sampai dengan 2021 adalah sebagai berikut:

No.

Tahun

Laba (Rugi) (Jutaan Rupiah)

1

2016

(500)

2

2017

150

3

2018

(200)

4

2019

75

5

2020

(100)

6

2021

200

7

2022

900

Kerugian fiskal sebesar Rp500 juta pada tahun pajak 2016 dapat dikompensasikan sebagai berikut:

  • Tahun pajak 2017 sebesar Rp150 juta;
  • Tahun pajak 2019 sebesar Rp75 juta;
  • Tahun pajak 2021 sebesar Rp200 juta.

Sisa kerugian sebesar Rp75 juta (Rp500 juta -- Rp150 juta -- Rp75 juta -- Rp200 juta) tidak dapat dikompensasikan karena telah melewati batas waktu 5 tahun dan kadaluarsa.

Bagaimana cara menghitung kompensasi kerugian fiskal pada SPT Tahunan PPh ?

Perhitungan kompensasi kerugian, seperti yang dijelaskan di atas, sebenarnya cukup sederhana. Masalah muncul ketika kompensasi kerugian fiskal yang dilaporkan dalam SPT Wajib Pajak dikoreksi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) setelah dilakukan pemeriksaan.

Sebagai contoh, pada tahun 2021, wajib pajak melaporkan kerugian, tetapi jumlah kerugian fiskal tersebut dikoreksi oleh DJP setelah pemeriksaan. Namun, wajib pajak mempertahankan nilai kompensasi kerugian tersebut melalui proses keberatan atau dengan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.

Dalam situasi ini, wajib pajak memiliki tiga opsi:

  • Melanjutkan kompensasi kerugian di tahun pajak 2022 dengan nilai yang sesuai dengan SPT;
  • Menyetujui koreksi DJP dengan memperbaiki SPT; atau
  • Menunggu penyelesaian sengketa sampai mendapatkan keputusan hukum yang tetap (inkracht).

Pilihan kedua adalah yang paling aman bagi Wajib Pajak, namun dapat mengakibatkan kerugian fiskal yang sebelumnya diklaim dalam SPT menjadi lebih kecil, nihil, atau bahkan berubah menjadi laba.

Pilihan pertama dapat diambil jika wajib pajak mengajukan keberatan atau banding. Jika keputusan keberatan atau banding sejalan dengan koreksi yang dilakukan oleh DJP, maka pajak terutang untuk tahun 2022 akan dikurangi dengan kompensasi kerugian.

Jika opsi ketiga dipilih (menunggu hingga inkracht), wajib pajak berisiko tidak dapat memanfaatkan kompensasi kerugian fiskal di tahun pajak berikutnya. Terutama jika penyelesaian sengketa hingga tahap banding memerlukan waktu yang lama. Selain itu, setelah putusan inkracht, wajib pajak harus memperbaiki SPT Tahunannya.

Masalah lain yang sering muncul adalah ketika DJP juga memeriksa SPT Tahunan pada saat wajib pajak melakukan kompensasi kerugian. Misalnya, DJP tidak hanya mengoreksi kerugian fiskal tahun 2021 tetapi juga memeriksa dan menerbitkan SKP untuk SPT Tahunan tahun 2022. Akibatnya, ketika sengketa terkait koreksi tahun pajak 2021 memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), wajib pajak mengalami kesulitan dalam membetulkan SPT Tahun Pajak 2022. Hal ini karena menurut regulasi, wajib pajak hanya dapat membetulkan SPT akibat perubahan kerugian fiskal selama belum dilakukan pemeriksaan.

Solusi dalam situasi ini adalah, agar tetap dapat memanfaatkan kerugian fiskal, wajib pajak bisa mengajukan pembetulan SKP sesuai Pasal 16 ayat (1) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang menyatakan bahwa DJP dapat membetulkan SKP dan produk hukum lainnya jika terdapat kesalahan tulis, hitung, dan/atau penerapan ketentuan perpajakan. Namun, biasanya DJP tidak akan menerima permohonan pembetulan tersebut, dengan alasan bahwa SPT Tahunan yang telah diperiksa sudah benar dan sesuai dengan prosedur.

Contoh Sederhana Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal

Pada 2014, PT Sinar Rembulan mengalami kerugian fiskal sebanyak Rp300 juta. Kerugian tersebut dapat dikompensasikan hingga tahun 2019, dengan uraian sebagai berikut:

Tahun 2014:

Kerugian fiskal = Rp300 juta.

Tahun 2015:

Laba fiskal = Rp100 juta. Nanti, pada 2016, kerugian fiskalnya dapat dikurangi, sehingga hanya tersisa Rp200 juta.

Tahun 2016:

Rugi fiskal = Rp30 juta. Pada tahun ini wajib pajak belum perlu membayarkan pajak. Sedangkan sisa kerugian fiskal pada 2016 tetap Rp200 juta, dan memiliki saldo kerugian fiskal tambahan sebesar Rp30 juta pada 2018. Kedua kerugian ini tidak dapat digabungkan.

Tahun 2017:

Laba fiskal = Rp75 juta, maka laba tersebut akan digunakan untuk mengurangi kerugian fiskal pada 2016. Jadi, saldo kerugian fiskal 2016 berkurang sebesar Rp125 juta. Sedangkan saldo rugi fiskal pada 2018 tetap Rp30 juta.

Tahun 2018:

Laba fiskal = Rp30 juta. Maka saldo rugi fiskal tahun 2016 akan dikurangkan, sehingga sisa Rp95 juta. Sedangkan, rugi fiskal pada 2018 jumlahnya tidak berubah.

Tahun 2019:

Laba fiskal: Rp75 juta, maka saldo rugi fiskal tahun 2016 akan dikurangkan lagi, sehinga, tersisa Rp20 juta. Sedangkan rugi fiskal tahun 2018 tetap Rp30 juta.

Berdasarkan contoh di atas, dapat diketahui bahwa pada 2015, 2017, 2018, dan 2019 menghasilkan laba fiskal, kerugian tahun 2016 dapat dikompensasi atau diperhitungkan. Pada tahun ke 5, yakni 2019, masih terdapat sisa kompensasi kerugian sebesar Rp30 juta. Jumlah ini tidak dapat dikompensasikan lagi karena telah melewati batas waktu 5 tahun, sehingga sisa Rp30 juta tersebut dikatakan hangus.

Bagaimana cara mengisi Lampiran Kompensasi Kerugian pada SPT Tahunan PPH Badan ?

Perhitungan kompensasi kerugian fiskal dalam SPT Tahunan PPh Badan disajikan dalam Lampiran Khusus 2A. Lampiran ini berisi rincian penghasilan neto fiskal dan kerugian untuk setiap tahun pajak, serta rincian kerugian fiskal yang dikompensasikan untuk setiap tahun pajak.

Tidak ada format khusus untuk wajib pajak orang pribadi, namun, wajib pajak dapat menggunakan format lampiran penghitungan yang disebutkan di atas. Format lampiran penghitungan kompensasi kerugian dapat diunduh melalui tautan berikut: Format Lampiran Penghitungan Kompensasi Kerugian

Penting untuk diperhatikan bahwa perhitungan kompensasi kerugian fiskal hanya mencakup kerugian dari kegiatan usaha di Indonesia, dan tidak termasuk kerugian dari kegiatan usaha di luar negeri, baik melalui bentuk usaha tetap (BUT) maupun bukan BUT. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2018, kerugian yang terjadi di luar negeri tidak boleh digabungkan dengan penghasilan di Indonesia. Namun, jika kerugian yang terjadi di luar negeri berasal dari aset atau aktivitas yang memiliki hubungan efektif dengan cabang atau perwakilan di luar negeri, wajib pajak dapat memperhitungkan kerugian tersebut terhadap penghasilan neto dari cabang atau perwakilan di luar negeri tersebut (per country basis).

Contoh :

PT Z pada tahun 2023 memperoleh penghasilan neto fiskal sebesar Rp200.000.000. Penghasilan/kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut:

  • 2017, rugi Rp10.000.000
  • 2018, rugi Rp80.000.000
  • 2019, laba Rp230.000.000
  • 2020, rugi Rp100.000.000
  • 2021, rugi Rp50.000.000
  • 2022, laba Rp140.000.000

Pada tahun 2017 dan 2018, PT A menderita kerugian fiskal sebesar Rp10.000.000 dan Rp80.000.000. Jumlah tersebut masing-masing dapat dikompensasikan sampai dengan tahun 2022 dan 2023.

Pada tahun 2019, PT mencetak laba sebesar Rp230.000.000. PT dapat mengompensasi seluruh kerugian tahun sebelumnya sebesar Rp90.000.000, sehingga pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2019 jumlah penghasilan neto PT A adalah Rp140.000.000.

Pada tahun 2020 dan 2021, PT A kembali mengalami kerugian sebesar Rp100.000.000 dan Rp50.000.000. Kerugian tersebut masing-masing dapat dikompensasikan hingga tahun 2025 dan 2026. Pada tahun 2022, PT A memperoleh laba sebesar Rp140.000.000. Kerugian tahun 2020 dapat dikompensasikan seluruhnya, namun untuk kerugian tahun 2021 dapat dikompensasikan sebesar Rp40.000.000. Dengan pengurangan tersebut, laba fiskal PT A pada tahun 2022 menjadi 0.

Pada tahun 2023, PT A mencetak laba sebesar Rp200.000.000. PT A masih bisa mengompensasikan kerugian pada tahun 2021 sebesar Rp10.000.000. Dengan demikian, di tahun 2023 penghasilan neto fiskal PT A menjadi sebesar Rp190.000.000.

Pengisian pada Lampiran Khusus 2A dapat dilihat pada contoh tabel berikut ini:

https://ortax.org/kompensasi-kerugian
https://ortax.org/kompensasi-kerugian

Sesuai dengan catatan pada lampiran kompensasi rugi di atas, jumlah kompensasi pada tahun pajak bersangkutan (dalam kasus di atas tahun 2023) dipindahkan ke Formulir 1771 Induk Huruf A angka 2. Jumlah ini akan mengurangi penghasilan neto fiskal untuk menentukan penghasilan kena pajak.

https://ortax.org/kompensasi-kerugian
https://ortax.org/kompensasi-kerugian

Untuk jumlah kompensasi pada tahun berjalan (dalam contoh di atas tahun 2024), dipindahkan ke Formulir 1771 Induk E angka 14b. Jumlah ini akan mengurangi penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25.

https://ortax.org/kompensasi-kerugian
https://ortax.org/kompensasi-kerugian

Sesuai dengan ketentuan UU KUP, SPT Tahunan PPh Badan harus dilaporkan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak. Jadi, batas waktu pelaporan untuk tahun pajak 2023 (periode pembukuan Januari-Desember) adalah 30 April 2024. Sebelum melaporkannya, pastikan SPT Anda telah disusun dengan benar, lengkap, dan jelas untuk menghindari risiko pajak setelah pelaporan.

Apakah ada Fasilitas khusus untuk Perusahaan yang baru beroperasi dalam menghitung Kompensasi Kerugian Fiskal ?

Ada beberapa fasilitas khusus bagi perusahaan yang baru beroperasi untuk menghitung kompensasi kerugian fiskal. Berikut beberapa contohnya:

  • Perpanjangan Kompensasi Kerugian. Fasilitas ini memungkinkan perusahaan yang mengalami kerugian fiskal untuk menunda kompensasi kerugian hingga beberapa tahun berikutnya. Perpanjangan ini dapat digunakan jika perusahaan masih mengalami kerugian fiskal dan tidak dapat menutupi kerugian tersebut dengan laba pada tahun berikutnya.
  • Penghitungan Kompensasi Kerugian Fiskal Menurut UU PPh. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Pasal 6 ayat (2) memungkinkan kompensasi kerugian fiskal dilakukan dengan mengimbangi penghasilan pada tahun-tahun pajak berikutnya secara berturut-turut hingga 5 tahun. Perhitungan ini harus dilakukan dengan benar sesuai ketentuan yang berlaku.
  • Kompensasi Kerugian Fiskal dalam Penghitungan Pajak Penghasilan. Ini memungkinkan perusahaan untuk mengurangi pajak penghasilan terutang dengan kerugian fiskal yang dialami. Kerugian fiskal hanya bisa dikompensasikan dengan penghasilan yang dikenakan pajak sesuai ketentuan umum, dan tidak berlaku untuk penghasilan yang bersifat final atau bukan objek pajak.
  • Penggunaan Norma Penghitungan. Norma penghitungan membantu menentukan besarnya kerugian fiskal yang bisa dikompensasikan. Norma ini memungkinkan perusahaan untuk menghitung kerugian fiskal yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak penghasilan terutang.

Dengan fasilitas ini, perusahaan yang baru memulai operasi dapat menggunakan kompensasi kerugian fiskal untuk mengurangi pajak penghasilan terutang dan mendukung keberlanjutan bisnis mereka.

sumber  : 

https://www.pajakku.com/read/606c0bd1eb01ba1922cca700/Kompensasi-KerugianFiskal:-Penjelasan-dan-Cara-Perhitungan

https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/kompensasi-kerugian-fiskal

https://ortax.org/kompensasi-kerugian

https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/kompensasi-kerugian-fiskal-berdasarkan-spt-wp-atau-hasil-pemeriksaan-dc6b45c1/detail/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun