*disclaimer, tulisan ini telah lebih dulu dimuat di thread kaskus pada Mei 2019
Kesenian tradisional kini seolah punah tergerus oleh perkembangan jaman yang sarat teknologi. Generasi millenial sekarang ini cenderung tak lagi  tertarik dengan seni budaya asli bangsa sendiri yang diwariskan nenek moyang. Padahal jika mau sedikit memperhatikan, seni tradisional itu penuh misteri yang asyik buat diselami, tak kalah asyik dengan membaca teori-teori konspirasi atau cerita-cerita misteri yang makin banyak digemari.
Berawal dari perkenalan Ane dengan seorang pelukis maestro di tempat ane, Pati (Jawa Tengah), yang bernama Soemaryo Hadi, atau biasa kami panggil Om Maryo, muncullah keinginan saya untuk coba angkat kembali tema khasanah kesenian lokal. Pelukis yang pernah malang melintang di Jakarta dan kota-kota lain di pulau Jawa hingga Bali ini, kini memilih untuk menghabiskan hari tuanya di kampung halamannya. Tepatnya di Desa Sambiroto, Kecamatan Tayu, salah satu desa di wilayah Kabupaten Pati (Jawa Tengah) bagian ujung paling utara.
Tak jauh berbeda dengan para seniman lukis lain, Om Maryo adalah sosok yang punya karakter khas yang cenderung nyentrik. Baik dari segi cara berpakaian, gaya bicara serta sudut pandang pemikiran. Penampilannya yang cenderung sederhana membuat orang tak akan menyangka dengan hanya sekilas pandang, bahwa ternyata Om Maryo ini memiliki wawasan luas dengan karya-karya lukisnya yang terpajang di beberapa museum gallery beberapa kota besar di Indonesia.
Dalam percakapan yang santai dan akrab, layaknya om dan keponakan sendiri, mengembanglah topik obrolan kami dari hanya kisah pengalaman berkarya hingga kisah cinta masa lalunya yang menarik. Berlanjut hingga topik-topik bernuansa mistis - religius. Khususnya saat obrolan kami sampai di bahasan karya lukisnya.
Alhasil, keluarlah penjelasan panjang lebar Sang Maestro tentang filosofi jaran kepang yang begitu menarik buat diresapi. Sebagaimana kesenian tradisional di seantero Nusantara lainnya, Jaran Kepang juga merupakan sebuah simbol yang menyimpan banyak makna dan petuah bijak.
Jaran kepang adalah salah satu bentuk seni tradisional yang melegenda di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Belum ada referensi yang tepat mengenai sejarah asal muasal kesenian ini, banyak spekulasi ditulis oleh para budayawan atas dasar cerita-cerita lokal yang melegenda di masyarakat. Uniknya, kesenian Jaran Kepang itu bisa kita jumpai tersebar di seantero Pulau Jawa, mulai wilayah bagian barat merata hingga ke timur. Meski kini sudah hampir punah ditelan jaman, beberapa seniman tarinya masih bisa kita jumpai asal mau gigih dalam mencarinya.
Sebutan "Jaran Kepang" cenderung lebih dikenal di Jawa Tengah bagian utara. Sedang di Jawa Tengah bagian selatan punya dua sebutan untuk kesenian serupa, yaitu "Jathilan" di daerah Jogja dan sekitarnya serta doger di daerah Cilacap dan sekitarnya.
Sementara di Jawa Barat kesenian ini biasa disebut sebagai "Kuda Lumping". Lain lagi di Jawa Timur yang lebih dikenal sebagai "Jaranan".
Pertunjukan seni Jaran Kepang menampilkan kolaborasi seni musik dan seni tari. Musik yang dimainkan biasanya tidak banyak, hanya memakai 3 -- 4 alat musik tradisional, sederhana namun terdengar hingar bingar. Dalam iringan musik tersebut, para penari beraksi membawa kuda-kudaan yang terbuat dari bahan bambu yang dianyam. Dalam istilah bahasa Jawa, kata "anyam" itu sering pula dibilang "kepang", sebab itulah kesenian ini juga di sebut Jaran Kepang, khususnya di Jawa Tengah bagian utara. "Jaran" berarti kuda, sedang "Kepang" artinya anyaman.
Uniknya tarian Jaran Kepang itulah yang menarik pelukis kawakan Sumaryo Hadi hingga memutuskan untuk menjadikan Jaran Kepang sebagai tema-tema dalam lukisannya. Om Maryo cerita kalau mulai ngambil tema Jaran Kepang semenjak tahun 1994. Pelukis kelahiran Pati, 16 Juni 1959 ini begitu terilhami oleh filosofi Jaran Kepang yang menurutnya mengandung makna yang sangat dalam.
"Jaran Kepang adalah sebuah seni pertujukan yang sebetulnya mengandung perlambang yang menuturkan nasehat penting dalam kita menjalani hidup".
Begitu katanya dalam obrolan kami di sebuah rumah tua bekas rumah dinas pegawai PJKA yang kemudian disulapnya menjadi studio dan diberi nama "Train Art Studio". Rumah tua yang berdiri sejak 1918 ini nuansanya juga mistis, sering merinding sendiri Ane beberapa kali di mari gan !
"Kuda adalah perlambang nafsu manusia, dikepang atau dianyam lebih pada makna diatur dengan rapi (ditata), sedangkan orang yang menungganginya adalah perlambang kesadaran diri untuk mampu mengendalikan nafsu tersebut".
Lanjut keterangannya lagi, kondisi trans yang dialami oleh para penari itu melambangkan kondisi manusia yang belum matang jiwanya, cenderung menuruti hawa nafsunya tanpa terkendali, menerjang berbagai resiko tanpa berpikir secara bijak.
"Jadi dalam menjalani kehidupan, nafsu itu tidak perlu lantas dihilangkan, melainkan cukup ditata atau diatur. Jika tidak, ya hidup kita akan menjadi brutal, tak terkendali, merusak diri sendiri dan akan merugikan lingkungan di sekitar".
Filosofi Jaran Kepang yang sudah dipilihnya menjadi tema ini kemudian mewujud menjadi 50 lebih karya lukis, baik yang berbentuk sketch maupun lukisan bergenre realisme ekspresionis bernuansa etnik. Lukisan-lukisan bertema Jaran Kepang ini selalu menjadi andalan dalam pameran-pameran yang diikutinya sejak tahun 1994.