Seperti pertemuan oleh ketidaksengajaan malam ini, antara kebutuhan dan ketakutan. Laki-laki itu mungkin sedang membutuhkan sesuatu di mana tak seorang pun peduli dengan kebutuhannya itu. Jadilah ia seorang bengal. Liar. Yang kini telah membentuknya sebagai pencuri.
Aku membelai kepalanya berulang kali. Menciptakan rasa nyaman yang mungkin tak akan pernah ia dapatkan dari perempuan mana pun. Yang ada, perempuan-perempuan itu akan berlomba menjebloskan dirinya ke dalam penjara. Entah mengapa ibaku jatuh padanya.
“Tatapmu seperti Ibu.”
Aku terhenyak.
“Dulu sekali, sewaktu aku masih duduk di sekolah dasar, Ibu selalu menatap seperti kau menatapku. Ibu begitu mengasihiku. Ada kehangatan yang sampai kini tak pernah kulupakan. Aku merawat kenangan itu dengan sangat hati-hati. Dan kini aku menjumpainya kembali pada matamu.”
“Itukah yang membuatmu gagal membunuhku?”
“Kau hanya beruntung.”
“Sepertinya kau yang lebih beruntung. Jika aku tak melewati lorong ini, jika kita tidak bertemu, jika orang lain yang kau jumpai, pastilah bertambah dosamu.”
“Apa kau ini Tuhan, sehingga bisa mengataiku pendosa?”
“Setidaknya, seperti itu yang tertulis di kitab suci, membunuh adalah dosa.”
“Apa kau percaya jika aku tak pernah membunuh?”