Ia menatapku. Semakin dekat. Hingga dahi kami beradu.
“Sudah kuperingatkan bukan? Pelankan suaramu.”
Diraihnya ujung rambutku.
“Pelankan!”
Ia menarik rambutku berkali-kali seperti memainkan yoyo kemudian mendorong tubuhku ke atas ranjang.
“Kau tahu para pelacur di depan sana? Mereka tak lebih hina darimu!”
Plak!
Pipiku terasa panas.
“Jangan pernah bandingkan aku dengan siapapun. Lihatlah dirimu, sayang. Apa bedanya kau dengan para pelacur itu?”
“Kau akan menyesal!”
“Sssttt! Sudah kubilang, pelankan suaramu, sayang. Atau ibumu akan mendengar semua percakapan kita.”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!