Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Asal Anakku Tidak Mati

24 Februari 2016   17:33 Diperbarui: 25 Februari 2016   01:45 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="pic: designzzz.com"][/caption]Tetiba anak itu menyayat pergelangan tangannya sendiri. Menjilati darah yang mengalir dari nadinya. Seperti vampir yang haus darah, anak berambut cokelat bermata biru itu menyesap darahnya dan mengakhiri dengan berucap…aaaaah.

Di luar gelap, sama dengan kamarnya. Tak ada penerangan atau memang anak itu membenci cahaya. Terdengar langkah kaki menaiki anak tangga. Tap tap tap. Anak itu terdiam sejenak lalu melompat ketika seseorang membuka pintu kamarnya.

“Daging segar…aaaaah.”

Anak lelaki berusia sekitar sebelas tahun mengoyak sepotong daging segar pemberian ibunya dengan menggunakan giginya yang bertaring. Perempuan bertubuh kurus segera menuruni tangga dan kembali ke dapur dengan berlinang air mata.

“Asal anakku tidak mati saja.”

Perempuan itu menyadari bahwa anaknya memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh anak-anak pada umumnya. Penyuka kegelapan, darah dan daging segar. Perempuan yang telah ditinggal mati oleh suaminya sepuluh tahun silam itu terus terngiang oleh mimpinya sendiri di mana anaknya berubah menjadi seekor serigala.

Pernah anaknya diberi semangkuk sayur segar dan sedikit buah-buahan dan ia mendapatkan balasan sebuah cakaran yang sampai saat ini membekas pada lengan kirinya. Perempuan itu hanya bisa memeluk dan menatap wajah manis anaknya pada siang hari saat terlelap.

Kemarin malam datang seorang pendeta yang diminta untuk mendoakan anaknya, namun pemuka salah satu agama itu lari tunggang langgang lantaran hampir kehilangan salah satu telinganya.

Malam ini tetangganya yang berprofesi sebagai dokter mencoba untuk memberikan beberapa suntikan agar anaknya yang menyerupai serigala itu sedikit tenang. Percuma. Tangan tetangganya terluka akibat gigitan yang membabi buta itu sehingga tulang belulangnya nyaris terlihat.

“Sebelum anakmu melukai banyak orang, kau harus membunuhnya.”

“Kau dokter gila. Mana mungkin seorang ibu membunuh anaknya sendiri?”

“Apa yang bisa kau lakukan untuk menyelamatkan hidupmu sendiri?”

“Aku akan melakukan sesuatu untuk kesembuhan anakku.”

Pada tengah malam saat purnama tiba, perempuan itu kembali menemui anaknya dengan membawa beberapa potong daging segar. Dipeluknya anak itu dengan erat sembari memandang rembulan keperakan. Benda bulat yang bercahaya di langit itu terlihat sangat dekat di matanya. Perempuan itu mulai melolong dan mengoyak-koyak daging segar dengan taringnya bersama anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun