Terisak.
Bocah kurus kering tertunduk.
Sembunyikan air mata, juga rasa lapar.
Hujan turun basahi tubuhnya yang hampir layu.
Segarkan kembali harap yang entah.
“Sungguh tidak adil!” protesnya.
4/
Bocah kurus kering di tengah kota.
Mencari-cari ibunya.
Duduklah ia di bawah lampu merah.
Keluarkan mangkuk plastik kosong.
“Kasihanilah saya, Pak, Buk. Belum makan dua hari.”
Mengemis.
Bocah kurus kering berdua dengan ibunya.
Meminta-minta.
Mencari belas kasihan.
Harapkan uluran tangan.
“Kasihanilah kami, Pak, Buk. Belum makan dua hari.”
5/
Bocah kurus kering hitung uang tengah malam.
“Ibu, mengapa kita tetap miskin? Andai aku jadi presiden, maka orang-orang seperti kita tak akan ada. Kita akan punya rumah, Bu. Kita tak lagi makan nasi sisa. Aku janji, Bu.”
Tawa ibu pecah.
Ibu bocah kurus kering melipat tiga lembar sepuluh ribuan, lalu diselipkan di balik kutang.
“Kau mau tahu mengapa kita tetap miskin? Karena ibu menikah dengan bapakmu yang ternyata beristri lima. Bapakmu minggat kala usiamu tujuh bulan.”
Tangis ibu pecah.
Bocah kurus kering yang kelaparan terhanyut lara.
“Ibu, bisakah presiden pulangkan bapak? Bisakah Jokowi ubahkan nasib kita? Bisakah, Bu?”