Duduklah ia pada ujung dermaga kayu. Kakinya terayun bergantian, mainkan air asin. Senyumnya melebar sesekali, mungkin terkenang akan pertemuan pertama.
“Mas, masih ingatkah kau tentang jumpa pertama kita? Kau turun dari kapal, bawa banyak ikan. Aku sodorkan tiga lembar lima ribuan. Kau bilang: aku bukan penjual ikan, ambilah jika kau mau.”
Hari telah tiba pada senja. Wanita itu terusir dari dermaga dengan sendirinya. Rindu pada lelakinya sedikit terobati.
***
Bulan keenam, wanita dengan rambut terkepang, membawa perutnya dengan sangat hati-hati pada dermaga. Diletakannya rantang isi gulai ikan di samping ia terduduk. Kembali senyum terpasang semakin lebar.
“Mas, janji kepulanganmu buatku tak sabar bawakan gulai ikan. Mungkin setibamu nanti, gulai ini tak lagi hangat.”
Senja kembali tiba, ia masih terduduk di sana. Lautan berkilau keemasan, hadirkan cemas.
“Kenapa kau belum tiba juga, Mas?”
Wanita itu mencoba bangkit dengan susahnya. Meluruskan punggungnya dan mengelus perutnya. Dikenakannya jaket milik lelakinya yang kini menjadi pas pada tubuhnya.
“Mas, aku akan datang kembali besok.”
***