Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

▪tidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnya▪

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Cintai Aku!

2 Oktober 2015   14:57 Diperbarui: 2 Oktober 2015   20:40 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="gambar: www.ryot.org"][/caption]

 

Aku harus melindungi janji itu. Janji di mana dia akan datang, seperti pada malam ini.

Desol, No. 1

Lelah. Hampir seharian aku di sini. Menunggu yang mungkin sebentar lagi akan datang. Mengamati gugurnya daun-daun kering dari rantingnya, tak lagi membosankan bagiku. Tiga gelas lemon tea, juga lima potong cheese cake, adalah cara yang tepat untuk membunuh waktu. Entah sampai kapan.

“Lebih baik kau pulang saja, Nona. Aku harus segera menutup cafe ini.”

Pemilik cafe mulai tak sabar. Aku harus segera pergi, itulah inginnya. Tapi aku harus menunggu, sebab aku telah berjanji. Hari masih sore bukan? Masih pukul dua puluh dua. Aku tak dilahirkan sebagai pengingkar janji, maka harus kutepati.

“Siapa yang kau tunggu? Bukankah selalu berakhir dengan taxi yang terpakir di ujung jalan?”

Aku ingin marah. Ingin kumuntahkan seluruh isi perutku pada pemilik cafe itu. Aku bukan pencuri di sini, aku hanyalah penunggu. Ya, benar. Aku hanyalah penunggu tanpa akhir temu yang indah.

“Aku bosan melihatmu di sini.”

“Harusnya kau senang, aku menjadi pelanggan setiamu.”

“Wajahmu sama sekali tak menarik. Kau tak menyenangkan.”

“Baguslah.”

“Masih mau menunggu? Di luar saja. Aku harus berberes segera.”

“Kau gila! Di luar dingin!”

“Kalau begitu pulanglah.”

“Aku harus menunggu!”

“Siapa?”

“Bukan urusanmu!”

Kuputuskan untuk tinggalkan cafe. Berdiri aku di luar. Dingin sekali. Aku tak menyesal untuk melanjutkan tunggu di luar, sebab dingin malam telah bekukan air mata. Takdirku berkawan bulan dan bintang.

Oh, sial. Hujan datang tanpa kuminta. Lebih baik kupunggungi saja, biar basah setengah, dari pada isi surat yang pudar. Aku harus melindungi janji itu. Janji di mana dia akan datang, seperti pada malam ini.

Oh, sial. Aku dan pemilik cafe beradu pandang. Mengapa pintu ini terbuat dari kaca? Mengapa pemilik cafe mengamatiku? Pasti aku terlihat sangat tolol. Aku tak bisa menghindar, hujan batasi gerakku.

Oh, sial. Pemilik cafe telah selesai. Berjalanlah ia ke arahku. Membuka pintu kaca.

“Berhentilah menunggu.”

“Tidak!”

“Tunggumu percuma.”

“Bukan urusanmu! Tahu apa kau tentang cinta? Adalah hakku untuk menunggu tunanganku!”

Kutunjukkan cincin yang melingkari jari manisku. Kuharap pemilik cafe menyadari bahwa cinta adalah pengorbanan. Sepertiku, berkorban dalam tunggu yang sampai entah.

“Ini adalah bulan ketiga kau menunggunya di sini. Dia tak pernah datang. Ketahuilah bahwa kau tak penting lagi bagi hidupnya!”

“Jangan campuri urusanku!”

Dipegangnya tanganku, dilepaskannya cincin yang melingkari jari manisku, dilemparkannya jauh-jauh, didekatkannya tubuhnya, dicumbunyalah aku.

“Kini telah menjadi urusanku. Aku jatuh cinta padamu. Aku tak bisa lagi berkorban waktu untuk membiarkanmu berlama-lama telan kecewa. Cintai aku!”

-oOo-

Karya Fiksi Katakan Cinta Lainnya || FB Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun