“Lebih aneh lagi dirimu!”
“Kau baru saja mengusirku!”
“Kau memang pantas untuk diusir!”
“Untuk apa kau membuka toko jika tidak untuk menjual kuemu?”
“Aku tidak menjualnya!”
Hahaha… Ini lelucon yang aneh. Apa yang ia katakan tak mampu kucerna dengan akal sehat. Mungkin perempuan itu sedang mabuk. Ya, mabuk oleh kesepiannya. Mana mungkin ia mabuk oleh anggur? Sebab ia hanya penyedia kue, bukan anggur. Itu yang kulihat.
“Kuberikan kue secara gratis bagi para perempuan yang membutuhkannya. Jika tidak, mereka bisa abaikan tempat ini atau menghilangkan memorinya tentang rasa kueku. Biasanya kebahagiaan akan membuat mereka melupakanku.”
“Kue apa yang kau buat?”
“Bukankah kau telah melihatnya? Makarios. Rasanya seperti ketika kau tertawa terbahak.”
“Lantas, mengapa kau tak menghabiskan semua kuemu agar kau bisa bahagia hingga tertawa terbahak?”
“Aku tak bisa melakukannya. Menghabiskannya akan menjadi percuma sebab takkan pernah kembalikan anakku.”