Padahal dalam dua tahun terakhir, gairah masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda (Gen-Z dan Gen-Y) berinvestasi di pasar modal begitu besar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah investor yang telah menembus 10 juta SID (single investor identification) sampai November 2022 atau tumbuh 307% dari tahun 2019. Dari 10 juta SID ini, sekitar 4.3 juta SID merupakan investor saham.
Meski begitu, peningkatan minat berinvestasi ini tidak diikuti dengan kemampuan literasi keuangan yang baik. Hal ini tecermin dari survei literasi dan inklusi keuangan 2022 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjukkan terjadinya penurunan literasi pasar modal dari 4.9% tahun 2019 menjadi 4.11% tahun 2022.
Padahal, literasi keuangan yang membaik sangat dibutuhkan dalam menyikapi kondisi investasi pasar modal yang bergejolak agar tidak mengambil keputusan investasi yang salah yang akhirnya memicu kerugian yang lebih besar.
Salah satu keputusan investasi yang salah, misalnya dengan melakukan jual rugi (cutloss) dari saham-saham teknologi yang sempat hype, tetapi harganya saat ini merosot dan merotasinya ke aset yang spekulatif, seperti cryptocurrency. Harapannya, memperoleh cuan besar dan cepat, sehingga dapat menutup kerugian yang terjadi di saham. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Harus diakui tingginya ketidakpastian ekonomi global membuat tidak mudah lagi meraup cuan cepat dan besar seperti di masa lalu. Situasi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara-negara lain, seperti AS. Itulah sebabnya, Majalah The Economist edisi 10-17 Desember 2022 dalam artikel panjangnya berjudul ‘The New rules of Investment’ mengatakan bahwa hampir semua instrumen investasi, mulai dari saham, obligasi, cryptocurrency, dan emas mencatatkan pertumbuhan yang sangat rendah, bahkan kontraksi.
Bahkan aturan alokasi investasi 60/40 (60% untuk saham dan 40% untuk obligasi) yang selama ini sering digunakan untuk memaksimalkan kinerja investasi portofolio  tidak lagi dapat diandalkan. Sebaliknya, aturan baru investasi portofolio harus kembali ditulis agar dapat beradaptasi dengan ketidakpastian yang begitu cepat berubah dan makin sulit diperkirakan.
Di tengah situasi ini, maka investor diharapkan tidak lagi hanya sekadar mengejar cuan yang tinggi dan cepat, tetapi akhir justru rugi. Namun, harus mulai memikirkan untuk memerhatikan margin safety dengan melakukan diversifikisi dan pemilihan aset portofolio yang baik untuk meminimalkan kerugian yang terus berulang.
Nasihat dari investor kawakan dunia, Warren Buffett menjadi sangat relevan, yaitu agar berhasil dalam investasi, maka seorang investor harus memperhatikan pada dua aturan. Â Pertama jangan mau kehilangan uang. Kedua jangan lupakan aturan pertama.
Melirik EBA-SP RitelÂ
Salah satu produk investasi yang memiliki kriteria baik di tengah situasi ketidakpastian yang begitu tinggi saat ini untuk dimasukkan dalam kerajang portofolio adalah EBA-SP ritel. Produk investasi ini adalah produk yang dikeluarkan oleh PT Sarana Multigriya Finansial (persero). Adapun EBA-SP ritel ini merupakan produk dari sekuritisasi yang merupakan efek surat utang (obligasi) yang memiliki agunan/jaminan/underlying dan diperdagangankan kepada investor ritel.
Mengapa EBA-SP ritel ini memenuhi kriteria yang baik sebagai aset investasi yang bisa dimasukkan dalam keranjang portofolio? Ada beberapa pertimbangan: