Mohon tunggu...
Desmonda Kalonica
Desmonda Kalonica Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa UMN

be the best and be useful for others

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Sosok Ayahku

5 Oktober 2019   22:18 Diperbarui: 5 Oktober 2019   22:32 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku kembali ke rumah besar itu lagi. Rasanya tak berubah seperti tadi malam, masih saja sepi dan mengerikan padahal pada siang hari dan mentari masi berdiri tegap di sana. Saat berpapasan dengan ayahku, aku melihat matanya sembab seperti habis menangis semalam suntuk.

"Kau tak apa -- apa, yah? Mengapa matamu begitu sembab? Apa yang terjadi?", tanyaku terus menerus karena aku memang penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Tak ada yang perlu dikhawatirkan nak. Kamu urus saja karirmu. Bagaimana? Kamu sudah mendapat pekerjaan?" Ayahku mengelak dan berusaha mengalihkan ke topik lain.  

"Aku sudah melamar di berbagai perusahaan, tiggal tunggu hasil wawancaranya saja, yah. Kalau begitu, mengapa mata ayah menjadi sebesar itu? Apakah ayah menangis semalaman? Atau ayah begadang untuk bekerja semalaman?", jawabku sambil mengajukan pertanyaan untuk mendesak ayah supaya mau menjawab.

Ayahku hanya terdiam sambil tersenyum. Lalu aku mulai bertanya lagi "yah, kapan ibu akan pulang? Sebenarnya ia bekerja sebagai apa sampai harus bertugas di Pemalang?". Ayahku yang awalnya tersenyum, raut mukanya seketika berubah menjadi sedih dan matanya mulai berkaca -- kaca. Aku semakin terheran -- heran karena tak satu kata keluar dari mulutnya.

"Maafkan ayah, nak. Kalau boleh jujur, sebenarnya ibu kamu sudah pulang sejak seminggu yang lalu." Raut wajah ayahku mulai berubah menjadi sedih saat mengucapkannya.

Aku semakin bingung oleh jawabannya karena ibu tak ada di rumah selama aku pulang dan awalnya ayah berkata bahwa ibu sedang bekerja dan ditugaskan ke Pemalang.

"Maksud ayah pulang ke mana? Rupanya Niki tak melihat sosok ibu selama 2 hari setelah Niki pulang kemari." Aku semakin kebingungan dan bertanya -- tanya.

"Ibumu sudah pulang di sana. Ia sudah tenang berada di surga." Ayahku mengucapkan kalimat tersebut dengan nada berat seperti memiliki salah yang amat mendalam. Aku pun kaget dan masih tak percaya karena tidak ada yang memberitahunya mengenai kabar ini.

"Lalu ibu pergi karena apa, yah? Apakah beliau sakit di masa tuanya?", tanyaku terheran -- heran sambil menangis tersedu sedu atas perginya ibu. Aku merasa sangat sedih karena baru mengetahui berita ini sekarang.

"Tak perlu kau tau apa sebabnya. Apakah kamu ingin menyusul ibumu?", tanya ayahku yang melihat ke arahku dengan bola mata yang hampir keluar sambil menyodorkan pisau menuju arahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun