Mohon tunggu...
Desma Aulia Safitri
Desma Aulia Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Namaku Desma Aulia Safitri. Atau yang akrab dipanggil Desmoy. Aku lahir di Depok, 26 Desember 2003 pada Jum’at malam. Karena itu namaku Desma, singkatan dari Desember malam. Aku tinggal di sebuah desa bernama Bojongsari dan di sinilah aku dibesarkan oleh kedua orang tuaku. Aku adalah seorang INFJ. Tipe kepribadian ini didominasi oleh Introversion, Intuition, Feeling, dan Judgment. Tipe kepribadian yang cukup unik dan langka di dunia. Oleh karena itu, aku sering kali merasa berbeda dan sulit dimengerti orang lain. Hal umum yang aku suka adalah hujan, musik, alam, dan misteri. Makanan yang paling ku suka adalah coklat, mie, dan corn dog, walau sebetulnya aku menyukai semua jenis makanan. Minuman kesukaanku adalah susu dan kopi. Penyanyi kesukaanku adalah Bruno Mars. Dan tokoh favoritku adalah B.J. Habibie. Sebetulnya, banyak hal yang aku suka. Tapi tidak ada yang paling aku suka selain menikmati hujan sambil mendengarkan musik kesukaanku. Adapun Hobiku adalah menonton film, mendengar musik, dan membaca. Dulu juga waktu ku sekolah dasar aku suka nonton konten-konten youtube. Karena hobiku ini, aku pernah bercita-cita menjadi seorang youtuber dan sutradara film. Hal itu aku realisasikan dengan membuat konten-konten komedi di youtube dan media sosialku lainnya. Aku juga beberapa kali mengikuti lomba film pendek di sekolahku. Menurutku, memproduksi film atau konten itu sangat menyenangkan. Kita tidak hanya menikmati hasil dari konten yang kita buat, namun juga bisa menghibur orang lain. Tak sampai disitu, hobiku ini ternyata membawaku kepada jurusan kuliah yang ku ambil sekarang, yakni Komunikasi Penyiaran Islam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maraknya Pelecehan Seksual

13 November 2022   15:35 Diperbarui: 13 November 2022   15:46 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini pelecehan seksual sedang marak terjadi. Pelecehan ini umumnya menimpa pada perempuan dan anak dibawah umur. Tak jarang pelecehan ini terjadi di tempat umum seperti di dalam transportasi umum.  Padahal seperti yang yang kita ketahui, tempat umum adalah area yang sangat ramai dan banyak dijumpai orang, namun tetap saja hal tersebut bukan berarti tidak memungkinkan terjadinya pelecehan. 

Di lansir dalam CNN Indonesia menyebutkan bahwa, ada seorang perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual di dalam kereta Commuter Line (KRL) di cikarang ke kampung bandan. Kejadian ini membuat para perempuan resah dan merasa tidak aman dalam di situasi apapun, apalagi sang korban dari kalangan perempuan. 

Pelecehan seksual juga ternyata bukan hanya terjadi di tempat umum saja. Bahkan, hal ini juga terjadi dalam ruang lingkup keluarga. Keluarga yang seharusnya menjadi pendidikan pertama bagi anak dan berperan besar bagi masa depannya, justru malah merusak psikis sang anak. Belum lama ini ada kasus pencabulan yang dilakukan seorang ayah kepada anak kandungnya sendiri. Sungguh miris.

Melihat kasus ini, mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak tinggal diam. Mereka melakukan riset mendalam terkait kasus pelecehan seksual yang terjadi dalam ruang lingkup keluarga ini dan mencari faktor penyebabnya. Dilansir republika.co.id dalam Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya pelecehan seksual dalam keluarga. Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya pelecehan seksual pada anak disebabkan karena tidak harmonisnya antara orang tua dengan anak. Selain itu adanya konflik dalam keluarga itu sendiri.

Pelecehan ini memiliki dampak yang sangat buruk bagi korban. Korban akan merasa kehilangan harga dirinya. Hal ini dapat mengakibatkan kepercayaan dirinya menurun dan merasa malu. Karena malu, akhirnya korban tak ingin angkat suara. Korban lebih memilih untuk diam dari pada harus menerima cacian dari masyarakat. Jika dibiarkan terus-menerus, hal ini dapat berdampak kepada psikis sang korban. Pada akhirnya, korban akan mengalami depresi berat dan menimbulkan trauma.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun