Mohon tunggu...
Deslina Hulu
Deslina Hulu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Suka mendengar dan melakukan hal-hal yang baru. Suka mendengar perdebatan dan suka berdebat. Selalu terheran-heran dengan orang-orang yang bisa berbuat sesuatu tanpa ada rasa takut, percaya diri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemimpin yang Berjiwa Melayani

8 April 2024   23:27 Diperbarui: 8 April 2024   23:33 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Pada umumnya, kata "Pemimpin" menjadi rebutan bagi banyak orang. Mengapa?, karena ketika seseorang menjadi pemimpin, maka banyak orang menganggap mereka telah berhasil merebut posisi tertinggi dan mempunyai otoritas atau kuasa dalam segala hal, sehingga banyak orang berbondong-bondong menawarkan diri untuk menjadi pemimpin. Ketika mereka berhasil menjadi pemimpin, hasil yang mereka dapatkan atau yang dicapai tidak seperti harapan diawal, alhasilnya kegagalan terjadi di dalam masa kepemimpinan diri sendiri. Hal ini terjadi, karena basic ketika ingin menjadi pemimpin kurang. Terkhusus pemahaman akan tugas dan tanggungjawab seorang pemimpin. Seorang pemimpin, baik pemimpin secara general maupun pemimpin dalam sebuah organisasi Kristen, haruslah menyadari akan pentingnya arti dari "pemimpin". Kegagalan sering sekali terjadi, karena pemimpin hanya berfokus kepada dirinya sendiri, bukan kepada apa yang sedang ia pimpin. 

Namun, berdasarkan teori yang dipelajari selama belajar tentang "Leadership", ada banyak arti dan faktor-faktor yang menjadi tuntutan bagi seorang pemimpin, namun hal tersebut masih belum diketahui oleh banyak pemimpin yang saat ini sedang memimpin. Salah satu hal yang harus diketahui oleh seorang pemimpin ialah kepemimpinan itu bukan hanya sekedar mengklaim otoritas atau kuasa sebagai pemegang kendali dalam organisasi tersebut. Akan tetapi, seorang pemimpin yang baik dan benar ialah pemimpin yang memiliki jiwa yang mau melayani "Lead Servant terhadap semua yang dipimpinnya. Terkhusus, pemimpin-pemimpin Kristen saat ini. Namun kenyataannya, banyak pemimpin Kristen gagal dalam menerapkan arti kepemimpinan tersebut. Salah satunya, pemimpin gereja ( HKI Sihotang Resor Marturia Tamba), yang saat ini sedang dipimpin atau digembalai oleh Pdt. B. Sibarani, S.Th. 

selama dua bulan lebih bersama-sama melayani dengan Pdt. Sibarani, penulis melihat bahwa jiwa kepemimpinan tidak ada pada diri Pdt tersebut. Kepemimpinannya, ia jadikan sebagai alat untuk memuaskan keinginannya sendiri dan sebagai pekerjaan yang menghasilkan uang baginya. Ia seorang pemimpin yang mengklaim otoritasnya dan berkuasa terhadap jemaat-jemaatnya, sehingga jemaatnya tunduk kepada pendeta tersebut karena tekanan. Perilaku-perilaku yang seperti ini, sering sekali menjadi masalah bagi setiap orang yang menjadi pemimpin gereja. Terlebih lagi, jika seorang pendeta hanya menginginkan dan menuntut jemaat untuk selalu melayani dirinya, hanya dikarenakan dirinya seorang pemimpin. Karena hal ini merupakan masalah dalam sebuah kepemimpinan, maka apa sebenarnya yang harus dilakukan oleh seorang calon pemimpin sebelum memimpin sebuah organisasi Kristen/gereja ? Hal inilah yang akan dijawab oleh penulis, melalui tulisan ini. 

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kepemimpinan

Pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan dalam mempengaruhi orang lain. Secara Etimologis, kepemimpinan atau leadership (bahasa Inggris) berasal dari kata "To Lead yang berarti memimpin, sehingga dapat dimengerti bahwa bahwa kepemimpinan adalah tindakan atau aksi yang dilakukan seseorang yang dipercayakan sebagai pemimpin, untuk mempengaruhi. Pemimpin atau Leader yang bertugas untuk memimpin anggota disekitarnya. kepemimpinan (Leadership) yang artinya kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi pihak lain untuk melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama. Sedangkan menurut KBBI memimpin adalah mengepalai, memandu, membimbing, memegang tangan seseorang untuk dibimbing dan ditunjukkan jalan, melatih, mendidik, mengajar agar dapat mengerjakan sendiri. 

Menurut Invacevich, Konopaske, dan Matteson dalam bukunya Sutarto Wijono Kepemimpinan dalam Perspektif Organisasi mengatakan bahwa kepemimpinan adalah "As the process of influencing others to facilitate the attainment of organization relevant goals". Oleh karena itu, untuk menjadi pemimpin tidaklah harus menjadi pemimpin organisasi atau institusi yang formal, melainkan dalam hal informal pun bisa. 

Dalam Alkitab tidak ada yang secara spesifik menjelaskan makna dari kata Kepemimpinan atau pemimpin". Namun, teladan-teladan dari beberapa tokoh yang memimpin umat/jemaat/kelompok tertentu banyak disajikan, bagaimana mereka dipilih Allah untuk memimpin. Namun, dalam beberapa kasus, dapat disimpulkan bahwa bagaimana Allah berkontribusi dalam memilih orang-orang untuk dijadikan sebagai pemimpin yang mampu memberikan possitive effect bagi orang-orang sekitarnya. 

Untuk menjadi pemimpin yang berpengaruh positif, seseorang haruslah memiliki jiwa yang rendah hati, jiwa yang mau melayani, pemahaman yang benar akan tugas dan tanggungjawab besar seorang pemimpin dan belajar banyak hal terkait teladan-teladan dari tokoh Alkitab. Salah satu hal yang harus dimengerti dan dilakukan oleh seorang pemimpin ialah, memiliki karakter yang benar dan meneladani Yesus Kristus. Demi mencapai keberhasilan seorang pemimpin, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh calon-calon pemimpin Kristen ataupun yang sedang memimpin. 

2.2. Memiliki Sifat Kepemimpinan Yesus

Yesus Kristus merupakan satu-satunya teladan yang sempurna dalam hal memimpin. Hal itu terbukti ketika Yesus mau melayani banyak orang, tanpa mengingat akan hakekat-Nya sebagai Allah. Salah satu pelayanan yang sangat unik yang dilakukan oleh Tuhan Yesus ialah pelayanan pembasuhan kaki murid-murid-Nya. Dari sisi kemanusiaan, bagaimana mungkin seorang yang menjadi pemimpin menurunkan harga diri dan jabatannya, untuk melayani anggotanya. Hal ini sangatlah sulit untuk dibayangkan dan dideskripsikan, bagaimana Yesus sendiri yang melakukan pelayanan tersebut. Pelayanan yang begitu rendah untuk dilakukan oleh seorang pemimpin (Pendeta/Gembala). Namun jelas, Alkitab mencatat bahwa Yesus tidak memandang akan otoritas sebagai pemimpin yang lazimnya harus dilayani, melainkan adanya kerendahan hati untuk melayani bawahan-Nya (Yoh. 13:1-17). Jelas hal ini menjadi kesulitan besar bagi banyak pemimpin Kristen. Selain dari Yesus yang memiliki sifat kerendahan hati dan mau melayani, di sisi lain Yesus memiliki banyak ragam model dalam hal memimpin. Salah satunya kasih-Nya yang Ia deklarasikan bagi semua orang, tanpa ada pandang bulu, status, usia. Alkitab mencatat bahwa Yesus melayani mereka yang bukan Yahudi dan kelompok-kelompok lainnya. Yesus juga mempunyai tujuan yang jelas dalam setiap pelayanan yang Ia lakukan, sehingga setiap pelayanan yang Yesus kerjakan terstruktur. Yesus merupakan pemimpin yang berhasil, bukan hanya secara banyaknya kuantitas yang diajar-Nya, dalam hal meregenerasikan pelayanan-Nya, Yesus juga berhasil. Kepemimpinan Yesus sangatlah sulit untuk ditiru, namun dalam bukunya Hwa Yung "Leadership or Servanthood? Walking in the Steps of Jesus", mengatakan bahwa untuk memimpin seperti Kristus, hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengenal Kristus secara Pribadi. Penulis setuju akan pernyataan tersebut. Karena ketika seseorang menginginkan untuk mengikuti teladan Yesus, maka orang tersebut harus terlebih dahulu mengenal lebih dalam dan mempunyai hubungan yang erat dengan Kristus. Hal inilah satu-satunya cara yang harus diperhatikan dan dimiliki oleh pemimpin-pemimpin Kristen masa kini. 

2.3. Pemimpin yang Berjiwa Melayani

Sen Senjaya, dalam bukunya "Leadership Reformed", mengatakan bahwa : Jika melayani terlalu rendah bagimu, maka memimpin terlalu tinggi bagimu. Pernyataan ini sangat relevan untuk diaplikasikan bagi pemimpin Kristen. Mengapa ?, karena masa kini ada banyak pemimpin-pemimpin Kristen yang merasa diri paling atas ketika mereka dipercayakan sebuah tanggungjawab dalam sebuah organisasi/gereja/institusi. Demikian halnya dengan masalah kepemimpinan di gereja HKI Sihotang, di mana pendetanya menuntut banyak jemaatnya untuk melayani dia. Hal ini terlihat, bagaimana pendeta tersebut tidak melakukan pelayanan tanpa ada sesuatu imbalan yang cukup besar yang ia terima dari jemaatnya. Selama 2 bulan di HKI Sihotang, saya tidak pernah melihat, mendengar, menyaksikan pendeta tersebut melakukan kunjungan ke rumah-rumah jemaatnya, alasannya ialah rumah jemaatnya berjarak jauh dari rumah jemaat yang satu ke jemaat yang lain, sehingga sulit baginya untuk berkunjung dan meluangkan waktu. Bukan hanya itu saja, pendeta tersebut hanya mau melakukan dan menerima pelayanan mimbar, dan pelayanan undangan yang memberikan PK besar baginya seperti pesta adat. Khotbah dimimbar itulah yang ia utamakan, namun dalam hal melayani jemaatnya ia sama sekali tidak memberikan kontribusi apa-apa. Orang-orang yang seperti itu tidaklah layak untuk menjadi pemimpin. Karena banyak orang yang bisa menjadi pengkhotbah handal dan luar biasa namun tidak bisa jadi pemimpin yang memberikan pengaruh positif bagi sekitarnya, demikian sebaliknya. Untuk menjadi pemimpin haruslah memahami bahwa inti dari kepemimpinan adalah melayani orang lain terlebih dahulu, sebelum dirinya sendiri. Keuntungan-keuntungan yang ia dapat bukan untuk memuaskan diri sendiri, melainkan ia sanggup membagikan kepada orang lain. Pemimpin yang melayani atau lead servant, haruslah memiliki keyakinan besar dan menjunjung tinggi orang-orang yang mereka layani, mengapresiasi orang-orang yang dipimpinnya, tidak merasa diri paling tinggi dan bawahannya paling rendah, tidak ada istilah tuan/bos, ia menganggap semua setara. Simpati dan berempati kepada pengikutnya, membangun rasa trust/percaya antar pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin yang berjiwa melayani, juga mau berkontribusi dalam setiap jobdesk, tidak harus bawahan yang mengerjakan atau melakukan sebuah tugas. Pemimpin yang berjiwa melayani adalah pemimpin yang berpusat pada Injil, sehingga semua dimensi yang ia kerjakan, ia selalu memandang kepada Injil bukan kepada sebuah moralitas. Misalnya, ia sendiri mengalami kegagalan, maka yang dilakukan ialah tenang dan menyadari bahwa kegagalan itu memang menyakitkan tetapi hal itu justru membawa dia semakin mengalami anugrah-Nya Allah (Tabel pemimpin yang moralitis dan pemimpin yang berpusat pada Injil : Sen senjaya). Sama seperti Yesus yang telah menjadi teladan pemimpin yang melayani untuk semua orang, maka hal inilah yang harus diterapkan. Kepemimpinan yang sukses adalah pemimpin yang bisa membangun team work yang berintegritas. Pemimpin membutuhkan anggota atau bawahan. Tidak ada pemimpin yang bisa mengerjakan segalanya sendirian. Semakin besar organisasi yang ia pimpin, semakin kuat, besar, dan dalam team worknya (John Maxwell). Ketika Anda memutuskan untuk melayani orang lain sebagai pemimpin, kesuksesan tim menjadi kesuksesan Anda. (John C.Maxwell). 

Untuk menjadi pemimpin yang memiliki jiwa melayani, haruslah terlebih dahulu meninggalkan apa yang menjadi berhala bagi dirinya sendiri. Karena berhala menjadi salah satu faktor kegagalan bagi setiap pemimpin Kristen. 

2.4. Berhala yang Harus Ditinggalkan Seorang Pemimpin

 Menjadi pemimpin Kristen tidaklah mudah. Masing-masing orang memiliki keinginan tersendiri yang sangat sulit untuk ditinggalkan. Maka tidak heran, apabila banyak pemimpin Kristen cenderung gagal dalam problem ini, sehingga mempengaruhi moral atau emosional mereka ketika menjadi pemimpin. Berhala merupakan sesuatu bersifat eksternal dan internal yang diagungkan atau posisi itu lebih tinggi dan menguasai diri mereka. Berhala lebih tendency kepada hal-hal yang bersifat negatif, sehingga keinginan yang baik bertolak belakang dan bergesekan dengan berhala tersebut. Sen Senjaya mendeskripsikan motif berhala utama dan manisfestasinya pada perilaku dan emosi pemimpin dalam sebuah tabel. Salah satu yang menurut saya paling cenderung terjadi kepada para pemimpin saat ini ialah, "Berpusat pada diri sendiri", sehingga keinginannya hanyalah ingin selalu diterima, diakui dan relasi serta kasihnya selalu bergantung. Pemimpin yang memiliki motif berhala seperti ini akan senang apabila ia dikasihi, disetujui, dihormati oleh banyak orang dan menganggap bahwa orang-orang membutuhkan dirinya, dan ia akan menghindari kebalikan dari apa yang ia senangi. Hal ini akan memanifestasi perasaannya menjadi merasa tidak aman, cepat tersinggung, cemas, merasa bersalah. Perilaku dan emosional yang seperti inilah yang harus ditinggalkan oleh seorang pemimpin. Masalah penerimaan dan penolakan merupakan hal yang biasa ketika seseorang menjadi pemimpin. Ketika menjadi pemimpin resiko harus siap untuk diterima, karena tidak semua orang yang dijumpai/dipimpin menyukai pemimpinnya. Terkait penerimaaan dan penolakan, Lecrae Moore dalam bukunya Sen Senjaya "Leadership Reformed", mengatakan bahwa : "Jika anda hidup untuk mencari penerimaan dari orang-orang, maka anda akan mati karena penolakan mereka". Penulis sangat setuju dengan pernyataan ini, karena ketika pemimpin hidup untuk penerimaan orang lain, hal itu merupakan motivasi yang salah. Maka, untuk meninggalkan berhala-berhala atau keinginan tersebut, seorang pemimpin haruslah menjadikan Yesus Kristus sebagai center dalam segala hal, sehingga tercipta hati yang melayani, rendah hati, mau menerima siapa saja, dan berpegang pada Injil. 

PENUTUP

Melalui tulisan di atas, saya menyimpulkan bahwa pemimpin gereja haruslah siap dan rela untuk melayani jemaatnya, tidak harus menunggu dirinya untuk dilayani. Karena Yesus telah terlebih dahulu memberi dan menjadi teladan sebagai seorang pemimpin yang melayani pengikut-Nya. Kerendahan hati yang besar yang menjadi kunci utama bagi seorang pemimpin yang mau melayani. Memiliki sifat kepemimpinan Yesus serta meneladani model-model kepemimpinan-Nya, memiliki jiwa yang rela melayani dan siap meninggalkan berhala yang mempengaruhi perilaku, emosional, merupakan hal yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang benar akan membawa pengaruh positif bagi pengikutnya dan tujuan mereka akan tercapai, karena adanya kerjasama antar pemimpin dan pengikutnya. Dalam sebuah organisasi, institusi, kelompok perbedaan tidak diberlakukan, melainkan menganggap semua setara, meskipun ada kode etic yang harus dijaga antar sesama pemimpin dan pengikutnya. Apresiasi perlu diberikan pemimpin bagi bawahannya, agar bawahannya merasa seperti dihargai. Keberhasilan seorang pemimpin tidak terlepas bagaimana seseorang yang sudah mengalami Tuhan, menjadikan Tuhan sebagai pusat dan Injil sebagai pegangan yang kuat dalam hidupnya. Jika melihat study kasus Pdt. Sibarani (HKI Sihotang), bagi penulis ia adalah seorang pemimpin yang gagal bagi jemaatnya dan pengikutnya. Namun, tidaklah tertutup kemungkinan untuk memperbaharui karakter-karakter yang lama menuju kepada pribadi yang seperti Yesus inginkan dan mengaplikasikan ilmu kepemimpinan Kristen dalam masa-masa kepemimpinan saat ini dan sampai seterusnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun