Yesus Kristus merupakan satu-satunya teladan yang sempurna dalam hal memimpin. Hal itu terbukti ketika Yesus mau melayani banyak orang, tanpa mengingat akan hakekat-Nya sebagai Allah. Salah satu pelayanan yang sangat unik yang dilakukan oleh Tuhan Yesus ialah pelayanan pembasuhan kaki murid-murid-Nya. Dari sisi kemanusiaan, bagaimana mungkin seorang yang menjadi pemimpin menurunkan harga diri dan jabatannya, untuk melayani anggotanya. Hal ini sangatlah sulit untuk dibayangkan dan dideskripsikan, bagaimana Yesus sendiri yang melakukan pelayanan tersebut. Pelayanan yang begitu rendah untuk dilakukan oleh seorang pemimpin (Pendeta/Gembala). Namun jelas, Alkitab mencatat bahwa Yesus tidak memandang akan otoritas sebagai pemimpin yang lazimnya harus dilayani, melainkan adanya kerendahan hati untuk melayani bawahan-Nya (Yoh. 13:1-17). Jelas hal ini menjadi kesulitan besar bagi banyak pemimpin Kristen. Selain dari Yesus yang memiliki sifat kerendahan hati dan mau melayani, di sisi lain Yesus memiliki banyak ragam model dalam hal memimpin. Salah satunya kasih-Nya yang Ia deklarasikan bagi semua orang, tanpa ada pandang bulu, status, usia. Alkitab mencatat bahwa Yesus melayani mereka yang bukan Yahudi dan kelompok-kelompok lainnya. Yesus juga mempunyai tujuan yang jelas dalam setiap pelayanan yang Ia lakukan, sehingga setiap pelayanan yang Yesus kerjakan terstruktur. Yesus merupakan pemimpin yang berhasil, bukan hanya secara banyaknya kuantitas yang diajar-Nya, dalam hal meregenerasikan pelayanan-Nya, Yesus juga berhasil. Kepemimpinan Yesus sangatlah sulit untuk ditiru, namun dalam bukunya Hwa Yung "Leadership or Servanthood? Walking in the Steps of Jesus", mengatakan bahwa untuk memimpin seperti Kristus, hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengenal Kristus secara Pribadi. Penulis setuju akan pernyataan tersebut. Karena ketika seseorang menginginkan untuk mengikuti teladan Yesus, maka orang tersebut harus terlebih dahulu mengenal lebih dalam dan mempunyai hubungan yang erat dengan Kristus. Hal inilah satu-satunya cara yang harus diperhatikan dan dimiliki oleh pemimpin-pemimpin Kristen masa kini.Â
2.3. Pemimpin yang Berjiwa Melayani
Sen Senjaya, dalam bukunya "Leadership Reformed", mengatakan bahwa : Jika melayani terlalu rendah bagimu, maka memimpin terlalu tinggi bagimu. Pernyataan ini sangat relevan untuk diaplikasikan bagi pemimpin Kristen. Mengapa ?, karena masa kini ada banyak pemimpin-pemimpin Kristen yang merasa diri paling atas ketika mereka dipercayakan sebuah tanggungjawab dalam sebuah organisasi/gereja/institusi. Demikian halnya dengan masalah kepemimpinan di gereja HKI Sihotang, di mana pendetanya menuntut banyak jemaatnya untuk melayani dia. Hal ini terlihat, bagaimana pendeta tersebut tidak melakukan pelayanan tanpa ada sesuatu imbalan yang cukup besar yang ia terima dari jemaatnya. Selama 2 bulan di HKI Sihotang, saya tidak pernah melihat, mendengar, menyaksikan pendeta tersebut melakukan kunjungan ke rumah-rumah jemaatnya, alasannya ialah rumah jemaatnya berjarak jauh dari rumah jemaat yang satu ke jemaat yang lain, sehingga sulit baginya untuk berkunjung dan meluangkan waktu. Bukan hanya itu saja, pendeta tersebut hanya mau melakukan dan menerima pelayanan mimbar, dan pelayanan undangan yang memberikan PK besar baginya seperti pesta adat. Khotbah dimimbar itulah yang ia utamakan, namun dalam hal melayani jemaatnya ia sama sekali tidak memberikan kontribusi apa-apa. Orang-orang yang seperti itu tidaklah layak untuk menjadi pemimpin. Karena banyak orang yang bisa menjadi pengkhotbah handal dan luar biasa namun tidak bisa jadi pemimpin yang memberikan pengaruh positif bagi sekitarnya, demikian sebaliknya. Untuk menjadi pemimpin haruslah memahami bahwa inti dari kepemimpinan adalah melayani orang lain terlebih dahulu, sebelum dirinya sendiri. Keuntungan-keuntungan yang ia dapat bukan untuk memuaskan diri sendiri, melainkan ia sanggup membagikan kepada orang lain. Pemimpin yang melayani atau lead servant, haruslah memiliki keyakinan besar dan menjunjung tinggi orang-orang yang mereka layani, mengapresiasi orang-orang yang dipimpinnya, tidak merasa diri paling tinggi dan bawahannya paling rendah, tidak ada istilah tuan/bos, ia menganggap semua setara. Simpati dan berempati kepada pengikutnya, membangun rasa trust/percaya antar pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin yang berjiwa melayani, juga mau berkontribusi dalam setiap jobdesk, tidak harus bawahan yang mengerjakan atau melakukan sebuah tugas. Pemimpin yang berjiwa melayani adalah pemimpin yang berpusat pada Injil, sehingga semua dimensi yang ia kerjakan, ia selalu memandang kepada Injil bukan kepada sebuah moralitas. Misalnya, ia sendiri mengalami kegagalan, maka yang dilakukan ialah tenang dan menyadari bahwa kegagalan itu memang menyakitkan tetapi hal itu justru membawa dia semakin mengalami anugrah-Nya Allah (Tabel pemimpin yang moralitis dan pemimpin yang berpusat pada Injil : Sen senjaya). Sama seperti Yesus yang telah menjadi teladan pemimpin yang melayani untuk semua orang, maka hal inilah yang harus diterapkan. Kepemimpinan yang sukses adalah pemimpin yang bisa membangun team work yang berintegritas. Pemimpin membutuhkan anggota atau bawahan. Tidak ada pemimpin yang bisa mengerjakan segalanya sendirian. Semakin besar organisasi yang ia pimpin, semakin kuat, besar, dan dalam team worknya (John Maxwell). Ketika Anda memutuskan untuk melayani orang lain sebagai pemimpin, kesuksesan tim menjadi kesuksesan Anda. (John C.Maxwell).Â
Untuk menjadi pemimpin yang memiliki jiwa melayani, haruslah terlebih dahulu meninggalkan apa yang menjadi berhala bagi dirinya sendiri. Karena berhala menjadi salah satu faktor kegagalan bagi setiap pemimpin Kristen.Â
2.4. Berhala yang Harus Ditinggalkan Seorang Pemimpin
 Menjadi pemimpin Kristen tidaklah mudah. Masing-masing orang memiliki keinginan tersendiri yang sangat sulit untuk ditinggalkan. Maka tidak heran, apabila banyak pemimpin Kristen cenderung gagal dalam problem ini, sehingga mempengaruhi moral atau emosional mereka ketika menjadi pemimpin. Berhala merupakan sesuatu bersifat eksternal dan internal yang diagungkan atau posisi itu lebih tinggi dan menguasai diri mereka. Berhala lebih tendency kepada hal-hal yang bersifat negatif, sehingga keinginan yang baik bertolak belakang dan bergesekan dengan berhala tersebut. Sen Senjaya mendeskripsikan motif berhala utama dan manisfestasinya pada perilaku dan emosi pemimpin dalam sebuah tabel. Salah satu yang menurut saya paling cenderung terjadi kepada para pemimpin saat ini ialah, "Berpusat pada diri sendiri", sehingga keinginannya hanyalah ingin selalu diterima, diakui dan relasi serta kasihnya selalu bergantung. Pemimpin yang memiliki motif berhala seperti ini akan senang apabila ia dikasihi, disetujui, dihormati oleh banyak orang dan menganggap bahwa orang-orang membutuhkan dirinya, dan ia akan menghindari kebalikan dari apa yang ia senangi. Hal ini akan memanifestasi perasaannya menjadi merasa tidak aman, cepat tersinggung, cemas, merasa bersalah. Perilaku dan emosional yang seperti inilah yang harus ditinggalkan oleh seorang pemimpin. Masalah penerimaan dan penolakan merupakan hal yang biasa ketika seseorang menjadi pemimpin. Ketika menjadi pemimpin resiko harus siap untuk diterima, karena tidak semua orang yang dijumpai/dipimpin menyukai pemimpinnya. Terkait penerimaaan dan penolakan, Lecrae Moore dalam bukunya Sen Senjaya "Leadership Reformed", mengatakan bahwa : "Jika anda hidup untuk mencari penerimaan dari orang-orang, maka anda akan mati karena penolakan mereka". Penulis sangat setuju dengan pernyataan ini, karena ketika pemimpin hidup untuk penerimaan orang lain, hal itu merupakan motivasi yang salah. Maka, untuk meninggalkan berhala-berhala atau keinginan tersebut, seorang pemimpin haruslah menjadikan Yesus Kristus sebagai center dalam segala hal, sehingga tercipta hati yang melayani, rendah hati, mau menerima siapa saja, dan berpegang pada Injil.Â
PENUTUP
Melalui tulisan di atas, saya menyimpulkan bahwa pemimpin gereja haruslah siap dan rela untuk melayani jemaatnya, tidak harus menunggu dirinya untuk dilayani. Karena Yesus telah terlebih dahulu memberi dan menjadi teladan sebagai seorang pemimpin yang melayani pengikut-Nya. Kerendahan hati yang besar yang menjadi kunci utama bagi seorang pemimpin yang mau melayani. Memiliki sifat kepemimpinan Yesus serta meneladani model-model kepemimpinan-Nya, memiliki jiwa yang rela melayani dan siap meninggalkan berhala yang mempengaruhi perilaku, emosional, merupakan hal yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang benar akan membawa pengaruh positif bagi pengikutnya dan tujuan mereka akan tercapai, karena adanya kerjasama antar pemimpin dan pengikutnya. Dalam sebuah organisasi, institusi, kelompok perbedaan tidak diberlakukan, melainkan menganggap semua setara, meskipun ada kode etic yang harus dijaga antar sesama pemimpin dan pengikutnya. Apresiasi perlu diberikan pemimpin bagi bawahannya, agar bawahannya merasa seperti dihargai. Keberhasilan seorang pemimpin tidak terlepas bagaimana seseorang yang sudah mengalami Tuhan, menjadikan Tuhan sebagai pusat dan Injil sebagai pegangan yang kuat dalam hidupnya. Jika melihat study kasus Pdt. Sibarani (HKI Sihotang), bagi penulis ia adalah seorang pemimpin yang gagal bagi jemaatnya dan pengikutnya. Namun, tidaklah tertutup kemungkinan untuk memperbaharui karakter-karakter yang lama menuju kepada pribadi yang seperti Yesus inginkan dan mengaplikasikan ilmu kepemimpinan Kristen dalam masa-masa kepemimpinan saat ini dan sampai seterusnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H