Mohon tunggu...
Desi Wahyu Susilowati
Desi Wahyu Susilowati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Marilah tumbuh dan berproses bersama

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Bunuh Diri Bukanlah Sebuah Drama

9 September 2021   11:46 Diperbarui: 5 Agustus 2024   08:58 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://www.defeatsuicide.com/post/save-a-life-how-to-help-someone-who-is-suicidal)

Pada tahun 2019, World Health Organization (WHO) mencatat hampir 800.000 orang setiap tahunnya meninggal dengan cara bunuh diri. Selain itu, bunuh diri juga menduduki peringkat ketiga penyebab kematian di dunia. Seseorang yang telah berhasil melakukan tindakan bunuh diri biasanya memiliki riwayat percobaan bunuh diri. Penyebab seseorang melakukan tindakan bunuh diri, antara lain: gangguan mental.

Bunuh diri juga kerap dikaitkan dengan berbagai hal, diantaranya: pernyakit kronis, stigma, dan gangguan mental. Tindakan bunuh diri biasanya bukan merupakan buah pikiran secara spontan, namun tindakan ini merupakan efek jangka panjam dari sebuah tekanan psikologis. Tidak semua pelaku bunuh diri memiliki riwayat menyakiti diri sendiri (self harm) (Goldman-Mellor dkk,  2014; Nock MK dkk 2008).

Pelaku bunuh diri nekat mengakhiri dirinya sendiri, walaupun dilarang oleh agama manapun. Pada kenyataannya kebanyakan orang berusaha untuk menunda kematian dengan cara melakukan banyak hal. Kondisi ini memperlihatkan bahwa bunuh diri merupakan sebuah permasalahan sosial. Bunuh diri juga kerap dianggap sebagai jalan terakhir untuk menyelesaikan masalah karena pelakunya telah putus asa (Mulyani & Eridiana, 2018 ; Valentina & Helmi, 2016).

Kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri tidak telihat secara jelas. Pada umumnya, pelaku bunuh diri akan menutupi perasaan dan masalah yang dihadapi dengan raut muka yang terlihat bahagia. Stigma masyarakat yang cenderung memandang orang yang memiliki ide bunuh diri sebagai orang yang kurang iman atau tidak waras. Kondisi inilah yang menyebabkan seseorang menjadi enggan untuk terbuka dengan orang lain ((Mulyani & Eridiana, 2018).

WHO menegaskan bahwa ungkapan seseorang yang pernah berbicara mengenai bunuh diri merupakan ungkapan yang sebenarnya ia rasakan. Hal ini merupakan bentuk dimana individu sebenarnya sedang meminta pertolongan orang lain, apabila kita peka terhadap permasalahan lawan bicara kita.

Mental Health First Aid Australia (2014) memaparkan 10 langkah dalam melakukan pertolongan pertama untuk mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri:

1. Siapkan diri

Pastikan dirimu siap sebelum mendekati orang tersebut dan lakukan pada momen yang tepat. Pastikan kamu siap untuk mendampingi atau menolongnya. Tanyakan pada dirimu sendiri "Apakah kondisi psikisku saat ini baik-baik saja? Apakah aku memiliki banyak waktu dan tenaga untuk mendampinginya?". Jika kamu merasa tidak siap atau tidak mampu, cari orang lain yang bisa (pihak professional misalnya: psikolog atau psikiater).

2. Dekati mereka

Bertindaklah segera dan dekati mereka jika kamu berpikir bahwa seseorang memiliki ide bunuh diri. Katakan pada mereka bahwa kamu peduli dan ingin menolong, misalnya: "Kamu belakangan ini terlihat berbeda  dan tidak seperti biasanya. Kalau boleh aku tahu apa yang sedang terjadi padamu? Aku disini untukmu jika kamu butuh bantuan atau orang untuk cerita". Jika orang tersebut tidak ingin berbicara denganmu saat itu, kamu dapat mengatakan "Kamu bisa menhubungiku jika kamu mau bercerita." 

Jika dia tidak menghubungi, jangan kamu paksa untuk bercerita padamu karena ini akan membuat dia semakin menjauh darimu. Kamu bisa mencari bantuan orang lain untuk mengajaknya (pelaku bunuh diri) berbicara.

3. Tanyakan langsung

Tanyakan langsung kepada orang tersebut mengenai pemikiran bunuh diri, dan hindari pertanyaan yang bersifat menghakimi atau memojokkannya. Bertanyalah dengan penuh ketenangan dan ketulusan.

4. Beri ruang untuk didengar

Bersikaplah suportif, pengertian, dan dengarkan apa yang dia katakan dengan penuh perhatian. Tanyakan padanya tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya selama ini.

5. Cari tahu urgensinya

Semakin spesifik rencana bunuh diri seseorang seperti sarana, waktu pelaksanaan, atau kebulatan niat, maka semakin tinggi risiko orang tersebut untuk mencoba bunuh diri dalam waktu dekat.

6. Buat mereka menjadi aman

Orang dengan kecenderungan bunuh diri harus ditemani dan tidak boleh dibiarkan sendiri. Ajak orang itu untuk bekerja sama memastikan keamanannya. Jauhkan dia dari benda-benda yang dapat memicunya melakukan tindakan bunuh diri (misalnya: gunting, pulpen, pisau, tali, cutter, obat, pistol, dll)

7. Cari bantuan professional

Jangan berasumsi bahwa individu akan membaik tanpa bantuan professional atau akan mencari bantuan sendiri. Orang-orang dengan kecenderungan bunuh diri sering tidak mencari bantuan karena banyak sebab, termasuk: stigma, rasa malu, dan keyakinan bahwa situasinya

8. Jangan rahasiakan bunuh diri

Tolak semua permintaan untuk merahasiakan, menyimpan, atau tidak memberitahukan kepada siapapun tentang pemikiran atau rencana bunuh diri.

9. Jaga diri kamu

Memberikan dukungan dan bantuan kepada orang yang ingin bunuh diri seringkali melelahkan. Tidak jarang emosimu dan psikismu menjadi mudah terpancing menjadi tidak stabil, atau bahkan kamu merasa gagal menolongnya.  Maka, penting untuk menjaga dan merawat dirimu sendiri.

10. Dalam keadaan darurat

Jika individu telah melukai dirinya sendiri atau mencoba melakukan bunuh diri, segera berikan pertolongan pertama dan segera panggil layanan darurat (ambulans).

Daftar Pustaka:

Goldman-Mellor SJ, Caspi A, Harrington H, Hogan S, Nada-Raja S, Poulton R, dkk. (2014). Suicide attempt in young people: a signal for long-term health care and social needs. JAMA Psychiatry ; 71(2):119-- 27. Doi: 10.1001/jamapsychiatry.2013.2803

     

Mental Health First Aid Australia. (2014). Suicidal thoughts and behaviours: first aid guidelines (Revised 2014). Melbourne: Mental Health First Aid Australia.

         https://mhfa.com.au/sites/default/files/MHFA_suicide_guidelinesA4%202014%20Revised.pdf

Mulyani, A. A., & Eridiana, W. (2018). Faktor-Faktor yang Melatar belakangi Fenomena Bunuh Diri di Gunung Kidul. Sosietas, 8, 2 : hal  510-516

Nock MK, Borges G, Bromet EJ, Alonso J, Angermeyer M, Beautrais A, dkk. (2008). Cross-national prevalence and risk factors for suicidal ideation, plans and attempts. The British Journal of Psychiatry: 192 (2):98--105. https://doi.org/10.1192/bjp.bp.107.040113

Valentina, T.B., Helmi, A.F. (2016). Ketidakberdayaan Perilaku Bunuh Diri: Meta-Analisis. Buletin Psikologi, 24, 2: hal 123-135. Doi: 10.22146/buletinpsikologi.18175

World Health Organization (WHO). 2019. Suicide. Diunduh pada tanggal 23 November 2020 dari: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/suicide

Ditulis oleh: Desi Wahyu S., M.Psi., Psikolog

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun