Mohon tunggu...
DESI SETIANINGSIH
DESI SETIANINGSIH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya adalah menari dan menonton film korea

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Bahasa Kias dari Puisi "Laju Aksara Timah" Karya Dian Chandra

14 November 2024   23:03 Diperbarui: 14 November 2024   23:36 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laju Aksara Timah

Oleh: Dian Chandra

Abad ke tujuh

Patung timah menyeru

Sang datuk keliru

Terburu menyumpah lanun

Dalam perut bumi

Aku mengais jejak timah

Begitu suruhmu

Hingga buntung kakiku

Dunia terus beradu

Tak tahu malu

Mengayak butir timah

Sendiri dalam kilah buru

AC hidup memberi sejuk

Ia duduk mengatur

Matahari merajuk

Kami tak tahu mundur


Analisis Bahasa Kias dalam puisi tersebut

  • "Abad ke tujuh": Ini bisa merujuk pada masa lalu yang jauh, mungkin sebuah era keemasan atau sebaliknya, era kegelapan. Angka tujuh seringkali memiliki konotasi mistis dalam berbagai budaya.  
  • "Patung timah menyeru": Patung timah umumnya melambangkan kekakuan, keteguhan, atau bahkan kematian. Namun, kata "menyeru" memberikan nuansa yang kontras, seolah patung itu memiliki kehidupan dan sedang memanggil.
  • "Sang datuk keliru": Datuk adalah sebutan untuk seorang pemimpin atau orang yang bijak. Kekeliruannya bisa merujuk pada kesalahan dalam mengambil keputusan, atau mungkin pada ketidakmampuannya memahami situasi.
  • "Terburu menyumpah lanun": Lanun sering kali diasosiasikan dengan kejahatan, pemberontakan, atau kekuatan yang tidak terkendali. Sumpah yang terburu-buru bisa menjadi simbol dari tindakan impulsif yang berpotensi membawa malapetaka.
  • "Dalam perut bumi" : Ungkapan ini menggambarkan eksplorasi atau pencarian sumber daya alam, khususnya timah. "Perut bumi" melambangkan kedalaman dan misteri, serta dampak eksploitasi terhadap lingkungan dan masyarakat.
  • "Aku mengais jejak timah" : Frasa ini menunjukkan usaha keras untuk menemukan sesuatu yang berharga, tetapi juga bisa diartikan sebagai perjuangan manusia dalam mencari makna atau identitas di tengah kesulitan.
  • "Hingga buntung kakiku": Ungkapan yang menggambarkan pengorbanan atau kerugian yang dialami dalam proses pencarian.
  • "Dunia terus beradu" : Ini menggambarkan konflik dan persaingan di dunia yang berlangsung tanpa henti.
  • "Tak tahu malu" : menyoroti sifat manusia yang sering kali tidak peduli terhadap konsekuensi dari tindakan mereka.
  • "Mengayak butir timah": "Mengayak" adalah proses memisahkan yang baik dari yang buruk. Dalam konteks ini, mungkin merujuk pada upaya untuk memilah-milah nilai-nilai atau kebenaran dari sesuatu yang kompleks.
  • "Sendiri dalam kilah buru": Menggambarkan perasaan kesepian atau terisolasi dalam perjuangan hidup.
  • "Matahari merajuk" : Personifikasi matahari sebagai sosok yang merajuk menambah dimensi emosional pada puisi, menunjukkan bagaimana alam bereaksi terhadap tindakan manusia, menciptakan rasa penyesalan atau kesedihan.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun