Laju Aksara Timah
Oleh: Dian Chandra
Abad ke tujuh
Patung timah menyeru
Sang datuk keliru
Terburu menyumpah lanun
Dalam perut bumi
Aku mengais jejak timah
Begitu suruhmu
Hingga buntung kakiku
Dunia terus beradu
Tak tahu malu
Mengayak butir timah
Sendiri dalam kilah buru
AC hidup memberi sejuk
Ia duduk mengatur
Matahari merajuk
Kami tak tahu mundur
Analisis Bahasa Kias dalam puisi tersebut
- "Abad ke tujuh": Ini bisa merujuk pada masa lalu yang jauh, mungkin sebuah era keemasan atau sebaliknya, era kegelapan. Angka tujuh seringkali memiliki konotasi mistis dalam berbagai budaya. Â
- "Patung timah menyeru": Patung timah umumnya melambangkan kekakuan, keteguhan, atau bahkan kematian. Namun, kata "menyeru" memberikan nuansa yang kontras, seolah patung itu memiliki kehidupan dan sedang memanggil.
- "Sang datuk keliru": Datuk adalah sebutan untuk seorang pemimpin atau orang yang bijak. Kekeliruannya bisa merujuk pada kesalahan dalam mengambil keputusan, atau mungkin pada ketidakmampuannya memahami situasi.
- "Terburu menyumpah lanun": Lanun sering kali diasosiasikan dengan kejahatan, pemberontakan, atau kekuatan yang tidak terkendali. Sumpah yang terburu-buru bisa menjadi simbol dari tindakan impulsif yang berpotensi membawa malapetaka.
- "Dalam perut bumi" : Ungkapan ini menggambarkan eksplorasi atau pencarian sumber daya alam, khususnya timah. "Perut bumi" melambangkan kedalaman dan misteri, serta dampak eksploitasi terhadap lingkungan dan masyarakat.
- "Aku mengais jejak timah" : Frasa ini menunjukkan usaha keras untuk menemukan sesuatu yang berharga, tetapi juga bisa diartikan sebagai perjuangan manusia dalam mencari makna atau identitas di tengah kesulitan.
- "Hingga buntung kakiku": Ungkapan yang menggambarkan pengorbanan atau kerugian yang dialami dalam proses pencarian.
- "Dunia terus beradu" : Ini menggambarkan konflik dan persaingan di dunia yang berlangsung tanpa henti.
- "Tak tahu malu" : menyoroti sifat manusia yang sering kali tidak peduli terhadap konsekuensi dari tindakan mereka.
- "Mengayak butir timah": "Mengayak" adalah proses memisahkan yang baik dari yang buruk. Dalam konteks ini, mungkin merujuk pada upaya untuk memilah-milah nilai-nilai atau kebenaran dari sesuatu yang kompleks.
- "Sendiri dalam kilah buru": Menggambarkan perasaan kesepian atau terisolasi dalam perjuangan hidup.
- "Matahari merajuk" : Personifikasi matahari sebagai sosok yang merajuk menambah dimensi emosional pada puisi, menunjukkan bagaimana alam bereaksi terhadap tindakan manusia, menciptakan rasa penyesalan atau kesedihan.
Kesimpulan
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!