Mohon tunggu...
Desy Hani
Desy Hani Mohon Tunggu... Lainnya - Happy reading

Hi, you can call me Desy - The Headliners 2021 - Best in Opinion Kompasiana Awards 2023 - Books Enthusiast - Allahumma Baarik Alaih

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Waspadai "Social Media Addiction", Ketika Dunia Maya Telah Merajai Diri

25 Oktober 2023   12:13 Diperbarui: 25 Oktober 2023   21:01 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ketergantungan pada media sosial. (Kompas.id/Chy)

Social media addiction, sesuatu hal yang berkaitan dengan aktivitas yang berlebihan menyusuri peradaban dunia maya, hingga akhirnya menyentuh level "kecanduan". Baikkah sikap demikian merajai diri, di mana aktivitasmu lebih dominan berkutat dalam lingkup dunia maya dan mengabaikan peradaban sesungguhnya di dunia nyata? 

Seiring dengan berkembang pesatnya kemajuan teknologi seperti sekarang ini, akses kemudahan dalam "bertegur sapa" menjadi sangat mudah dijangkau. 

Di mana media sosial telah menjadi saksi pembuktiannya dan media sosial pula yang menjadi perantara terhubungnya dunia nyata menembus ke dalam peradaban dunia maya. 

Ilustrasi social media addiction | sumber: Thinkstockphotos via thehealthjournals.com
Ilustrasi social media addiction | sumber: Thinkstockphotos via thehealthjournals.com

Jauh sebelum para generasi alpha dilahirkan, media sosial seperti halnya Friendster sudah lebih dahulu menyapa para penduduk bumi. Kepopulerannya merajai peradaban dunia maya saat generasi Z telah hadir dan meramaikan planet ini, tepatnya di tahun 2002 silam. 

Dan kini, semakin banyak media sosial yang ikut serta meramaikan peradaban dunia maya, mulai dari Facebook yang begitu legendaris dan tetap eksis hingga sekarang. 

Diikuti dengan Instagram yang terus berkembang dengan berbagai macam fitur yang menarik minat para pecintanya. 

Dilanjutkan dengan Twitter yang kini telah berevolusi menjadi X dan tetap mengibarkan sayapnya dengan berbagai macam cuitan para penghuninya. 

Dan sekarang TikTok, yang ikut serta mengambil hati para penghuni dunia maya, dengan kehadiran berbagai macam reels video yang disajikannya. 

Ilustrasi social media | sumber: Shutterstock via dailysabah.com
Ilustrasi social media | sumber: Shutterstock via dailysabah.com

Mendapati penjelasan di atas, terbukti dengan jelas, bahwa begitu banyak media sosial yang ikut serta menghiasi hari-hari para penduduk bumi. 

Coba kamu perhatikan teman-teman di sekitarmu perihal kepemilikan akun pada media sosial dan lihat, apakah mereka memiliki media sosial atau malah sebaliknya. 

Berdasarkan pengamatan sederhana yang saya lakukan, teman-teman saya bisa dikatakan hampir semuanya memiliki media sosial. 

Ada yang memiliki semua akun media sosial mengikuti perkembangan zaman dan ada pula yang tidak memiliki semuanya, hanya pada media sosial yang disukainya saja. 

Ilustrasi social media | sumber: moneycontrol.com
Ilustrasi social media | sumber: moneycontrol.com

Seperti halnya A, dirinya memiliki akun media sosial Facebook dan X (sebelumnya dikenal dengan Twitter), tapi tidak memiliki Instagram. Alasannya tidak memiliki Instagram karena, "kurang pede aja, ya biar ga insecure juga gitu", ujarnya. 

Apabila diperhatikan, Instagram memang dominan menunjukkan kreativitas melalui content creator, bisa dalam bentuk foto maupun video. 

Tidak ada yang salah dengan pernyataan demikian, karena setiap orang memiliki pendapatnya masing-masing dan itu sangat sah-sah saja dilakukan. 

Tidak ada kewajiban mutlak bahwa kamu harus memiliki akun media sosial B, C, D ataupun E. Bukankah begitu? 

Bahkan, tidak menutup kemungkinan pula ada yang tidak memiliki akun media sosial di mana pun, karena dirinya merasa nyaman dengan hal tersebut. 

Mendapati pernyataan A di atas, apabila diperhatikan secara seksama, bisa disimpulkan bahwa A memiliki kontrol yang baik dalam penggunaan media sosial. 

Karena A telah lebih dahulu membentengi dirinya, untuk tidak ikut serta pada "sesuatu hal" yang bisa menimbulkan "ke-galau-an" di dalam semesta hidupnya. 

Nah, bagaimana dengan dirimu, apakah kamu sudah bijak dalam menggunakan media sosial? Atau jangan-jangan, kamu termasuk ke dalam golongan yang sudah tidak bisa lepas lagi dari perangkap media sosial? Hampa terasa hidupku tanpa dirimu, eh kok malah nyanyi. 

Bahkan, saat wifi berada di titik gangguan, kuota menyentuh fase sekarat, dan jaringan internet sudah tidak bisa beraktivitas, sehingga media sosial tidak dapat dijangkau. Di saat itulah, kamu merasa dunia telah runtuh. Lho kok jadi dramatis, tapi ada juga lho yang kayak gini. Iya ga sih? 

Ilustrasi social media addiction | sumber: staysafeonline.in
Ilustrasi social media addiction | sumber: staysafeonline.in

Mendapati hal demikian, bisa jadi kamu sudah masuk ke dalam jajaran social media addiction. Seakan-akan dunia maya telah mengikatmu untuk tidak bisa lari darinya. 

Dilansir dari addictioncenter.com bahwa social media addiction merupakan kecanduan perilaku yang didefinisikan sebagai rasa khawatir yang berlebihan terhadap media sosial.

Didorong oleh dorongan yang tidak terkendali untuk masuk atau menggunakan media sosial, dan mencurahkan begitu banyak waktu dan upaya untuk media sosial, sehingga mengganggu bidang kehidupan penting lainnya. 

Dan berdasarkan informasi yang diperoleh dari healthline, bahwa tidak ada diagnosis resmi mengenai "social media addiction".

Namun penggunaan media sosial secara berlebihan semakin menjadi hal yang lumrah saat ini dan hal ini mungkin berdampak serius pada kesehatan fisik serta mental. 

Dan pada umumnya (meskipun tidak semuanya), addict-mu bisa muncul sejak media sosial telah merajai dirimu, di mana kamu sudah tidak bisa lagi mengontrol dengan sebaik mungkin penggunaan media sosial. 

llustrasi social media addiction | sumber: Oscar Wong/Getty Images via survivornet.com
llustrasi social media addiction | sumber: Oscar Wong/Getty Images via survivornet.com

Sederhananya, ketika kamu bangun dari tidur, yang kamu cari hanyalah gawai, guna mengecek notifikasi media sosial apa saja yang muncul di layar gawaimu, hanya demi menjadi kaum ter-update di jagad dunia maya. 

Padahal waktu bangun tidur bisa kamu manfaatkan untuk melakukan gerakan peregangan sejenak dan mengucapkan doa untuk memulai harimu, bukan hanya sekedar menatap layar gawai yang begitu menyilaukan mata di pagi hari. 

Atau bahkan, ketika sedang berada di toilet kamu juga tidak segan-segan menggulir gawaimu memasuki peradaban dunia maya, hanya sekadar untuk melihat berapa banyak jumlah viewers dan jumlah likers dari postingan yang baru kamu upload tersebut. Oh no. 

Di mana aktivitas demikian kamu lakukan secara berulang-ulang dan terus-menerus. Dikit-dikit cek medsos, terus aja sampai jari pegal, eh. 

Dan bisa dikatakan, aktivitas tersebut telah banyak menyita waktumu, yang seharusnya bisa kamu maksimalkan untuk aktivitas lainnya di dunia nyata, namun yang terjadi malah sebaliknya. 

Bahkan lebih anti mainstream-nya lagi, ketika memasuki peradaban dunia maya, kamu malah menjadikan media sosial sebagai ajang perbandingan hidup, padahal ini bukanlah media perlombaan. 

Kecepatan dalam mengayuh sepeda saja tidak ada yang sama, meskipun keduanya gowes dengan merek dan model sepeda yang sama. 

Apalagi tentang perihal perjalanan hidup, semua memiliki fasenya. Tidak akan ada yang sama, setiap insan penghuni planet bumi berjalan di waktunya masing-masing. 

Maka dari itu, bentengilah dirimu dengan sebaik mungkin ketika berselancar di dunia maya, sehingga label "addict" tidak tersematkan pada dirimu, seperti: 

Pertama, atur waktumu 

Ilustrasi atur waktumu | sumber: talenta.co
Ilustrasi atur waktumu | sumber: talenta.co

Memiliki media sosial sangat sah-sah saja kamu lakukan, tidak ada yang melarang. Namun kamu sendiri harus bisa memberikan batasan dalam berinteraksi di jagad dunia maya. 

Membatasi interaksi di media sosial bukan berarti membuatmu memutuskan komunikasi dengan para penghuninya, membatasi disini lebih difokuskan pada penggunaan waktu, agar tidak berlebihan sampai lupa waktu. 

Jangan sampai, kamu masuk ke dalam jajaran kaum yang tidak bisa melepaskan diri lagi dari media sosial, bagaikan telah terikat dan jatuh sedalam-dalamnya tanpa pernah bisa keluar. 

Misalnya, penggunaan waktu 24 jam jangan lebih dominan kamu pakai untuk menggulir gawai pada dinding media sosial saja. 

Aturlah dengan sebaik mungkin waktu yang ada. Contohnya ketika kamu sedang bekerja, maka fokuskan terlebih dahulu pada pekerjaanmu, bukan pada gawaimu, dan begitu pula dengan pengaturan aktivitas lainnya. 

Begini, emangnya ga bosen ya scroll medsos terus-terusan? Kan sayang waktunya banyak habis terbuang. Don't waste your time, guys. 

Kedua, menonaktifkan notifikasi media sosial 

Ilustrasi menonaktifkan notifikasi media sosial | sumber: Unsplash via iNews.id
Ilustrasi menonaktifkan notifikasi media sosial | sumber: Unsplash via iNews.id

Menonaktifkan beberapa notifikasi media sosial sangat penting dilakukan dan hal ini pun telah saya terapkan di beberapa media sosial yang saya miliki. 

Hal ini dilakukan, agar kamu yang telah selesai berselancar di dunia maya, tidak "menegok" kembali media sosialmu sesaat notifikasi baru bermunculan menghiasi layar gawaimu.

Karena pada umumnya, setiap insan penghuni planet bumi, akan mulai menggerakkan bola matanya untuk melirik kembali ke arah gawai sesaat bunyi notifikasi bermunculan. 

Dengan menonaktifkan notifikasi, secara otomatis pemberitahuan terkait direct message, reply, ataupun update terbaru lainnya, tidak akan bisa kamu ketahui, karena notifikasi yang menghiasi gawai telah lenyap dari peradaban layar. 

Oleh sebab itu, tidak mengherankan lagi apabila ada seseorang yang sedikit lambat merespon pesan yang kamu kirimkan di media sosial, bisa jadi dirinya telah menonaktifkan notifikasi. 

Namun tidak menutup dua kemungkinan pula, keterlambatan membalas pesan tersebut juga disebabkan karena yang bersangkutan log out pada akun media sosial miliknya atau bisa jadi kamu tidaklah penting baginya, eh.

Ketiga, pahami tujuanmu 

Ilustrasi pahami tujuan berselancar di media sosial | sumber: Shutterstock via  gramedia.com
Ilustrasi pahami tujuan berselancar di media sosial | sumber: Shutterstock via  gramedia.com

Sebagai salah satu penghuni dunia maya, pernahkah kamu berpikir apakah tujuan utamamu berselancar di dalam peradaban tersebut? Mencari informasi, me-refreshing-kan diri dari hiruk pikuk dunia nyata, atau malah hanya sekedar berkunjung tanpa tujuan? Hati-hati lho yang ga ada tujuan, entar nyasar, eh. 

Pada dasarnya, tidak ada yang salah dengan semua itu. Namun, dengan memiliki tujuan ketika berselancar di dunia maya akan membuatmu memiliki arah yang lebih jelas, agar tidak melebar kemana-mana. 

Soalnya, jari jemari suka gulir sana gulir sini deh, akhirnya malah ngepoin orang lain, ujung-ujungnya timbullah social comparison, kalau udah begini kan repot. 

Keempat, puasa media sosial 

Ilustrasi puasa media sosial | sumber: meramuda.com
Ilustrasi puasa media sosial | sumber: meramuda.com

Berpuasa di media sosial bukan berarti membuatmu berpaling darinya, di saat kamu sedang berpuasa, maka akan ada waktunya untuk berbuka. 

Ketika kamu memutuskan untuk rehat sejenak dari jagad dunia maya, pasti akan ada waktunya kamu kembali menyapa para penghuninya. 

Terkadang, memutuskan untuk berpuasa dari dunia maya sangat baik dilakukan (jika kamu sudah merasa sangat membutuhkannya). Ada begitu banyak faktor yang membuat para penghuni dunia maya melakukan hal demikian. 

Coba kamu tanyakan kepada dirimu sendiri yang pernah memutuskan rehat sejenak dari media sosial, apa alasanmu melakukan hal demikian? Dan bagaimana perasaanmu ketika kembali?

Selain itu, berpuasa dari media sosial rasanya kurang afdol apabila kamu tidak menghapus (uninstall) aplikasi media sosial yang kamu miliki. 

Karena kemungkinan terbesarnya, imanmu akan mudah tergoyahkan untuk kembali login memasuki peradaban dunia maya. Kalau udah begini kan jadi gagal deh. 

Kelima, berikan batasan interaksi pada gawai 

Ilustrasi batasan interaksi pada gawai | sumber: dianisa.com
Ilustrasi batasan interaksi pada gawai | sumber: dianisa.com

Poin kelima ini bisa dikatakan poin kesimpulan dari penjelasan keempat poin di atas. Ketika kamu telah memahami semuanya, kamu akan dengan mudahnya memberikan batasan interaksimu pada gawai. 

Gawai menjadi sangat bermanfaat apabila kamu menggunakannya dengan sebaik mungkin. Seperti halnya dengan menjalin relasi dengan seseorang yang berada jauh darimu, berkat media sosial dan aplikasi perpesanan lainnya, komunikasi menjadi lebih mudah terealisasi. 

Namun, gawai pun menjadi sangat tidak bermanfaat apabila kamu menggunakannya dengan salah. Seperti halnya ketika kamu sedang bersama dengan seseorang. 

Di mana pada saat itu, fokusmu hanya memainkan gawai menyusuri peradaban dunia maya, sehingga melupakan orang yang berada paling dekat denganmu di dunia nyata. Sikap demikian, nyatanya tidaklah baik dilakukan. 

Itulah penting bagimu membatasi penggunaan gawai dan media sosial, jangan sampai dunia maya berhasil mengendalikanmu, karena seharusnya kamu-lah yang memegang kemudi. 

So, bijaklah dalam menelusuri peradaban dunia maya, agar kamu lebih banyak mendulang manfaat. Seperti halnya informasi ter-update, biar ga kudet (dibaca: kurang update).

Thanks for reading 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun