Mohon tunggu...
Desy Hani
Desy Hani Mohon Tunggu... Lainnya - Happy reading

Hi, you can call me Desy - The Headliners 2021 - Best in Opinion Kompasiana Awards 2023 - Books Enthusiast - Allahumma Baarik Alaih

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengenal "Digital Footprint", Laksana Bayangan Semu namun Terus Mengikuti

16 September 2023   15:19 Diperbarui: 17 September 2023   02:34 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jangan jadi pencuri karya | sumber: inwepo.co

Media sosial merupakan salah satu jembatan untuk menghubungkan ke dunia lain, apalagi kalau bukan dunia maya. 

Di era digitalisasi seperti sekarang ini, menggunakan media sosial bukanlah hal yang tabu lagi. Memiliki media sosial bagaikan sebuah kebutuhan. Benarkah demikian? 

Ketika generasi Z dan generasi alpha dilahirkan, perkembangan media sosial bisa dikatakan meluncur dengan begitu pesatnya. 

Seperti halnya media sosial legendaris yakni Facebook, yang didirikan sejak tahun 2004. Diikuti dengan Instagram yang didirikan pada tahun 2010. Di mana keduanya, berada di bawa naungan Meta Platforms. 

Begitu pula dengan Twitter, yang masih mengibarkan sayapnya di dunia maya dan sudah ada sejak tahun 2006, namun kini telah berevolusi di tahun 2023 menjadi X. 

Ketiganya, bisa dikatakan masih eksis hingga sekarang, mewarnai peradaban yang berada di dalam dunia maya. 

Apabila ada aplikasi media sosial yang eksis, berarti akan ada pula antonim-nya, yakni aplikasi media sosial yang sudah tidak eksis lagi, bahkan sudah menutup pintunya dari peradaban dunia maya. 

Seperti Friendster yang sudah tidak aktif lagi, diikuti dengan Path yang telah tutup di tahun 2018 silam. 

Mendapati rangkaian penjelasan di atas, terbukti, begitu banyak media sosial yang sudah menemani para penduduk bumi. 

Ilustrasi media sosial | sumber: romeltea.com
Ilustrasi media sosial | sumber: romeltea.com

Namun, pernahkah kamu berpikir sejenak tentang aktivitas yang kamu lakukan selama berada di dunia maya? 

Sama seperti ketika kamu berada di dunia nyata, bukankah kamu akan menciptakan citra baikmu ketika menginjakkan kaki di muka bumi ini? 

Di dunia nyata, pasti akan ada track record yang mengikuti setiap penduduk bumi. Sederhananya, si A selama menempuh pendidikan di sekolah menengah atas, memiliki rekam jejak sebagai pemegang predikat umum selama 3 tahun berturut-turut. 

Hal ini diketahui dari nilai rapot yang menjadi saksi perjalanan selama menjadi siswa. Kesimpulannya, si A memiliki rekam jejak sebagai siswa yang teladan.

Ilustrasi media sosial | sumber: merchant.id
Ilustrasi media sosial | sumber: merchant.id

Nah, begitu pula dengan dunia maya, track record-mu akan tetap mengikuti tanpa kamu sadari. Aktivitasmu selama beselancar di dunia maya akan tetap terekam. Lho bagaimana bisa? Tentu saja bisa. 

Dan ini dikenal dengan digital footprint, bisa dikatakan ini akan tetap melekat di setiap penduduk dunia maya. 

Dilansir dari bobo.grid.id bahwa definisi lain digital footprint adalah segala rekam jejak data seseorang yang berasal dari penggunaan internet. 

Ilustrasi digital footprint | sumber: tangkapan layar akun facebook Digital Nation
Ilustrasi digital footprint | sumber: tangkapan layar akun facebook Digital Nation

Saat berada di dunia maya tentunya kamu akan melakukan aktivitas upload, send, dan berakhir pada tampilan posting. 

Bentuk postingan di dunia maya itu beragam, bisa dalam bentuk teks, foto, bahkan reels video. Di mana kamu bebas untuk berkreasi. 

Meskipun demikian, kebebasan berkreasi di dunia maya tetap ada batasannya. 

Kamu tidak bisa sesuka hati, jangan hanya karena dalih itu adalah akun media sosial milikmu, "itu kan medsos gue, jadi suka-suka gue dong, lo ga berhak ngatur". Eh, tidak begitu juga konsepnya. 

Satu kali kamu melakukan aktivitas di dunia maya, di saat itulah, dunia maya akan merekam perjalananmu. 

Track record-mu di dunia maya akan mulai mengikutimu, bagaikan sebuah bayangan semu, tampak tak nyata, namun tetap nyata membayangi. 

Apabila di dunia nyata kamu bisa menciptakan citra baik dirimu, seharusnya ketika berselancar di dunia maya, kamu harus bisa melakukan hal yang sama.

Ilustrasi digitak footprint | sumber: ictreverse.com
Ilustrasi digitak footprint | sumber: ictreverse.com

Ada dua poin penting yang harus kamu pahami ketika sedang menjadi penduduk dunia maya, kamu harus memahami apa yang boleh dan apa yang tidak boleh kamu lakukan, bahkan harus kamu hindari. 

Emang apa aja sih yang harus diperhatikan? Yuk, lanjut baca artikelnya. 

1. Jangan bagi-bagi identitas 

Ilustrasi jangan bagi-bagi identitas | sumber: jateng.akurat.co
Ilustrasi jangan bagi-bagi identitas | sumber: jateng.akurat.co

Hal pertama yang harus kamu pahami ketika menjadi pengunjung dunia maya adalah dengan tidak membagikan identitas pribadi/rahasia dengan begitu mudahnya ke media sosial. 

Dunia maya itu sangat luas, bagaikan menembus ruang dan waktu dalam sekejap. Untuk identitas pada profil media sosialmu, tidak harus kamu tuliskan secara detail. Cukup secara garis besarnya saja. 

Kamu sedang tidak melamar di suatu Instansi/lembaga, di mana keakuratan data dan kelengkapan data harus kamu sediakan, serta identitasmu bisa dijamin keamanannya. 

Selain itu, hindarilah mencantumkan nomor telepon pada dinding profil, karena ini sangat bersifat pribadi dan tidak bisa dikonsumsi oleh publik. Bahkan pada saat ini, nomor telepon sudah terhubung pada e-wallet ataupun mobile banking. 

Tidak hanya itu, hindarilah pula mengunggah identitas lain seperti KTP, KK, SIM, passport, ataupun boarding pass, karena semua ini menyangkut identitas pribadi dirimu. 

Coba dipikirkan ulang deh, untuk apa kamu memamerkan semua ini? Satu kali posting, dalam hitungan sekian detik ke depannya, data identitasmu akan mudah menyebar. 

Meskipun postingan sebelumnya terkait identitas tersebut telah kamu hapus pada dinding media sosial milikmu. Lah kok bisa? Bisa, lanjut baca poin kedua. 

2. Jangan sembarangan posting 

Ilustrasi jangan sembarangan posting | sumber: enervon.co.id
Ilustrasi jangan sembarangan posting | sumber: enervon.co.id

Efek dari "asal" posting tidaklah main-main. Poin kedua ini masih berkesinambungan dengan poin pertama. 

Sederhananya, ketika kamu memposting identitasmu seperti yang dijelaskan pada poin pertama, apakah kamu bisa meng-handle jari jemari para penduduk dunia maya untuk "tidak mengunduh" ataupun "tidak melakukan tangkapan layar", pada postingan yang telah kamu ciptakan itu? 

Jawabannya mutlak, tidak akan bisa kamu kendalikan dan kamu sendiri juga tidak akan pernah tahu, apabila postinganmu di media sosial sudah lebih dulu disimpan oleh seseorang. 

Maka dari itu, pikirkan terlebih dahulu sebelum memposting sesuatu pada media sosial milikmu. 

Bukan hanya sekedar batasan terhadap identitas yang tidak boleh dipublikasikan secara umum saja. Namun, konten-konten yang kamu muat di media sosial juga harus kamu pikirkan baik-baik. 

Jangan sampai, kamu memposting sesuatu yang tidak bermanfaat, bahkan menyalahi aturan yang berlaku, hanya sekedar untuk "viral". 

Dampaknya tidaklah main-main, kamu sendiri bisa merusak citra baik dirimu karena konten-konten unfaedah (dibaca: tidak bermanfaat). 

Sekali kamu mengetuk posting, seketika itu pula fitur unduh ataupun fitur tangkapan layar yang dimiliki oleh para penduduk dunia maya akan segera bereaksi. 

Postingan di dalam media sosial akan memberikan rekam jejak pada dirimu, digital footprint akan menggambarkan dengan jelas siapa kamu di media sosial. Ini poin yang mesti kamu pahami. 

3. Jangan asal ngetik 

Ilustrasi jangan asal ngetik | sumber: amt-it.com
Ilustrasi jangan asal ngetik | sumber: amt-it.com

Di mana bumi dipijak disitulah langit dijunjung. Pribahasa yang satu ini, tidaklah tabu lagi di telinga para penduduk bumi, ada baiknya kamu tetap menerapkan pribahasa ini ketika menjadi penduduk dunia maya. 

Misalnya, ketika ada teman online-mu sedang memposting konten tentang pemandangan yang menyajikan bentang alam dengan begitu indahnya.

Di mana tujuan pembuatan konten ini, untuk memberitahukan penduduk dunia maya, bahwa ada suatu tempat indah di salah satu kota. 

Ditambah lagi dengan caption yang menghiasi latar belakang pemandangan tersebut. Saat kamu sedang menjadi penikmat konten, tanamkan kepada dirimu untuk saling menghargai. 

Jangan sampai kamu "asal" memberikan komentar, terlebih lagi bila komentar yang kamu tampilkan terkesan bernilai sangat negatif, bahkan memojokkan. 

Misalnya, "tatanan bahasa lo di caption berantakan banget, buat mata gue ga nyaman bacanya" atau "reels video lo kagak rapi, transisinya keliatan banget, ga natural asli, masih acak-acakkan ini mah". 

Eh, kamu itu siapa lho berkomentar terlalu pedas. Berhentilah menjadi netizen yang maha benar dengan segala komentar. 

Kamu tidak akan pernah tahu, bagaimana perjuangan si pembuat konten demi menciptakan hasil karya yang maksimal, karena kamu hanyalah sebatas penonton. 

Hargailah setiap usaha yang telah dilakukan oleh seseorang. Gunakanlah tutur kata yang baik dan apabila kamu ingin mengoreksinya bisa dilakukan secara personal (direct message, misalnya), tanpa mem-bully-nya di depan publik. 

Apabila di dunia nyata sosok yang kejam terlihat dari lidah yang tajam, sementara di dunia maya sosok yang kejam malah terlihat dari jari jemari yang tajam. Tampak diam di dunia nyata, namun bergerak aktif di dunia maya. 

Sekali kamu mengetikkan sesuatu hal dengan tatanan bahasa yang kasar, hingga menyakiti hati serta perasaan orang lain, di saat itulah, kamu sudah menciptakan rekam jejak yang baru. 

Mungkin, pada saat mengetiknya kamu merasa bangga dengan komentar absurd-mu itu, karena merasa paling benar. 

Namun siapa yang tahu, komentarmu yang telah lalu malah bisa menjadi boomerang bagi dirimu sendiri di kemudian hari. Karena jejak digital takkan pernah tenggelam. 

4. Jangan jadi pencuri karya 

Ilustrasi jangan jadi pencuri karya | sumber: inwepo.co
Ilustrasi jangan jadi pencuri karya | sumber: inwepo.co

Berhentilah menjadi Swiper (dibaca: pencuri/salah satu toko di dalam serial animasi Dora the Explorer). 

Ketika kamu menjelajahi dunia maya, kamu akan mudah menemukan berbagai macam karya yang telah diciptakan oleh para penghuninya.  

Dengan berselancar di fitur pencarian pada media sosial, dalam hitungan sekian detik, semuanya akan tertampilkan. 

Mulai dari content creator hingga content writer, dengan mudah kamu akan melihat hasil karyanya. 

Namun tidak jarang pula, para pemilik konten ini lupa/tidak menyematkan "credit" pada konten yang telah dibuat, misalnya watermark, sebagai tanda itu adalah milik seseorang. 

Karena ketidakadaan "credit" ini, membuat jari jemari para penghuni dunia maya yang tidak bertanggung jawab dengan mudah dan gampangnya, men-download lalu me-repost dengan sesuka hati hasil karya orang lain. 

Menghargai setiap hasil karya orang lain adalah keharusan yang mesti kamu lakukan.

Jangan jadi para penduduk dunia maya yang tidak bertanggung jawab, karena dengan santainya mengetuk fitur "copy--paste" pada hasil karya orang lain, lalu tampil pada dinding media sosialmu. 

Ketika kamu mencuri hasil karya orang lain, disaat itulah kamu sudah menyematkan label "plagiarisme" pada citramu di media sosial. 

Kamu pasti beranggapan bahwa tindakanmu itu tidak akan mudah tercium oleh publik, namun kamu salah, karena tidak akan ada kesalahan tanpa sebuah celah. 

Sederhananya, sistem copy--paste pada hasil karya orang lain akan terlihat jelas dari tanggal upload yang tersematkan pada konten. 

Ketika ada seseorang yang melakukan search engine dan menemukan dua konten yang sama, namun dalam bentuk akun yang berbeda serta tidak terikat, di sana-lah akan terlihat dengan jelas. 

Saat penikmat karya tersebut menyadari hal demikian, spontanitas, kalimat komentar dari mulutnya akan berkumandang terhadap hasil karya jiplakkan tersebut. 

"Wah parah nih orang, ini kan karyanya sih A, gue pernah lihat duluan karya ini, waktu itu si A upload 3 bulan yang lalu, eh si B ini baru upload beberapa hari yang lalu, bener aja, ngambil karya orang lain ini mah".

Dan bukan tidak mungkin, bila akun media sosialmu sudah ditandai oleh banyak orang, karena telah berani mengambil alih tanpa sebuah izin hasil karya orang lain, alias "tukang plagiat". 

Nah, keempat poin di atas, sudah menggambarkan secara jelas bahwa kamu sendiri harus bisa mengendalikan dirimu ketika menjadi penghuni dunia maya. Ada batasan-batasan yang harus kamu pahami. 

Ilustrasi digital footprint | sumber: netreputation.com
Ilustrasi digital footprint | sumber: netreputation.com

Ketika jejak langkah ditapakkan pada sebuah pantai putih yang indah, memang akan meninggalkan jejak, namun jejak tersebut akan segera menghilang, sesaat hempasan ombak datang dan menyapu pesisir pantai. 

Namun, ketika jejak langkah ditapakkan pada sebuah dinding beranda media sosial, secara otomatis semuanya akan terekam dan jejak ini takkan pernah menghilang. 

Laksana bayangan semu, tampak tidak nyata, namun tetap mengikuti. Maka dari itu, bijaklah dalam menggunakan media sosial. Happy weekend, guys!

Thanks for reading

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun