Mohon tunggu...
Desy Hani
Desy Hani Mohon Tunggu... Lainnya - Happy reading

Hi, you can call me Desy - The Headliners 2021 - Best in Opinion Kompasiana Awards 2023 - Books Enthusiast - Allahumma Baarik Alaih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Strict Parents, Ketika Peraturan Membatasi Segalanya

25 Oktober 2021   19:34 Diperbarui: 26 Oktober 2021   03:46 2500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi strict parents | sumber: healthoplanet.com

Strict parents, yang konon katanya selalu berkaitan dengan sebuah "peraturan horor" bagi objek sasarannya. Benarkah persepsi demikian bisa terjadi? 

Setiap insan yang hidup di dunia ini pastinya memiliki berbagai macam peraturan. Semua peraturan yang ada pun disesuaikan dengan situasi dan kondisi. 

Salah satunya, peraturan yang dibuat oleh orang tua kepada anaknya dan ini sangat wajar bila diterapkan. 

Peraturan yang ada pun disesuaikan dengan fase pertumbuhan dari sang anak, yang dimulai fase bayi (newborn, infant, toddler), fase kanak-kanak awal, fase kanak-kanak tengah dan akhir, hingga menyentuh fase remaja. 

Untuk memfokuskan sebuah peraturan pada artikel ini, dipusatkan pada fase pertumbuhan di masa remaja yang sering dihiasi dengan berbagai macam peraturan yang tidak tertulis namun harus dipatuhi oleh sang anak, seperti: 

  • "Pulang sekolah langsung pulang, nggak ada acara mampir-mampir ke tempat lain, oke?"
  • "Nggak ada istilah pacaran, fokus sekolah dulu, belajar yang baik, semua itu demi masa depanmu, ingat pesan mama." 

Dua contoh ilustrasi di atas merupakan salah satu bentuk pernyataan dalam balutan sebuah peraturan yang diciptakan oleh orangtua dan harus diterapkan oleh sang anak. 

Dan apabila diperhatikan, peraturan tersebut sudah berada di lingkaran strict parents. Benarkah demikian?

Ilustrasi strict parents | sumber: healthoplanet.com
Ilustrasi strict parents | sumber: healthoplanet.com

Dilansir dari sehatq.com bahwa strict parents merupakan orangtua yang menempatkan standar tinggi dan suka menuntut anak. Orangtua yang menganut gaya pengasuhan ini dapat bersifat otoritatif atau otoriter.

Ada berbagai macam persepsi yang dimunculkan terkait strict parents ini dan persepsi yang dihadirkan pun cenderung ke arah yang lebih negatif. 

Ada yang mengatakan bahwa peraturan yang diciptakan tersebut terlalu mengekang, hingga peraturan yang ada sangat menyulitkan keadaan bagi anaknya.

Bagaikan ingin mengatur anaknya sesuai dengan kemauan orangtua tanpa menghargai perasaan serta pendapat dari sang anak. 

Drama China Secret in the Lattice | sumber: wiki.d-addicts.com
Drama China Secret in the Lattice | sumber: wiki.d-addicts.com

Mari perhatikan kisah pada drama China yang satu ini, di beberapa episode terdapat alur cerita yang berkaitan dengan strict parents. 

Secrets in the Lattice adalah drama China yang ditayangkan pada 10 Agustus 2021 sampai dengan 2 September 2021, yang bertemakan tentang kehidupan para remaja. 

Ding Xian merupakan salah satu murid di sekolah menengah atas Shenhai. Dirinya memiliki kepiawaian dalam melukis. Dan begitu patuh dengan aturan yang diberikan oleh orang tuanya. 

Seiring dengan berjalannya waktu Ding Xian tumbuh menjadi gadis remaja. Beberapa keputusan mulai ingin diambilnya sendiri, sesuai dengan keinginannya. 

Namun terkadang, keputusan yang akan diambil oleh Ding Xian selalu saja bertentang dengan keputusan yang diinginkan oleh sang mama. 

Sampai suatu ketika, saat Ding Xian membicarakan pengambilan jurusan ketika sedang makan bersama, mama menginginkan agar Ding Xiang mengambil jurusan IPS saja. 

Namun, Ding Xiang menolaknya dan ingin mengambil jurusan IPA, Ding Xian percaya bahwa dirinya bisa melewati masa-masa SMA pada jurusan tersebut. 

Tetap saja, keputusan mama tidak bisa diganggung gugat. Hingga akhirnya, Ding Xian meminta bantuan papa untuk membujuk mama agar dirinya bisa mengambil jurusan IPA.

Tentu saja usaha papa berhasil, namun dengan persyaratan, di ujian bulan ini Ding Xian harus mendapatkan nilai 270. Mendapati pernyataan papa, Ding Xian hanya bisa menghelakan nafas panjang. 

Tidak hanya itu, gaya rambut pun menjadi permasalahan. Ketika itu Ding Xian memutuskan untuk memotong poninya secara diam-diam tanpa sepengetahuan mamanya. Mau bersembunyi kemanapun keputusan Ding Xian tetap ketahuan juga. 

"Kamu potong rambut? Siapa yang mengizinkanmu potong rambut?" ucap mama dengan tatapan mata yang begitu tajam ke arah Ding Xian. 

"Ma, apakah hak memilih model rambut pun aku sudah tidak punya," ucap Ding Xian sambil menunduk. 

Belum lagi, ketika mama mendapati buku harian Ding Xian yang berisikan tentang kisahnya di sekolah, dengan kehadiran seorang laki-laki yang menjadi dewa penyelamat bagi hidupnya.

Mendapati tulisan Ding Xian yang dibalut cerita cinta, membuat mama murka dan mengatakan kepada anaknya bahwa tujuannya sekarang adalah belajar, belajar dan belajar. Bukan untuk hal yang lain. 

Belum selesai, ketika sudah berada di kelas 3 SMA dan siap melangkah kaki menuju ke universitas, nilai ujian Ding Xian tidak mencukupi untuk mendaftar ke Universitas Hua Qing. 

Mama pun menyarankan Ding Xian agar mendaftar di universitas lain saja. Namun, Ding Xian bersikeras untuk mengulang di kelas 3 SMA agar bisa masuk ke Universitas Hua Qing. 

Mendengar ucapan anaknya, mama menolak dengan begitu keras. Hingga akhirnya...

"Ma, aku ingin mengambil keputusanku sendiri dan aku sendirilah yang akan menanggung semuanya," ucap Ding Xian sambil menangis ke arah sang mama.

Dari sepenggal kisah drama di atas, pada dasarnya, mama memiliki tujuan yang baik bagi Ding Xian, kasih sayang yang ditunjukkannya selama drama disajikan pun terlihat begitu nyata. 

Namun, Ding Xian yang sudah tumbuh menjadi gadis remaja sudah ingin mengambil keputusannya sendiri. 

Pada dasarnya, keinginan Ding Xian dan keinginan mama sama-sama berada di jalur yang baik (menurut keinginan masing-masing). 

Perlu diperhatikan. Tingkat kenyamanan dan tingkat kepercayaan diri akan tumbuh, apabila yang bersangkutan melakukan segala sesuatu dengan ikhlas dan sesuai dengan hatinya. 

Percayalah, melakukan sesuatu hal atas keinginan orang lain akan membuat hati begitu berat melangkah dan apabila diteruskan, perasaan terbebani akan tetap bersarang di dalam diri. 

Maka dari itu, ada beberapa sikap yang bisa diambil oleh orang tua ketika memberikan peraturan kepada anaknya, seperti: 

Ilustrasi Strict Parents | sumber: dictio.id
Ilustrasi Strict Parents | sumber: dictio.id

Pertama, buatlah peraturan yang tidak melampaui batas. Seperti yang telah dijelaskan pada pembukaan artikel ini, setiap orangtua pastinya akan memberikan beberapa peraturan kepada anaknya dan ini sangat wajar bila terjadi.

Meskipun demikian, peraturan yang ada juga disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan sang anak, terlebih lagi, bila sang anak telah memasuki masa remaja yang merupakan masa transisi dan pencarian jati diri.

Seperti halnya yang dirasakan oleh Ding Xian pada sepenggal kisah drama di atas. Ketika dirinya ingin mengambil jurusan IPA, alangkah baiknya jangan dipatahkan semangat yang ada, berikanlah support system terbaik, misalnya. 

Tidak hanya itu saja, pertumbuhan gadis remaja memang akan memberikan perubahan tersendiri bagi yang bersangkutan, seperti yang dirasakan oleh Ding Xian yang mulai menginginkan gaya rambut yang baru. 

Alangkah baiknya, sebagai orangtua mempersilahkan sang anak untuk memilih gaya rambut yang diinginkannya, selagi semua yang dilakukannya tetap berada di jalur yang baik. 

Memberikannya izin dalam mengambil setiap keputusan bukan serta merta membiarkannya begitu saja, karena sejatinya orang tua harus tetap memantau semua kegiatan yang dilakukan oleh anaknya. 

Selagi keputusan yang diambilnya berdampak positif dan sang anak sangat yakin dengan keputusan tersebut, maka dukunglah, jangan terlalu diberikan batasan.

Kedua, berikan penjelasan bahwa semua ada waktunya masing-masing. Poin kedua ini, tidak kalah penting dari poin pertama.

Tetap difokuskan dari sepenggal kisah pada drama di atas, ketika mama mendapati buku harian Ding Xian yang dibaluti dengan rangkaian kata cinta. 

Alangkah baiknya, berikanlah penjelasan kepada sang anak terkait perasaan yang dialaminya tersebut, bukan dengan membentaknya.

Pada dasarnya, perasaan cinta yang hadir di fase remaja sangat wajar bila terjadi. Setiap insan di muka bumi ini pasti merasakan hal demikian. 

Apabila memang belum saatnya, berikanlah penjelasan sederhana yang mampu diterima oleh sang anak. Seperti halnya tujuan dari menyukai seseorang tersebut tidak hanya sebatas pada perasaan cinta semata.

Akan ada waktunya kamu sendiri akan memahami makna cinta yang sesungguhnya, yang dibuktikan dengan sebuah pernikahan. Dan setelah itu, ada tanggung jawab yang akan diambil. 

Namun, untuk saat ini kamu belum bisa melakukannya, karena tujuan utamamu sekarang adalah menempuh pendidikan, menimbah ilmu dengan sebaik mungkin demi masa depan yang indah bersama orang-orang tercinta. 

Nah, penjelasan sederhana di atas setidaknya bisa membuat sang anak berpikir lebih jernih lagi dan sampaikanlah dengan nada yang menyenangkan. 

Ketiga, memahami setiap kondisi. Poin ketiga ini bagaikan kunci dari poin pertama dan poin kedua. 

Sebagai orangtua, memberikan beberapa peraturan kepada anak sangatlah wajar dilakukan. Namun, konsepnya harus tetap diterapkan,dengan cara memberikan peraturan yang tidak mengekang sang anak untuk mulai belajar mengambil keputusannya sendiri. 

Selain itu, biarkanlah sang anak memilih passion yang diinginkannya. Dengan demikian, sang anak akan melakukannya dengan senang hati dan ikhlas, bukan karena unsur paksaan. 

Apabila menurut orangtua apa yang dirasakan sang anak belum saatnya (seperti yang dijelaskan pada poin kedua), alangkah baiknya, orangtua menjelaskannya dengan cara yang mudah dipahami oleh anak. 

Itulah sebabnya, komunikasi yang baik harus terus terjalin. Dengan menghilangkan sikap egois, akan membuat perasaan menjadi lebih tenang dan amarah tidak akan mudah dihadirkan.

Catatan:

Sepenggal kisah drama pada artikel ini, hanya digunakan untuk melihat satu permisalan saja terkait strict parents. 

Dan untuk melihat strict parents juga tidak berpusat dan berpatokan pada sepenggal kisah di atas. Begitu banyak faktor lainnya. 

Thanks for reading

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun