Tentu saja usaha papa berhasil, namun dengan persyaratan, di ujian bulan ini Ding Xian harus mendapatkan nilai 270. Mendapati pernyataan papa, Ding Xian hanya bisa menghelakan nafas panjang.Â
Tidak hanya itu, gaya rambut pun menjadi permasalahan. Ketika itu Ding Xian memutuskan untuk memotong poninya secara diam-diam tanpa sepengetahuan mamanya. Mau bersembunyi kemanapun keputusan Ding Xian tetap ketahuan juga.Â
"Kamu potong rambut? Siapa yang mengizinkanmu potong rambut?"Â ucap mama dengan tatapan mata yang begitu tajam ke arah Ding Xian.Â
"Ma, apakah hak memilih model rambut pun aku sudah tidak punya," ucap Ding Xian sambil menunduk.Â
Belum lagi, ketika mama mendapati buku harian Ding Xian yang berisikan tentang kisahnya di sekolah, dengan kehadiran seorang laki-laki yang menjadi dewa penyelamat bagi hidupnya.
Mendapati tulisan Ding Xian yang dibalut cerita cinta, membuat mama murka dan mengatakan kepada anaknya bahwa tujuannya sekarang adalah belajar, belajar dan belajar. Bukan untuk hal yang lain.Â
Belum selesai, ketika sudah berada di kelas 3 SMA dan siap melangkah kaki menuju ke universitas, nilai ujian Ding Xian tidak mencukupi untuk mendaftar ke Universitas Hua Qing.Â
Mama pun menyarankan Ding Xian agar mendaftar di universitas lain saja. Namun, Ding Xian bersikeras untuk mengulang di kelas 3 SMA agar bisa masuk ke Universitas Hua Qing.Â
Mendengar ucapan anaknya, mama menolak dengan begitu keras. Hingga akhirnya...
"Ma, aku ingin mengambil keputusanku sendiri dan aku sendirilah yang akan menanggung semuanya,"Â ucap Ding Xian sambil menangis ke arah sang mama.
Dari sepenggal kisah drama di atas, pada dasarnya, mama memiliki tujuan yang baik bagi Ding Xian, kasih sayang yang ditunjukkannya selama drama disajikan pun terlihat begitu nyata.Â