Mohon tunggu...
Desi Meiyanti
Desi Meiyanti Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga yang gemar menyalurkan uneg-uneg dan ide melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kata Siapa Listrik Mahal? Pemilik Laundry Punya Cara Unik Siasati Pembelian Token

29 Desember 2020   09:59 Diperbarui: 29 Desember 2020   10:20 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Sebuah rak kayu tersusun puluhan kantong plastik berisi pakaian dengan lipatan rapi. Sani mengambil satu sesuai dengan nomor di kertas kwitansi yang saya sodorkan, dan membawanya ke meja kasir. Kuberikan uang Rp50 ribu untuk membayar jasa laundry sebesar Rp45 ribu dari 5 kilo pakaian kering yang aku masukkan dua hari sebelumnya.

Sani memberiku uang kembalian Rp5 ribu, Rp45 ribu dia masukkan ke dalam laci. Tapi sebelum menutup laci tempat dia menyimpan uang, dia mengambil uang kecil Rp2 ribu lalu dimasukkan ke dalam toples yang ada di atas rak, di antara tumpukan pakaian.

"Uang dua ribunya itu untuk apa Mbak, infak ya?" tanyaku penasaran.

"Oh ini untuk bayar listrik Mbak. Setiap ada yang bayar cucian saya selalu menyisihkan seribu atau dua ribu untuk bayar listrik," ujar Sani menjawab pertanyaanku.

Lebih lanjut Sani menjelaskan, dari uang yang dia sisihkan, dalam satu hari dia bisa mengumpulkan Rp50-100 ribu, dari puluhan pelanggan yang datang setiap hari. Dari uang itu pula, dalam satu bulan dia bisa mengumpulkan Rp1-2 juta yang kemudian dia gunakan untuk membeli token listrik, untuk biaya operasional "Xania Laundry" yang berlokasi di Jalan Pondok Ungu Permai, Kelurahan Bahagia, Kecamatan Bekasi.

Kebiasaan itu, menurut perempuan berusian 45 tahun itu sudah dia lakukan sejak pertama membuka jasa laundry sekitar 5 tahun yang lalu. Biaya listrik sekitar Rp1-2 juta untuk usahanya, menurutnya bisa dipenuhi dengan cara tersebut. Dengan demikian, dia tidak pernah tidak ada uang ketika tiba-tiba meteran listrik berbunyi, tanda sudah mau habis tokennya. Dengan begitu keuntungan dari usahanya menurutnya juga lebih terlihat.

"Saya biasa beli token Rp500 ribu, dalam satu bulan saya beli dua kali, atau kadang tiga hingga empat kali, kalau cucian lagi banyak. Tapi dengan tabungan listrik yang saya kumpulkan, tidak pernah kekurangan," beber Sani.

"Mbak tarif listrik kan naik ya beberapa waktu lalu. Untuk penggunaan listriknya sendiri kerasa ada kenaikan nggak sih," tanyaku lagi, penasaran dengan penggunaan listrik di usaha laundry miliknya, karena kebijakan kenaikan tarif listrik belum lama ini.

"Ya itu tadi Mbak, kenaikannya berapa sih saya tidak terlalu perhatian. Mungkin ada kenaikan, tapi paling terasa kalau yang nyuci banyak, jadi sering nyuci, sering nyetrika. Tapi kan penghasilannya banyak juga, jadi ya saya tidak begitu terasa sih soal kenaikan tarif listrik," jawab Sani meyakinkan.

Selama membuka usahanya, Ibu dari dua anak itu pun mengaku baru sekali menaikkan biaya laundry cuci kering plus setrika dari dari Rp7 ribu per kilo menjadi Rp9 ribu per kilo. Kenaikan itu pun dia lakukan sekitar tiga tahun yang lalu, setelah masa promosi di dua tahun pertama dirasa cukup. Kalau setelah kenaikan tarif listrik baru-baru ini, dia merasa belum perlu menaikkan tarif laundry miliknya.

"Kalau saya naikkan lagi tarif laundrynya saya takut pelanggan pada kabur, karena sekarang sudah banyak saingan," imbuh Sani.

Dengan daya listrik 1.300 Volt Ampere (VA) dan biaya listrik antara Rp1-2 juta per bulan, menurut Sani, itu digunakan untuk tiga mesin cuci, satu setrika listrik, dan dua bola lampu untuk menerangi kios laundry berukuran 3x10 meter. Dia mulai membuka usahanya dari pukul 07.00 sampai pukul 21.00 WIB. Namun bukan berarti mesin cuci dan setrika listrik menyala selama buka, tapi ketika digunakan saja.

Pintar Mengatur Penggunaan Listrik 

Mendengar cerita penggunaan listrik di tempat usaha laundry langgananku itu, saya pun merasa bahwa tarif listrik saat ini sebetulnya tidaklah mahal. Terlebih lagi jika digunakan untuk kebutuhan produktif, untuk kebutuhan sehari-hari, bisa tertutup dengan keuntungan dari usaha yang dijalankan. Apa lagi jika pandai menyisihkan uang khusus untuk membayar listrik, penggunaan listrik jadi tidak terasa.

Saya juga berpikir, tak jauh dari rumah saya ada beberapa warung kelontong, yang menggunakan dua hingga tiga lemari pendingin, hingga freezer untuk membuat batu es. Dengan kenaikan listrik saya juga melihat tidak lantas membuat pemilik warung menaikkan harga minuman dingin atau harga batu es yang dijualnya. Karena dengan peralatan listrik yang dimilikinya justru membuat usahanya semakin lancar.

Jika netizen belum lama ini dihebohkan dengan tagihan listrik di rumah Raffi Ahmad, seorang publik figur dan artis kenamaan yang mengaku tagihan listrik di rumahnya membengkah mencapai Rp17 juta per bulan. Sepertinya kita perlu melihat bagaimana kebutuhan listrik di rumah artis idola ibu-ibu muda itu. 

Seperti terungkap dalam kanal YouTube Rans Entertainment 8 Juni 2020, Nagita Slavina, istri Raffi Ahmad mengungkapkan aliran listrik di rumahnya berdaya Rp33 ribu VA. Daya sebesar itu dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan listrik di rumahnya yang memang sangat banyak. Di rumah salah satu keluarga artis terkaya itu katanya kulkasnya saja ada 10 unit, belum lagi AC yang katanya juga hidup terus. Jadi wajar saja tagihan listrik di rumahnya sangat besar, karena penggunaannya yang juga sangat banyak.

Kalau melihat penggunaan listrik di rumah saya sendiri, dengan daya 1.300 VA, penggunaan sehari-hari, 1 unit kulkas 24 nonstop, 1 unit AC rata-rata 12 jam per hari, 1 mesin cuci dengan penggunaan 2 jam per 3 hari, 1 unit TV dengan penggunaan rata-rata 8 jam per hari, 1 unit magic com 24 jam, 1 kipas angin dengan penggunaan rata-rata 6 jam per hari, dan 5 lampu 10 watt dengan penggunaan 6 jam per hari. Dengan penggunaan tersebut kebutuhan token listrik Rp400 ribu per bulan. Penggunaan listrik di rumah saya tersebut bisa dikatakan masih cukup besar. Mungkin karena menggunakan pendiring ruangan (AC), tapi sebab sebelum menggunakan AC, token per bulan hanya habis Rp200 ribu saja.

Terinspirasi dari pemilik usaha laundry, kini saya jadi punya celengan untuk mengumpulkan uang untuk membeli token. Dengan cara seperti itu saya pun tidak merasa keberatan, sebab saya juga sudah terbiasa untuk mengisi celengan untuk anak yatim yang menjadi program sosial di lingkungan saya. Dalam satu hari saya hanya cukup menyisihkan sisa uang belanja dari suami, antara Rp15-20 ribu. Meskipun dalam praktiknya token listrik selalu suami yang membeli dengan uangnya, tapi setidaknya uang yang tekumpul bisa saya gunakan untuk keperluan lain, membuat saya tidak pernah merasa keberatan untuk membeli token listrik. Dengan mengetahui penggunaan listrik, saya juga menjadi lebih pintar menggunakannya, dengan mematikan peralatan yang tidak digunakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun