Mohon tunggu...
Desi Fatmawati
Desi Fatmawati Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Jarene bapak " gak oleh sombong"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menerapkan Disiplin Sang Buah Hati, Tanpa Adanya Kekerasan

14 September 2019   19:40 Diperbarui: 14 September 2019   19:53 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal yang berkaitan dengan perilaku anak dan biasanya setiap orang tua mengatakan bahwa "saya ingin sekali anak saya punya disiplin". Tetapi, masalahnya pada saat kita bicara disiplin, disiplin seperti apa sih yang ingin kita tumbuhkan pada anak?

Apakah yang ingin kita tumbuhkan disiplin yang positif atau justru jangan-jangan sebagian kita masih menumbuhkan disiplin dengan menggunakan kekerasan dan hukuman atau masih menumbuhkan disiplin dengan menggunakan sogokan? 

Kami percaya bahwa akan menumbuhkan kemandirian anak sesuai dengan tahap perkembangannya tanpa hukuman dan tanpa sogokan. Masalah orang tua yang dihadapi, orangtua seringkali tidak semua paham tahap perkembangan anak.

Sehingga kita menuntut anak untuk melakukan sesuatu yang sebetulnya tidak wajar di usianya. misalnya, Orang tua yang mengatakan, "Kenapa sih anak saya lompat-lompat terus dan tidak bisa diam padahal usia anaknya 2 tahun".

Nah, tahap perkembangan anak usia 2 tahun itu stimulasi fisik yang beragam dan banyak bergerak. 

Dan di sisi lain ada juga orang tua yang merendahkan kemampuan anak dan tidak memberikan tanggung jawab sesuai dengan tahap perkembangannya. misalnya, menyiapkan bekal ke sekolah. di usia berapa anak sebetulnya siap menyiapkan bekal nya sendiri?

Sebagian besar anak usia 7 tahun kelas 1 atau kelas 2 SD sudah bisa mandiri menyiapkannya tapi berapa banyak diantara anak-anak kita yang sebetulnya sudah punya rutinitas dan kedisiplinan untuk melakukannya. 

Modal kedua untuk bisa menerapkan disiplin positif adalah bisa mengelola emosi dengan baik. Banyak masalah masalah disiplin yang terjadi sebetulnya bukan tentang perilaku anak, tapi emosi yang dialami oleh orang tua.

Orang tua yang marah pada saat pulang dan melihat anak belum selesai mengerjakan PR seringkali bukan marah karena anaknya tidak bisa. tetapi, karena ia merasa bersalah mungkin karena kurang menghabiskan waktu untuk mempersiapkan anak dalam proses belajar

 Orang tua yang kemudian melarang anak untuk bermain sepeda di lingkungan atau mencoba mandi sendiri seringkali bukan karena anaknya tidak mampu.

Tetapi karena ia khawatir kalau anak melakukannya sendiri belum tentu akan aman Atau belum tentu akan Sesuai dengan standar orang tua. karenanya, kemampuan untuk mengelola emosi yang baik kepada orang tua akan membuat ia lebih siap untuk menghadapi anak-anak seringkali memang masih punya tantangan.

Anak yang marah-marah, anak yang sedih berlebihan, anak yang ragu-ragu dalam situasi baru semua sangat wajar. Tetapi pada saat orang tuanya siap secara emosional anak juga akan lebih yakin akan kemampuan dirinya untuk bisa maju..

Berbicara tentang disiplin juga sangat erat kaitanya dengan strategi yang digunakan oleh orang tua. Nah strategi yang paling sering digunakan sayangnya masih menghukum. Padahal hukuman tidak efektif untuk jangka panjang. Hukuman seringkali membuat anak Berhenti melakukan perilaku.

Pada saat anak diberi hukuman, dicubit dibentak dan sebagainya, untuk menghentikan perilaku. Tetapi, kemudian perilaku akan diulang lagi dalam kesempatan yang lain karena yang muncul adalah kepatuhan pada hukuman bukan kesadaran dari dalam diri.

yang perlu dilakukan adalah memberikan konsekuensi untuk anak. Konsekuensi yang berkait dengan perilakunya.

Apa perbedaan utama konsekuensi dengan hukuman.

Konsekuensi seringkali adalah konsekuensi alami nya ketinggalan bekal makanan. Jadi konsekuensinya seringkali dia tidak makan di sekolah di jam istirahat. itu seringkali jadi pelajaran yang lebih berharga dibandingkan ditambah dengan hukuman tambahan. karena, kemudian sadar pentingnya menyiapkan barang-barang sebelum dan setelah itu juga selalu memberikan pelajaran kita memberikan konsekuensi yang berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan. Semua konsekuensi yang menjadi pelajaran itu dilakukan juga dengan masuk akal dan tidak berlebihan. 

Misalnya, mempercayai sesuatu agar Ia mendapatkan sesuatu. "merapikan tempat tidur agar mendapatkan bintang, atau mendapatkan uang tambahan berpuasa".

Untuk mendapatkan uang dalam jumlah tertentu pada akhirnya tidak menumbuhkan motivasi diri yang tumbuh adalah anak-anak yang ketergantungan pada sogokan. Setiap kali melakukan sesuatu dia ingin dipuji oleh orang lain atau ingin mendapatkan sesuatu padahal tanggung jawab muncul karena kesadaran dari dalam diri. 

Kenapa membersihkan tempat tidur?karena itu tanggung jawab dalam keluarga kita, anak punya tanggung jawab sebagai mana orang tua.

 Jika ternyata pada saat kita memberikan lingkungan, kita menekankan pentingnya melakukan sesuatu untuk diri sendiri. 

Dukungan muncul di saat-saat sulit yang susah diselesaikan. Anak membutuhkan dukungan yang lebih besar daripada sogokan.

Melakukan konsekuensi secara konsisten dengan mempraktekkan bentuk dukungan yang terjadi setiap hari maka pada akhirnya yang akan tumbuh adalah disiplin diri.

 paham betul meninggalkan kebiasaan untuk memberikan hukuman dan memberikan sogokan bukan sesuatu yang mudah Kenapa karena kita dulu dibesarkan dengan cara itu.

Kenapa juga tidak mudah? karena seringkali kita ingin solusi yang instan kita ingin masalah perilaku anak selesai saat itu juga. tetapi, Ingatlah bahwa pengasuhan itu jangka panjang apapun yang ada dilakukan untuk menyelesaikan masalah disiplin hari ini itu berkaitan dengan tujuan 20 tahun lagi.

 Kalau anda ingin anak yang mandiri hal anda ingin anak yang penuh kesadaran penuh tanggung jawab dan bisa berkontribusi pada lingkungan maka itu dimulai dari apa yang anda lakukan sebagai orang tua setiap hari Mulai hari ini jangan ditunda lagi.

Terima kasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun