Anak adalah karunia yang besar sekaligus ujian bagi orang tua. Anak menjadi karunia karena merupakan sumber kebahagiaan dan cinta dalam keluarga. Namun, anak juga menjadi ujian karena menuntut tanggung jawab orang tua perihal pendidikan dan pengasuhannya hingga mencapai usia dewasa. Dalam kitab Tarbiyatul Aulad fil Islam disebutkan bahwa salah satu tanggung jawab paling dasar bagi orang tua dalam pendidikan anak adalah amanah tentang pendidikan iman. Beberapa perkara yang terkait dengan pendidikan iman adalah mengajarkan kalimat tauhid; masalah halal-haram; ibadah; cinta kepada nabi serta keluarganya; dan membaca al-Quran. Hal ini sebagaimana terkandung dalam hadis Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Ali ibn Abi Thalib,
"Didiklah anak-anakmu atas tiga hal; mencintai Nabimu, mencintai keluarganya, dan membaca al-Quran, karena orang yang mengamalkan al-Quran kelak akan mendapatkan naungan Allah swt. pada hari ketika tidak ada naungan kecuali dari-Nya bersama para nabi dan orang-orang yang suci." (H.R. Ath-Thabrani).
Setiap orang tua tentu mendambakan anak-anak yang saleh atau salehah. Terlebih, jika anak memiliki keistimewaan, prestasi, dan keunggulan tertentu. Salah satu keistimewaan seorang anak yang diharapkan oleh kebanyakan orang tua adalah kemampuan menjadi penghafal al-Quran. Hal ini karena seorang anak penghafal al-Quran dijanjikan oleh Allah swt. kedudukan yang mulia di dunia maupun di akhirat serta diizinkan untuk memberi syafaat bagi kedua orang tuanya kelak di akhirat. Wajar, jika banyak orang tua yang menginginkan anakanaknya menjadi penghafal al-Quran, bahkan sejak usia belia.
Hal yang Perlu Diperhatikan
Proses pendidikan anak menjadi seorang penghafal al-Quran, apalagi sejak dini, tentu bukan perkara yang mudah. Hal ini mengingat betapa besarnya pahala dan keutamaan yang didapatkan oleh penghafal al-Quran dan juga keluarganya. Di antara perkara penting yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak menghafal al-Quran adalah menjaga kehalalan semua aspek dalam kehidupan keluarga. Selain menjaga harta yang halal bagi keluarga, orang tua juga harus bisa menjaga kehalalan segala yang masuk ke dalam  dirinya dan keluarganya, baik itu mulut, mata, telinga, dan indra lainnya. Faktor halal ini menjadi kunci dan fondasi keberkahan keluarga.
 Hal kedua yang perlu diperhatikan, yaitu pandangan bahwa seorang anak dapat menjadi penghafal al-Quran adalah berkat kehendak Allah swt. Tugas orang tua adalah berikhtiar mendidik, mengasuh, dan mengarahkan. Belum tentu anak yang kita didik dan asuh sedemikian rupa otomatis kelak menjadi penghafal al-Quran. Sebaliknya, ada orang tua yang cenderung mengabaikan pendidikan anaknya, malah memiliki anak penghafal al-Quran.
Namun, kesadaran terhadap hal ini membuat orang tua semestinya tidak berhenti berharap dan berdoa kepada Allah swt. agar dikaruniai anak penghafal al-Quran. Selain itu, pandangan ini juga menghindarkan kita dari sifat sombong dan berbangga diri jika kelak orang tua diberikan karunia anak penghafal al-Quran.
Hal terakhir yang juga perlu dipahami, bahwa menghafal al-Quran bukanlah perkara wajib, melainkan keutamaan (fadhilah). Begitu pula tidaklah wajib mendidik anak menjadi penghafal al-Quran. Sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas, kewajiban orang tua adalah mendidik anak untuk mencintai, mempelajari, dan mengamalkan al-Quran. Artinya, jangan sampai orang tua menuntut seorang anak untuk sesuatu yang bersifat keutamaan (menghafal al-Quran) dan mengesampingkan perkara yang wajib (mencintai, mempelajari, dan mengamalkan al-Quran).
Metode Menghafal al-Quran
Ada banyak metode menghafal al-Quran dan pendidikan anak usia dini. Beberapa cara yang sering dianjurkan untuk mengajarkan anak menghafal al-Quran sejak dini adalah membiasakan hidup bersama al-Quran. Ibarat pepatah, "Alah bisa karena biasa", seorang anak yang terbiasa bersama al-Quran tentu lebih mengenal, memahami, dan hafal dengan al-Quran.Proses pembiasaan ini bisa dilakukan bahkan sejak anak berada dalam kandungan. Caranya, orang tua, khususnya ibu, membiasakan diri membaca al-Quran secara rutin, syukur sambil menghafal al-Quran, selama kehamilan. Jika merasa lelah atau terhalang oleh suatu udzur, maka bisa diganti dengan mendengarkan suara murottal al-Quran yang dibacakan secara tartil.
Setelah anak lahir sampai usia dua tahun, orang tua membiasakan diri untuk meluangkan waktu mengakrabi al-Quran bersama anak. Misalnya, orang tua mengaji bersama anak setelah salat Subuh, setelah salat Maghrib, dan sebagainya. Hal ini untuk membiasakan anak mengenai waktu khusus bersama al-Quran.Di kesempatan lainnya, orang tua bisa memperdengarkan al-Quran kepada anak, baik melalui lisan secara langsung maupun melalui murottal al-Quran. Ayat yang diperdengarkan sebaiknya dimulai dari surah-surah pendek atau surah-surah pilihan. Paling tidak, anak mendengar pengulangan ayat/surah yang sama sebanyak 25-30 kali dalam sehari.
Dalam rentang usia 2-6 tahun, selain melanjutkan langkah-langkah di atas, orang tua juga perlu mengajarkan anak tentang kisah-kisah, konsep-konsep dasar Islam, tanda kekuasaan Allah Swt., dan kandungan al-Quran lainnya. Materi tersebut disampaikan secara bertahap, sepotong-sepotong, dalam sebuah serial yang menarik, sebagai variasi agar anak tidak merasa berat dalam mempelajarinya.Anak juga bisa mulai di-talqin untuk membaca al-Quran dengan baik dan benar, diajari tentang huruf hijaiyyah, dan menghafal surah-surah pendek. Dalam rentang usia ini, diharapkan seorang anak sudah mengenali pola dan kebiasaan hidup bersama al-Quran. Ia diharapkan sudah memahami kapan waktu-waktu khusus bersama al-Quran dan kemudian tertarik untuk meluangkan waktu belajar al-Quran karena kandungan ilmu di dalamnya.
Usia 6-12 tahun (Sekolah Dasar), anak mulai diarahkan untuk menghafal al-Quran pada waktu-waktu khusus yang telah dibiasakan. Paling tidak, harus ada tiga waktu khusus bersama al-Quran. Pertama, waktu untuk menyetorkan hafalan baru, biasanya paling baik adalah sebelum dan sesudah salat Subuh. Kedua, waktu untuk mengulang (muroja'ah) hafalan, biasanya setelah salat Asar. Ketiga, waktu untuk mempelajari kandungan al-Quran, memperbaiki bacaan, dan menyiapkan hafalan al-Quran, biasanya dilakukan setelah salat Magrib.Harapannya, dengan pola kegiatan dan kebiasaan seperti di atas, seorang anak mampu menyelesaikan hafalan al-Quran pada masa Sekolah Dasar (SD). Selanjutnya, di masa Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan jenjang pendidikan berikutnya, anak bisa dibebaskan untuk mempelajari ilmu sesuai minat dan bakatnya dengan catatan, pola kegiatan dan kebiasaan, terutama waktu-waktu khusus bersama al-Quran tadi tetap dilanjutkan.
Hanya prioritas waktunya yang berubah, lebih banyak alokasinya untuk muroja'ah. Andaipun dalam masa SD seorang anak belum mampu menyelesaikan hafalan al-Quran, dia bisa melanjutkan pola kegiatan dan kebiasaan tersebut hingga jenjang berikutnya dan menyesuaikan prioritasnya jika telah menyelesaikan hafalan.
Tahap Menghafal al-Quran
Target pendidikan anak menghafal al-Quran dengan cara di atas dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama, sebelum usia 6 tahun, anak sebaiknya sudah mampu membaca al-Quran dengan baik dan benar, hafal surah-surah pendek, dan sudah memahami dengan kesadaran terkait waktu-waktu khusus bersama al-Quran.
Tahap berikutnya, sebelum memasuki jenjang SMP, sebaiknya anak sudah pernah menyelesaikan setoran hafalan al-Quran sampai khatam. Harapannya, di jenjang SMP, anak bisa fokus muroja'ah hingga lancar dan mutqin sembari meraba minat dan bakatnya. Dengan demikian, pada jenjang SMA dan selanjutnya, seorang anak bisa menekuni minat dan bakatnya dengan tetap menjaga hafalan al-Quran.
Dengan metode di atas, total durasi yang dibutuhkan anak untuk menyelesaikan setoran hafalan al-Quran kurang lebih sekitar 6 tahun. Dengan al-Quran yang terbagi dalam 30 juz, maka target hafalan per tahun hanya sekitar 5 juz saja. Jika dalam setahun ada 2 semester, maka target hafalan al-Quran hanya 2-3 juz per semester. Jika dalam satu semester, efektif proses menghafal sekitar 5 bulan (dikurangi libur, futur, sakit, bosan, dsb., terakumulasi total sebulan), maka target hafalan per bulan sekitar 8-12 halaman (dengan catatan, al-Quran berjumlah 20 halaman setiap juz). Jika dalam sebulan, efektif proses menghafal sekitar 20 hari (dikurangi lagi untuk kompensasi libur, futur, sakit, bosan, dsb., terakumulasi total 10 hari dalam sebulan), maka target hafalan sekitar 0,4-0,6 halaman per hari.
Artinya, dengan metode di atas, seorang anak memiliki target hafalan sekitar 6-9 baris per hari atau setara halaman al-Quran. Target tersebut cukup memungkinkan mengingat banyaknya kompensasi yang sudah diberikan (10 hari setiap bulan ditambah 2 bulan dalam setahun), sehingga jadwal kegiatan dan target lebih fleksibel.Metode di atas dibuat dengan mempertimbangkan bahwa setiap anak adalah pribadi yang unik dengan minat dan bakatnya masing-masing. Namun, dengan dasar pemahaman dan hafalan al-Quran sejak dini, diharapkan anak mampu menekuni minat dan bakatnya dengan dasar pedoman dan kemudahan dari al-Quran. Sebagaimana disebutkan dalam buku Prophetic Parenting karya Dr. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, beliau mengutip pernyataan Ibnu Sina dalam kitabnya, As-Siyasah,
"Apabila seorang anak sudah siap menerima pendidikan, maka dimulailah mengajarinya al-Quran, dituliskan untuknya huruf-huruf hijaiyyah, dan diajari masalah-masalah agama."
Semacam itu pula anak-anak dari para sahabat dibiasakan untuk dididik dengan al-Quran dan hadis sedari kecil. Dengan demikian, kelak saat mereka harus mempelajari ilmu dan keterampilan lain, mereka tidak melupakan prinsip dasar dan pedoman kehidupan, yaitu al-Quran dan hadis. Salah satu contoh pola pendidikan semacam itu didapati dalam kisah Imam Bukhari yang mulai menghafal al-Quran dan hadis saat berusia sepuluh tahun atau kurang, dan menyelesaikan hafalan al-Quran plus sekitar 15.000 hadis pada usia sekitar 16 tahun.
Al-Quran adalah kitab yang mulia dan membawa kemuliaan bagi yang membersamainya (shahibul quran). Banyak cara untuk membersamai al-Quran, di antaranya membaca, mempelajari, menghafal, dan mengamalkan. Semoga kita semua dimudahkan untuk membersamai al-Quran, mengajarkan dan mendidik anak serta keluarga kita dengan al-Quran, hingga kelak bersama-sama berkumpul di surga dengan sebab al-Quran.
Allaahumma (i)rhamnaa bil quraan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H