Mohon tunggu...
Desi
Desi Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa PPG Prajabatan

Acute daydreamer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembelajaran Berdiferensiasi sebagai Salah Satu Solusi dalam Menghadapi Keberagaman Peserta Didik dan Realisasi Target Kurikulum Merdeka

23 Mei 2023   10:15 Diperbarui: 23 Mei 2023   11:02 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Jika ada sebuah survey tentang satu kata yang dapat mendeskripsikan manusia Indonesia, kata "Beragam" mungkin akan berada pada peringkat tiga teratas dari hasil survey tersebut. Sebuah penelitian dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan bahwa Indonesia memiliki keragaman yang tinggi dalam berbagai aspek, seperti bahasa, budaya, agama, dan etnis. (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2017) Hal ini menunjukan bahwa keberagaman adalah identitas yang melekat kuat pada masyarakat Indonesia.

Dalam konteks pendidikan, tidak mengejutkan bahwa keberagaman yang sama dapat kita temui di lingkup yang lebih kecil seperti lingkungan kelas di sekolah. Masing-masing peserta didik datang dari berbagai latar belakang budaya, sosial- ekonomi, bahasa, keyakinan, dan lingkungan keluarga yang beragam. Hal tersebut secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi perkembangan sosial- emosional, perkembangan kognitif, gaya belajar, hingga kebutuhan belajarnya. 

Maka dari itu, sangat penting bagi seorang pendidik untuk memahami dan mengakui keberagaman tersebut agar tujuan pendidikan yang utama yakni memanusiakan manusia sehingga kemerdekaan peserta didik dari segala aspek baik fisik, mental, jasmani dan rohani dapat terwujud sebagaimana yang ditekankan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang pengertian mendidik.

Keberagaman peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas dapat dapat dilihat dari berbagai aspek seperti jenis kelamin, usia, kemampuan kognitif, minat, kesiapan belajar, motivasi, keyakinan, hingga gaya belajar, (Kuzgun and Deryakulu 2004). Dengan perbedaan seberagam ini, tentu peserta didik belajar dengan kebutuhan yang beragam pula. Seorang pendidik harus memahami bahwa sebuah metode, gaya mengajar, instruksi, tingkat kesulitan materi dan latihan tidak dapat disamaratakan bagi semua siswa dalam satu kelas.

Berdasarkan pengamatan yang penulis temui di lapangan, penggunaan media belajar yang kurang variatif terbukti mempengaruhi pembelajaran siswa di kelas tersebut. 

Sebagai contoh, berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan dan refleksi pembelajaran yang peserta didik tulis, kegiatan pembelajaran yang hanya berfokus pada diskusi dan kegiatan games yang terintegrasi topik pembelajaran kurang disukai oleh siswa dengan gaya belajar visual karena kurangnya stimulasi gambar atau video yang dapat menarik minat belajar mereka sehingga mereka menjadi kurang berpartisipasi aktif di kelas. Berbanding terbalik dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik, mereka lebih menyukai kegiatan berupa games yang membuat mereka dapat bergerak aktif sambil belajar.

Itulah mengapa pemahaman guru terhadap keberagaman peserta didik sangat krusial. Pemahaman akan keberagaman ini merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam menghadirkan lingkungan belajar yang positif sehingga guru dapat menyesuaikan strategi pembelajaran dengan kebutuhan individu siswa (Ladson- Billings,2016). Berkaca dari pengalaman yang dihadapi, penulis menyadari bahwa tidak ada satu metode yang akan cocok dan tepat untuk semua peserta didik di dalam suatu kelas. 

Variasi dan inovasi yang disesuaikan dengan keberagaman peserta didik adalah kunci dalam menghadirkan pembelajaran yang bermakna bagi masing-masing peserta didik sebagaimana harapan dari kurikulum merdeka yang sudah mulai diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia.

Kurikulum merdeka diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Indonesia pada tahun 2020. Target utama dari penerapan kurikulum ini ialah meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dengan cara mengubah paradigma lama yang masih berpusat pada guru menjadi paradigma baru dimana pembelajaran berpusat pada peserta didik. 

Kurikulum ini berfokus kepada pengembangan keterampilan lunak (soft skill) dan pengembangan karakter peserta didik dengan pendekatan berbasis kebutuhan individu dan berpusat kepada siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar sesuai dengan kemampuan awal, fase belajarnya, minat yang mereka miliki, gaya belajarnya masing-masing namun tetap difasilitasi dan diarahkan untuk dapat berkolaborasi, berkomunikasi, dan memecahkan masalah secara bersama-sama.

Metode pembelajaran yang sangat disarankan untuk diterapkan oleh guru di kelas adalah metode Problem Based Learning dan Project Based Learning. Guru dapat memanfaatkan keberagaman peserta didik dari segi kemampuan, pengetahuan, bakat dan minat sebagai sumber pembelajaran yang berharga dalam memecahkan sebuah masalah. Selain itu, guru dapat memanfaatkan kemampuan peserta didik yang beragam dengan memberikan arahan dan peran yang tepat bagi masing-masing perserta didik dalam menyelesaikan proyek kelompok.

Disinilah pembelajaran berdiferensiasi mengambil peran besar dalam mencapai target yang ingin dicapai dalam kurikulum merdeka. Pembelajaran berdiferensiasi berfokus pada pemilihan strategi pembelajaran yang mempertimbangkan dan memerdayakan perbedaan individu di dalam kelas dari berbagai aspek. 

Pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan guru untuk mempersiapkan dan menyampaikan materi pelajaran dengan cara yang beragam pada kelas yang sama, tergantung pada kebutuhan dan karakteristik siswa. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru dapat memilih metode dan strategi pembelajaran yang paling sesuai untuk memenuhi kebutuhan siswa secara individual atau dalam kelompok kecil.

Sumber : Dokumentasi Pribadi 
Sumber : Dokumentasi Pribadi 

Pembelajaran Diferensiasi dapat diterapkan oleh guru dalam bentuk diferensiasi proses, konten, produk, dan lingkungan belajar. Pada praktiknya, diferensiasi produk dapat diterapkan dengan memberikan tugas atau aktivitas yang berbeda-beda bagi setiap siswa dengan cara menyesuaikan level kompleksitas dan kesulitan dengan kemampuan peserta didik. 

Kemudian dalam diferensiasi konten, guru dapat memberikan bahan ajar yang berbeda-beda untuk setiap siswa, tergantung pada minat dan kebutuhan mereka. Sedangkan pada penerapan diferensiasi proses, pembelajaran di kelas dapat menggunakan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang berbeda-beda untuk membantu siswa belajar sesuai dengan gaya belajarnya. Terakhir, diferensiasi lingkungan dapat diterapkan dengan mengubah lingkungan belajar untuk memenuhi kebutuhan siswa seperti gangguan penglihatan sehingga siswa dapat dipindahkan untuk duduk di kursi depan.

Dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka, peserta didik dapat belajar dengan cara yang lebih efektif dan efisien karena pembelajaran dirancang sesuai dengan kebutuhan belajar dan keberagaman peserta didik sehingga guru dapat membantu setiap siswa mencapai hasil belajar yang optimal (Tomlinson, 2014). 

Strategi ini juga dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar untuk tetap terlibat dalam pembelajaran karena metode, media, produk yang dihasilkan pada pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan serta minat masing-masing siswa. Hal ini tentu akan membantu mereka merasa lebih percaya diri.

Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa keragaman peserta didik di Indonesia merupakan fakta yang tidak dapat diabaikan. Dalam konteks ini, guru memainkan peran penting dalam menciptakan pembelajaran yang memerdekakan peserta didik. Guru harus mampu memahami perbedaan-perbedaan antar peserta didik, memanfaatkan keberagaman peserta didik sebagai modal bagi mereka dalam belajar dengan cara yang mereka pahami dan sukai sehingga target Kurikulum merdeka untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dapat terwujud.

REFERENSI

Kuzgun, Y., & Deryakulu, D. (Eds.). (2004). Egitimde bireysel farkliliklar [Individual differences in education]. Ankara: Nobel.

Ladson-Billings, G. (2006). From the Achievement Gap to the Education Debt: Understanding Achievement in U.S. Schools. Educational Researcher, 35(7), 3-12.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2017). Indonesia Diversity Index (IDI). Jakarta: LIPI.

Tomlinson, C. A. (2014). The differentiated classroom: Responding to the needs of all learners. ASCD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun