Mohon tunggu...
Desak Savitri
Desak Savitri Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

seorang mahasiswa yang suka menulis dan belajar US-related things

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Hak Aborsi di Texas dan Indonesia: Hak atau Tindakan Kriminal?

23 Juni 2022   10:39 Diperbarui: 23 Juni 2022   10:40 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun presiden Amerika Serikat saat ini tidak setuju dengan keberadaan Texas Heartbeat Act, Mahkamah Agung Amerika Serikat tidak dapat merubah atau melarang Texas untuk tetap menerapkan undang-undang ini. Hal tersebut adalah karena penegakkan undang-undang ini tidak dilakukan oleh pemerintah, melainkan oleh individu yang menggugat individu lain yang melakukan atau membantu melakukan aborsi setelah enam minggu kehamilan.

Lantas, bagaimana jika dibandingkan dengan kondisi aborsi di Indonesia? Tidak hanya di Amerika Serikat, aborsi juga menjadi topik yang sedang hangat dan kontroversial untuk diperbincangkan karena ditemukannya tujuh janin dalam kotak makan barusan ini. Aborsi di Indonesia merupakan hal yang ilegal dan hanya boleh dilakukan di bawah enam minggu kehamilan bagi korban pemerkosaan. 

Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat indikasi kedaruratan medis sebagaimana yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dapat dilihat bahwa hukum aborsi di Indonesia kurang lebih sama dengan hukum aborsi di Texas, perbedaannya terletak di kurang tersedianya fasilitas aborsi bagi yang membutuhkan. 

Seperti yang dilansir di BBC News, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia belum mengeluarkan petunjuk atas layanan aborsi yang aman bagi korban pemerkosaan. Hal tersebut berimbas pada banyaknya perempuan, baik di bawah umur atau tidak, untuk tidak mendapatkan perlindungan dan layanan sehingga mereka terpaksa untuk melahirkan anak hasil dari pemerkosaan dan/atau inses.

Komisi Nasional Perempuan mengestimasi bahwa setiap harinya ada delapan perempuan yang diperkosa di Indonesia. Pemerkosaan yang terjadi dapat membuahkan janin sehingga opsi mereka adalah untuk melahirkan anak, melakukan aborsi sebelum enam minggu, melakukan aborsi secara ilegal, atau mengakhiri nyawa mereka sendiri. Setiap opsi yang mereka punya sangatlah terbatas dan memiliki konsekuensi psikologis dan sosial masing-masing. 

Sebenarnya, korban dari pemerkosaan dan pemaksaan aborsi dilindungi dalam draf awal RUU PKS yang mengkategorikan kedua hal tersebut sebagai bentuk dari kekerasan seksual. Akan tetapi, kedua hal tersebut dianggap tumpang tindih dengan KUHP dan UU Kesehatan sehingga kedua poin tersebut dihapus dalam RUU TPKS yang meninggalkan korban dalam posisi rentan terhadap gugatan. 

Hal yang sangat disayangkan adalah karena meskipun aborsi bagi korban pemerkosaan diperbolehkan sebelum enam minggu, waktu tersebut masih terlalu dini bagi banyak perempuan untuk mengetahui bahwa mereka hamil. 

Selain itu, informasi akan layanan aborsi bagi korban pemerkosaan dan/atau inses masih belum menyeluruh dan banyak dari korban yang mungkin masih belum keluar dari pengawasan pelaku sehingga mereka tidak dapat mendapatkan layanan aborsi.

Setiap perempuan, tanpa memandang umur, kelas sosial, latar belakang, suku, dan ras, memiliki hak untuk menentukan kapan dan jumlah dari anak yang mereka ingin lahirkan. 

Saat hak tersebut dicuri dari mereka, mereka seharusnya mendapatkan perlindungan dan kebebasan untuk memilih karena anak yang berada di kandungan mereka adalah hasil dari pelaku biadab. Cukup banyak kasus pemerkosaan anak oleh keluarga mereka sendiri yang berakibat pada banyaknya kehamilan yang tidak diinginkan. Cukup banyak pula korban dibawah umur yang digugat karena melakukan aborsi karena diperkosa. Tanpa adanya perlindungan dan akses aborsi aman yang jelas, anak-anak tersebut berada di posisi yang rentan. 

Bercermin dengan kasus yang terjadi di Texas dan Indonesia, seharusnya terdapat hukum internasional yang melindungi perempuan dari pemerkosaan dan/atau inses. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan seksual dan pemberian layanan kesehatan atau aborsi yang memadai dan aman agar perempuan dapat menentukan dengan sendirinya apabila ingin meneruskan kehamilan atau menggugurkannya. Apabila tidak disediakan edukasi pendidikan seksual sebagai tindakan preventif atau fasilitas yang memadai sebagai tindakan represif, perempuan, baik yang di bawah umur atau sudah dewasa, dapat mengalami banyak isu psikologis yang dapat membahayakan dirinya sendiri dan anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun