LEBARAN Â tahun lalu. Dua hari menjelang lebaran. Ipul menyandang tas semir
sepatunya. Lalu pamit sambil mencium tangan ibunya yang terbaring di kasur
yang lusuh.
"Jaga Ibu ya, Ti," pesannya pada Surti.
"Iya..., Bang. Tapi obat Ibu sudah habis, Bang," jawab adiknya.
Langkah Ipul tertahan. "Doain aja rejeki kita lancar hari ini," balasnnya
sambari berlalu.
Sejak asma dan batuk ibunya kumat seminggu lalu, mencari nafkah memang
sepenuhnya di pundak Ipul. Sementara ayahnya -- setelah terjadi kerusuhan
sebuah partai politik belasan tahun silam -- tak ada kabar beritanya lagi.
Lenyap ditelan bumi. Hingga sekarang bocah kelas VI SD itu tak pernah mengerti
kenapa peristiwa politik itu sampai membuat ayahnya tak pernah pulang.
*****
"YA, ALLAH... Hanya kepada Engkau hamba menyembah, kepada Engkau
hamba mohon pertolongan. Tolonglah kami dari kesulitan ini. Amin..." Ipul menutup
doanya usai sholat Ashar berjamaah di mesjid At Taqwa, di belakang super mal itu,
tempat ia mangkal jadi tukang semir sepatu.
"Pul, ke kantor panitia amil zakat, ya," sapa Haji Mursyid.
"Ya, Pak Haji," bersemangat Ipul bangkit dan membuntutinya.
"Ini fitrah empat orang untuk keluargamu. Dan yang ini bingkisan lebaran dari
TELKOMSEL, yang disalurkan lewat mesjid  ini," Pak Haji menyerahkan
amplop fitrah dan tas berlabel "Telkomsel Berbagi Ceria Ramadan".
"Alhamdulillah.... Terimakasih, Pak Haji," sambut Ipul ceria. "Tapi, Pak Haji,
boleh nggak uang fitrah ini saya gunakan lagi untuk membayar fitrah saya, adik,
dan ibu saya?" tanya Ipul kemudian.
"Subhanalah...Ya, boleh Pul. Uang itu sudah hak kamu.Kamu boleh menggunakan
untuk apa saja," kata Pak Haji terharu.
"Kalau gitu uang ini saya serahkan lagi untuk fitrah saya, adik, dan ibu," kata
Ipul dengan rasa lega. Sebab apa yang menjadi pikiran ibunya beberapa hari ini
sudah teratasi.
Sementara itu Pak Haji buru-buru merogoh dompetnya dan menyerahkan 7 lembar
uang 100 ribu. "Ini sekedar sodakoh dari saya, Pul. Diterima,ya," kata Pak Haji.
"Alhamdulillah..." dengan mata berlinang Ipul kembali mecium tangan Pak Haji.
*****
DI TERAS mesjid, Ipul menengadah ke langit yang cerah. "Terimakasih ya Allah..."
bisiknya. Ia lalu segera berkemas. Ia ingin buru-buru ke apotik membeli obat
untuk ibunya. Dan es buah yang sudah lama diidamkan adiknya untuk buka puasa.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H