Generasi masa kini semakin tak terkendali oleh ulah iklim globalisasi yang katanya mampu membuat kepercayaan diri semakin tinggi namun berbuntut panjang menjadi bumerang bagi si pelaku sendiri.
Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan yang nyata namun kebanyakan menurutkan kemauan belaka. Generasi muda dituntut untuk menjadi sosok yang beraksi dan menginspirasi untuk negeri, namun tingkahnya malah berbalik arus dengan dalih meningkatkan gengsi.
Niat sekolah mulai luntur, nilai rapot mulai kabur. Saat posisi tidak baik menimpanya malah menyalahkan orang tua yang lengah akan kecanggihan teknologinya.Â
Sejak budaya globalisasi menerpa, ia berasumsi bahwa orang tua sama dengan teman sebaya. Pikirannya sok mendewasa padahal makan sehari-hari ditanggung oleh orang tua. Otomatis, sikapnya menjadi apatis. Egois mulai mendarah daging tak pandang orang atau barang.
Uang jajan dihabiskan beralaskan untuk sumbangan. Tidak sekolah mengaku diri sakit padahal bermesraan di semak lereng bukit.
Generasi masa kini, hancur karena peradaban tak mampu mengendalikan zaman.Â
![Anak-anak menulis dan mengirimkannya untuk kakak sahabat serasan Desa Kayu Ara Batu. Sumber: Dokumentasi Agung Guru Pengabdi 1](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/02/26/img-20180126-wa0022-5a92f196f13344188e36efe3.jpg?t=o&v=770)
Kenal tak kenal harus jadi teman. Tak peduli ia komunis yang penting pertemanan tetap harmonis. Tak peduli ia atheis yang penting selalu memberikan senyuman termanis. Tak peduli ia apatis yang penting orangnya humoris.
Tiap harinya tak berhenti menunduk. Bangun tidur, menunduk. Sedang makan, menunduk. Waktu mandi, menunduk. Nonton tv, menunduk. Pertemuan keluarga, menunduk. Sebelah teman, menunduk. Di tempat umum, menunduk. Di kendaraan umum, menunduk. Sebelum tidur, menunduk.
Semua aktivitasnya sedari bangun tidur hingga tidur lagi didominasi dengan menunduk.
![Peragaan Pahlawan dalam Peringatan Hari Pahlawan dan Hari Kesehatan Nasional di Kecamatan Sungai Rotan. Sumber: Dokumentasi Pencerah Nusantara](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/02/26/img-20171113-wa0066-5a92f276cf01b469586f0052.jpg?t=o&v=770)
Menunduk dalam islam artinya sedang mengaji, berzikir atau bermohon ampun kepada Allah SWT.
Menunduk disini tidak menyebut nama Tuhannya. Tidak bermohon ampun pada Tuhannya. Tidak sedang melakukan penghormatan kepada orang yang lebih tua.
Yang dipegang hanya handphone. Yang dipikirkan hanya dunia maya. Seolah-olah dunia berpindah pada genggaman.
Dunia dalam genggamanmu. Sebuah doktrin menyesatkan namun tak terindikasi sesat. Ini doktrin yang menyebabkan sugesti manusia untuk terus meyakinkan diri bahwa sebaik-baik dunia adalah yang lebih praktis dan simpel.Â
Dunia lebih baik dalam genggamanmu. Dunia telah berpindah ke tangan, ke genggamanmu. Kau sekarang meraihnya. Kau sekarang mencengkramnya.Â
Berdasarkan logika, secara tidak langsung negara produsen produk handphone seperti Jepang, Korea, Amerika dan lainnya mencoba melemahkan Indonesia di ranah pemuda, di ranah generasi emas.Â
Ia mengalihkan perhatian pemuda untuk tidak memperhatikan dunia nyata. Dunia maya adalah paling sempurna dunia, karena Dunia dalam Genggamanmu.
Kita anggap benar namun sebenarnya bermusuhan dengan nalar.
![Hamparan sawah di Desa Tanjung Raman. Sumber: Dokumentasi Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/02/26/img-20180218-wa0066-5a92f20cbde57529481552a2.jpg?t=o&v=770)
Semakin dewasa dan semakin sering menggunakan logika yang beretika. Pemikiran berorientasi untuk perubahan dan tidak mengarah pada kemunduran.
Perubahannya tetap menekankan nilai moral dan intelektual, tidak terpisahkan antara keduanya.
Namun sayang, seakan-akan kata "merunduk" berangsur-angsur berubah menjadi kata "menunduk" yang sedang dialami oleh kids jaman now (katanya).
Semua orang lebih fokus kepada gawai ketimbang acara pawai. Terlalu mementingkan media sosial dibanding nilai-nilai moral. Tanpa pamrih, rela berjuang untuk mendapatkan internet tanpa uang.
Panjat sosial adalah demam yang sedang menghantui mereka. Mereka mencari sensasi lewat dunia yang tak selalu mencerdaskan penggunanya.
Makan di hotel di unggah ke media sosial. Minum kopi di cafe di potret. Foto di mobil orang di sebar ke temen.
Apa pentingnya merasa mewah padahal diri kita sangat sederhana?
Tak perlulah kegiatan seperti itu diumbar ke dunia luar.
Pada akhirnya, Generasi Menunduk adalah orang-orang yang akan kehilangan beberapa hal yakni :
1. Sahabat atau orang-orang dekat
Orang yang terlalu fokus pada gawai dan isinya akan kehilangan sahabat karena ia akan lebih akrab dengan sahabat pena di sosial media. Akan sangat jarang bahkan berkurang intensitas untuk berkomunikasi dengan sahabatnya. Bukan tidak mungkin akan kehilangan keluarga.
2. Kemampuan Seorang Manusia
Ia akan mengalami kehilangan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Ia cenderung kaku dan tidak akan merasa nyaman bila terlalu lama mengobrol dengan orang secara langsung. Ia juga akan kehilangan kemampuan yang seharusnya dimiliki manusia.
3. Waktu
Orang yang lebih mementingkan dunia maya akan kehilangan waktu karena ia akan lebih banyak meluangkan waktu hanya untuk berselancar di internet.
4. Harta dan Tenaga
Generasi menunduk juga akan banyak kehilangan harta karena lebih banyak menggunakan harta untuk membeli keperluan bersosial media ketimbang keperluan sehari-hari. Tenaganya juga akan sangat terkuras.
5. Kesuksesan
Setelah banyak mengalami hal diatas, maka tidak akan mungkin seorang penunduk atau generasi menunduk mampu meraih kesuksesan. Ia akan kehilangan kesempatan untuk bisa menjadi orang sukses.
6. Dunia Nyata dan seisinya
Otomatis jika kelima ini telah dilewatkannya, maka jangan menyesal jika ia pula tidak akan mendapatkan dunia nyata dan seisinya. Ia akan sangat kehilangan Dunia sebesar ini. Dan akhirat pun sudah tidak akan menjamin ia memasukinya.
Jadi, Jangan sampai hal ini tetap terbawa dan terbiasakan hingga bonus demografi indonesia terjadi pada tahun 2030.
Memang tidak semua pemuda indonesia tergolong sebagai generasi menunduk. Ada yang masih berjiwa merunduk. Bisa dibilang kaum minoritas. Namun, kaum minoritas itu harus berkualitas dan tidak tertindas.Â
Jangan sampai pemuda menjadi Generasi Rusak Akal dan Hancur Moral karena tingkah di Sosial Media yang tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan dunia nyata.
Marilah menjadi orang tua yang bijak, yang sadar dan peduli akan nasib anak kita. Jangan sengaja mendidik mereka menjadi manusia yang tidak bermanusiawi.
Marilah menjadi generasi intelektual yang bermoral dan bijak bersosial media.
Mari menjadi Generasi Merunduk. Hindarkan Menunduk di setiap waktu. Pupuklah sikap merunduk, bukan sikap menunduk.
Canggih boleh, namun peradaban harus pandai menoleh.
Sekarang anda yang memilih, akan menjadi GENERASI MERUNDUK atau GENERASI MENUNDUK?
Suara Pemuda Indonesia untuk Perubahan Indonesia. Bersuara atau tidak mengalami perubahan ? Bersuara atau mati di telan peradaban ?
-Sukma Derama-