Kerumunan merpati mendatangani Rinjani yang sedang menghamburkan bebijian. Tak takut sama sekali, seorang anak manusia sendirian dikelilingi puluhan burung merpati.
Hari ini adalah persis satu tahun kami kembali ke Mahameru dengan selamat. Kala itu kami berangkat berlima, Aku, Rinjani, Aksa, Rama, dan Dahlia. Atas janji yang kami buat tahun lalu. Dari taman ini kami akan kembali menaiki Gunung Para Dewa, Gunung Mahameru. Kali ini kami tak lagi hanya berlima, ada satu anggota baru yang tak boleh disebutkan namanya.
"Elegi!" suara Aksa familiar, memanggilku dari jauh.
"Rinjani mana?" lanjutnya lagi, ngos-ngosan.
"Tuh lagi dikerumuni merpati," tunjukku mengarah ke Rinjani.
"Cantik ya, as always," sambung Aksa, tersenyum.
Sedari dulu Aksa memang sudah menyukai Rinjani, kembaranku. Bahkan, rencananya ia akan menyatakan perasaan tersebut tahun lalu di puncak Mahameru. Meski gagal karena beberapa sebab musabab.
"Udah pada lengkap, ya? Gaskeun lah!" sahut Rama tiba-tiba muncul, bersama Dahlia.
Here we go! Pendakian kedua kami berlima plus satu, menuju puncak Mahameru.
***
Keindahan Ranupani memulihkan lelah perjalanan pertama dari Pasar Tumpang. Perjalanan selama dua jam dengan rute menanjak terbayar lunas dengan pemandangan Ranupani yang luar biasa indah, jam menunjukkan pukul 14:15, perjalanan kami lanjutkan.
Ketika selesai mendaftar di Pos Satu Ranupani, kami ditemani oleh seorang Pemandu, Pak Budi namanya.
"Tak baik pergi dengan jumlah ganjil," tukas beliau pada kami
"Saya temani ya," tawar beliau kemudian.
Jelas tidak kami tolak, ditemani oleh seseorang yang berpengalaman, di perjalanan mendaki gunung tertinggi di pulau jawa ini, tentu adalah suatu bonus bagi kami berlima.
"Saya mau jujur ama kalian," celetuk Pak Budi, tiba-tiba. Memecah sunyi dalam perjalanan.
"Saya dikarunia mata batin, saya bisa melihat yang orang awam tak bisa lihat," lanjutnya lagi tanpa menunggu respons kami.
Kami hanya bergidik, saling tatap satu sama lain, hanya Rinjani yang tak bereaksi apapun, menatap lurus kedepan. Berjalan santai membawa carrier pink kesukaannya.
"Saya juga tahu bahwa kalian tahu, dan kalian masih kesini demi perempuan itu," jelasnya lagi, matanya menatap Rinjani. Misterius.
"Solidaritas ya namanya. Tenang, saya ikut untuk membantu. Kita semua akan pulang berenam."
Fuuush , hembusan angin semakin kencang, menemani kami melewati jurang.
"Jika ada yang lelah, katakan. Kita istirahat semua." Imbuhku tegas.
Berdasarkan pengalaman mendaki sebelumnya, adalah suatu peraturan wajib untuk melangkah seirama, jujur dan terus terang ketika lelah. Dengan demikian, pendakian akan berjalan sedikit lebih aman. Terutama pada track seterjal Gunung Semeru.
Tentang Rinjani, adik kembarku. Sejatinya ia adalah seorang gadis yang ceria, dan bersinar. Seperti matahari yang keindahannya menarik bayang-bayang. Hingga pada pendakian tahun lalu tiba-tiba Rinjani bersikap super aneh. Dia diam, berjalan sendirian menaikki tanjakan cinta, tanpa menoleh ke belakang.
Mungkin kau pernah mendengarnya, tentang sebuah mitos, yang konon jika kamu melewati tanjakan cinta itu tanpa menoleh ke belakang, maka cintamu kepada orang yang kamu inginkan akan terwujud dan langgeng sampai akhir hayat. Entah benarkah mitos itu, entah siapa yang memotivasi Rinjani untuk menjalankan mitos itu, yang jelas, kami menemukan Rinjani keesokan harinya, di Kalimati.
Apapun itu, besok Rinjani sang ceria akan kembali bersinar.
***Â
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H