Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, kini menghadapi babak baru dalam perjalanan peradabannya: era Society 5.0. Era ini, yang berakar pada konsep masyarakat super pintar, menjanjikan perubahan besar dalam cara manusia hidup, bekerja, dan berinteraksi. Society 5.0 bukan hanya sekadar kelanjutan dari Revolusi Industri 4.0, tetapi juga menekankan pada harmoni antara inovasi teknologi dan nilai-nilai sosial, budaya, serta agama. Dalam konteks Indonesia, integrasi nilai-nilai Islam menjadi kunci untuk memanfaatkan peluang yang ada sembari mengatasi tantangan-tantangan yang muncul.
KONSEP SOCIETY 5.0
Society 5.0 dicanangkan pertama kali di Jepang sebagai visi untuk menciptakan masyarakat di mana teknologi digital, seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), big data, dan robotika, digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial. Konsep ini melampaui pendekatan murni teknologi. Ia berfokus pada menciptakan kehidupan yang lebih baik dengan cara mengintegrasikan dunia fisik dan digital demi meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan kekayaan sumber daya manusia serta alam yang melimpah, memiliki potensi besar untuk memanfaatkan Society 5.0. Namun, seperti halnya negara lain, Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan unik, mulai dari kesenjangan infrastruktur digital hingga perlunya membangun etika dan kepercayaan dalam pengelolaan teknologi.
TANTANGAN ERA SOCIETY 5.0 DI INDONESIA
Pelanggaran Privasi dan Keamanan Data
Pengumpulan dan penggunaan data dalam era digital menghadirkan risiko pelanggaran privasi. Di Indonesia, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan data pribadi masih rendah. Di sisi lain, regulasi dan pengawasan terhadap penggunaan data sering kali belum memadai.
Maraknya Hoaks dan Polarisasi Sosial
Teknologi digital, meskipun menawarkan kemudahan akses informasi, juga membuka pintu bagi penyebaran hoaks dan berita palsu. Di Indonesia, isu ini menjadi tantangan serius, mengingat dampaknya pada polarisasi sosial dan politik yang dapat memecah belah masyarakat.
Ketidakseimbangan Etika dalam Penggunaan Teknologi
Pemanfaatan teknologi yang tidak berlandaskan nilai-nilai etika dapat menyebabkan ketidakadilan, bias, dan eksploitasi. Misalnya, algoritma yang dirancang tanpa mempertimbangkan keberagaman dapat menghasilkan keputusan yang diskriminatif, sementara penyalahgunaan teknologi dapat memperburuk ketimpangan sosial.