" Ini tak mungkin dilakukan hantu, hantu tak perlu mengintip. Apakah ini perbuatan manusia? Untuk apa seseorang mengintipku bekerja ? " hati Aldi berdesir. Ia teringat omongan sosok berwajah rusak itu. Temanku itu wajahnya terbakar, rusak parah, lebih jelek dibanding kuntilanak. Dia mengatakan padaku, dia jatuh cinta padamu. Berani kamu menerima cintanya ?
" Hantu tak butuh tali untuk naik ke atap, manusia butuh. Berarti.... apakah ini berarti sosok yang tidak bercadar itu hantu, sedangkan yang kupanggil hantu bercadar malah manusia ? Manusia yang wajahnya rusak akibat terbakar saat kerusuhan, terpaksa bersembunyi menghindari manusia, terpaksa menutupi kerusakan wajahnya dengan cadar. Itukah kamu, Melli atau Meilan? Yang manusia Melli atau Meilan ? " Tak puas dengan temuan itu, Aldi keluar menuju belakang, ia membuka pintu dan memeriksa dengan teliti. Ditemukan lagi seutas tali mirip kawat halus di samping dinding, terikat ke atas atap !
Lalu ia teringat gang tempat gadis bercadar itu merayap di dinding mirip cecak, apakah itu juga menggunakan tali atau kawat halus ?
" Kalau ini korban kerusuhan yang tidak mati terbakar, ini saksi hidup kerusuhan Jakarta, sanggup hidup menghindari manusia selama 14 tahun. Ini luar biasa! Apa tujuannya? Apakah untuk mempertahankan miliknya ? " Tanpa sengaja Aldi menatap ke plafon bagian luar, ada sebuah triplek yang warnanya lebih buram dibanding triplek lain, seakan sering tersentuh tangan berdebu. Seketika darah Aldi berdesir. Dalam hati ia berguman. Dia tinggal di bawah atap, di atas plafon ! Putusnya dalam hati.
Aldi terbengong dengan temuannya. Empat belas tahun dia menghindari manusia, andai aku tiba-tiba memergokinya, ia pasti kaget dan kabur. Aku tak boleh membuatnya curiga. Bagaimana agar aku bisa bertemu dengannya tanpa membuatnya panik dan ketakutan ?
Dia menggunakan kertas ! Dia menggunakan catatan ! Bagaimana kalau aku melakukan hal serupa  ?
Tidak, jangan sekarang. Aku harus mendekatinya pelan-pelan. Mengorek ceritanya pelan-pelan. Ini bisa jadi cerita yang meledak di pasaran jika diterbitkan. Aldi membayangkan sebuah buku yang memaparkan seorang korban kerusuhan bersembunyi dari manusia selama 14 tahun, hidup menyendiri, hanya keluar di malam hari, meminta makanan dari penjaga kelenteng, bertahan hidup demi mempertahankan miliknya. Ini cerita yang bakal jadi best seller !
Harapan  Aldi melambung tinggi. Ini saatnya ia menulis  sebuah cerita yang bakal meledak di pasaran ! Super best seller ! Laku terjual 1 juta copi ! Tangannya gemetar membayangkan royalti yang bakal di dapatnya. Tapi, apakah etis menulis penderitaan orang untuk memperkaya dirinya ? Apakah itu adil bagi gadis bercadar itu ?
Sekarang gantian aku yang mengamatimu. Aku ingin tahu mulai jam berapa kamu naik ke genteng untuk mengawasi saat aku pulang kerja. Aldi membawa tasnya, turun ke bawah, dan keluar lagi. Ia membawa naskah. Ia berjalan hingga ke luar gang, membeli koran, lalu masuk kembali hingga ke ruko kosong di seberang jalan. Ia berdiri disitu, pura pura membaca naskah.Â
Wajahnya tak terlihat dari rumahnya akibat terhalang koran atau naskah yang dibacanya. Matanya ditujukan ke atas genteng. Jam 5.30 kakinya mulai pegal. Ia membuka koran, dijadikan alas duduk, ia duduk santai di depan rumah kosong mengamati rumahnya. Jam 5.45 hari mulai gelap.Â
Terlihat sesosok bayangan muncul dari arah belakang, berjalan menuju depan, cepat dan lincah, seakan seorang pemain akrobat. Sosok itu mengenakan cadar, menutupi seluruh wajahnya. Tiba di segitiga merunduk, mirip berbaring di atas atap, dengan mata ditujukan ke mulut gang tempat biasanya Aldi muncul.
Sosok itu diam menunggu. Diam seakan tak bergerak. Aldi harus mengakui sosok itu andai manusia luar biasa sabar. Sanggup mendekam di genteng tanpa bergerak selama 45, lalu satu jam, lalu 75 menit. Aldi yang tak tahan oleh gigitan nyamuk. Ia berdiri, berjalan ke arah kanan, memutar ke belakang, lewat jalan Kemenangan ia kembali ke mulut gang Bahagia. Ia berjalan layaknya tak tahu ia sedang diamati dari atas genteng.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H