Mohon tunggu...
Dere Linggau
Dere Linggau Mohon Tunggu... Freelancer - Kita bersaudara, jika bukan saudara seiman, kita saudara setanah air, Jika tidak setidaknya kita mempunyai hobi yang sama

Takdir bukan hukuman

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Koli dan Sagu Panggang

13 November 2019   15:11 Diperbarui: 12 Desember 2019   08:08 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika pulang ke kampung halaman hal pertama yang dilakukan  adalah menyelesaikan  urusan perut. Sekian lama berdiam diri di kota orang selain harus menyesuaikan  diri dengan kebiasaan masyarakat  setempat, lidah pun harus ikut menyesuaikan  diri dengan menu makanan yang belum pernah dinikmati.

Orang Sumatera  biasanya terbiasa dengan makanan yang cenderung pedas  serta kaya dengan rempah-rempah. Di Bangka masyarakatnya lebih memilih mencampurkan terasi udang Bangka ke dalam setiap olahan makanan di Padang makanannya cenderung  keasinan agar makanan lebih tahan lama (tidak basi) di Medan,  Jambi dan Lubuklinggau  biasanya cendrung asam segar karena disetiap masakannya menggunakan campuran belimbing wuluh/nanas/ fermentasi  durian (baca: tempoyak).

Tapi kali ini saya ingin mengenalkan salah satu minuman sejuta umat yang di sukai semua kalangan mulai anak kecil (tetangga ku usianya 5 tahun menyukainnya apalagi jika ditambah susu) sampai kakek-kakek lansia pun menyukainya, dari belahan bumi manapun pasti tahu dengan sih hitam ini. 

Yups!!!  Dia adalah kopi 

Jujur saya bukan lah maniak kopi yang tidak bisa hidup tanpa kopi walau sehari. Level saya masih sangat jauh dibawah standar, saya hanya minum kopi di saat ingin dan butuh.  Jika ingin yah saya minum jika tidak ndak masalah,  disaat malam ingin bergadang saya butuh kaffein agar tetap terjaga dan dosisnya tak perlu bercangkir-cangkir cukup setengah gelas saja bisa membuat saya tidak tidur sampai pagi. 

Minggu kemarin saya baru saja mendarat tanah kelahiran  yaitu Lubuklinggau (alhamdulillah  kota kecil ini sudah ada transportasi  udara meski harga tiketnya masih cukup mahal) tapi saya tidak bisa langsung berpetualang mencari jajanan khas yang biasa saya makan karena Mamak dirumah setiap hari dalam seminggu ini selalu memasak makanan yang saya suka (mungkin sedih karena saya pulang ke rumah dengan keadaan kurus) mulai dari gulai buncis ayam merah, nasi goreng  dengan resep keluarga,  pindang tulang, tempoyak patin, dan lain-lain.  

Dokpri: Buncis ayam kuah merah
Dokpri: Buncis ayam kuah merah

Jangan ditanya menu favorit saya apa karena saya tidak mengkhususkan apapun karena bagi saya jenis makanan itu ada dua yaitu enak dan enak banget.

Dan kemarin akhirnya saya bisa juga membeli jajanan yang sudah lama ingin saya makan karena saat keluar rumah ada gerobak pempek yang sedang lewat dan tanpa babibu langsung saya panggil. 

Dokpri: Pempek panggang
Dokpri: Pempek panggang

Kenalin itu namanya pempek panggang hanya terbuat dari sagu. Sagu (orang sunda bilang Aci) diberi air panas aduk cepat lalu bentuk agar kemudian panggang diatas arang atau bara/briket setelah beberapa menit (mengeras dan berubah warna) angkat lalu dibelah tengahnya kemudian taruh kecap manis,  cabe rawit halus dan ebi yang sudah di sangrai. Rasanya maknyos!!! meski tak seenak dengan campuran ikan (pempek ikan) tapi ini saja sudah luar biasa.

Setelah membahas tentang makanan rasanya kurang affdol jika tidak membahas tentang pasangannya yaitu seperti yang sudah di singgung sebelumnya tadi.

Untuk minuman di Lubuklinggau  rasanya tak ada sesuatu yang spesial semuanya sama dan kemarin saya baru saja mendapat informasi ada salah satu olahan biji kopi yang di olah menjadi bubuk harum yang bisa di minum setelah di seduh dengan air panas. 

Dokpri: KOLI (Kopi Linggau)
Dokpri: KOLI (Kopi Linggau)
Yes!! benar itu adalah kopi dan memang sama seperti kopi pada umumnya tapi ternyata ketika saya membuka bungkusnya semerbak wangi kopi menyeruak ke dalam hidung, menurut pengakuan penjualnya KOLI tidak asam di lambung karena di roasting dengan kematang yang tepat. 


Sebenarnya  saya kurang suka dengan kopi hitam (ingat yah kurang suka bukan berarti tidak suka)  jadi ketika ingin mencoba sih KOLI ini saya mencampurnya dengan tambahan lainnya yaitu susu dan krim dan ternyata benar saat seruputan pertama lidah saya mencari-cari rasa asam yang biasanya ada pada kopi tapi tidak menemukannya, tidak ada rasa asam sama sekali. 

Saya mulai berpikir mungkin KOLI bisa dijadikan salah satu oleh-oleh khas dari Lubuklinggau karena kemasannya lebih modern. 

Sebenarnya ada satu lagi kopi khas Lubuklinggau  yang ingin saya review tapi karena belum sempat membeli kopinya jadi saya simpan dulu tulisannya dan akan saya posting suatu hari nanti. 

Selain karena ingin dan butuh saya biasanya meminum kopi hanya di jam 10 pagi setelah semua pekerjaan rumah selesai di saat saya bisa membaca lanjutan halaman buku yang sebelumnya belum sempat saya tamatkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun