Mohon tunggu...
Derby Asmaningrum
Derby Asmaningrum Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Classic rock addict || Pernah bekerja sebagai pramugari di maskapai asing || Lulusan S1 FIKOM konsentrasi Jurnalistik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tidak Mencoblos, Begini Jalannya Pemungutan Suara Pemilu di Prancis

25 April 2022   19:55 Diperbarui: 17 Januari 2023   20:26 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berlatar Menara Eiffel, Presiden Macron melangkah pasti menuju mimbar untuk memberi pidato kemenangan (jepretan layar tv/Derby A)

Ternyata Prancis masih percaya pada Emmanuel Macron. Dengan suara sebanyak 58,54 persen, ia terpilih kembali menjadi presiden, Chef de l'État pada putaran kedua Pemilu 24 April 2022 mengalahkan kandidat Marine Le Pen dari parpol ekstrim kanan Rassemblement National (National Rally). 

Semalam kala ia menggelar pidato kemenangan di depan ratusan pendukungnya, di area Champ-de-Mars, tepat di bawah kaki Menara Eiffel, wajahnya sumringah, berbunga-bungah, bahagiah. Terkadang suaranya terdengar bergetar. Di sana ada semangat dan rasa haru yang melebur menjadi satu.

Kedua kandidat yang maju ke babak final pemilu tahun ini adalah pengulangan Pemilu 2017 silam. Saat itu skornya jomplang di mana Macron menang telak sebanyak 66.1 persen. 

Ketika itu ia juga baru saja mendirikan partai tengah La République En Marche! atau cukup disapa En Marche! (Onward!) setelah menjabat sebagai Menteri Ekonomi Industri dan Digital pada pemerintahan presiden sebelumnya, François Hollande. 

Saya sih sebagai pendatang yang baru 11 tahun numpang di negara maju ini, mencicipi kecanggihan teknologi, kemudahan layanan publik, kebebasan beribadah, dll cuma bisa lega, ikut senang ajalah menikmati jalannya pemerintahan negeri rantau. Selamat buat Pak Presiden Macron yang di mata saya adalah sosok yang selalu cool calm confident. Selamat bertugas kembali mewujudkan misi yang diemban!

Berlatar Menara Eiffel, Presiden Macron melangkah pasti menuju mimbar untuk memberi pidato kemenangan (jepretan layar tv/Derby A)
Berlatar Menara Eiffel, Presiden Macron melangkah pasti menuju mimbar untuk memberi pidato kemenangan (jepretan layar tv/Derby A)
Pemilu di Prancis diadakan tiap 5 tahun sekali, dibagi menjadi 2 putaran. Putaran pertama dilaksanakan 10 April kemarin untuk memilih dua kandidat untuk maju ke babak kedua pada 24 April. Tahun ini ada 12 kandidat yang meramaikan, dari parpol sayap kiri, sayap kanan, mesin kiri, mesin kanan eeehh itu mah pesawat! 

Musim kampanye resmi dimulai 28 Maret lalu. Suasananya, terlebih di kota saya, terlihat biasa-biasa saja. Sejak saya tinggal di Prancis akhir 2011, saya sudah menyaksikan tiga kali pemilu yaitu pada 2012 ketika François Hollande jadi presiden, lalu 2017 yang dimenangkan Macron dan 2022 yang lagi-lagi Macron. 

Melewati tiga kali pemilu, tiga kali juga saya tidak merasa seperti sedang pemilu karena memang sepi-sepi aja. Palingan ramainya para ahli politik yang nyerocos di stasiun-stasiun tv atau siaran langsung debat capres. 

Dua kandidat yang terpilih menuju putaran kedua juga diwajibkan berdebat sekali lagi. Rabu, 20 April mereka kembali menguliti topik-topik mengenai imigrasi, perang Ukraina-Rusia, bersilat lidah perihal usia resmi pensiun di mana Macron ingin mengubahnya menjadi 65 tahun yang bikin rakyat Prancis uring-uringan sedangkan Le Pen percaya diri mematok usia pensiun hingga 62 tahun saja, hingga tema tentang daya beli masyarakat yang paling dirongrong rakyat terutama oleh kaum muda.

Debat sengit antar Macron dan Le Pen. Sama-sama ngotot (foto: Derby Asmaningrum/jepretan layar tv)
Debat sengit antar Macron dan Le Pen. Sama-sama ngotot (foto: Derby Asmaningrum/jepretan layar tv)

Para kandidat juga menggelar kampanye di area terbuka, di Paris biasanya bertempat di alun-alun bernama Place de la République dan Place de la Bastille yang biasa ditongkrongin oleh pentolan partai-partai sayap kiri sedangkan parpol sayap kanan demennya berkoar-koar di Esplanade du Trocadéro, area terbuka yang merupakan spot favorit, wajib disinggahi untuk berfoto, nongkrong-nongkrong dengan latar belakang Menara Eiffel yang menatap tegap dari kejauhan.

Selama kampanye putaran pertama 10 April, kota-kota di Prancis berhias. Nggak medok sih, ibarat pakai bedak sama lipstik doang. Termasuk di kota saya, atribut kampanye berupa 12 poster kandidat super jumbo yang bisa menghantui tidur malam para pemilih mulai dipasang dan akan dikurangi menjadi 2 saja tatkala putaran kedua berlangsung. 

Poster-poster tadi hanya ditempel pada plang besi berukuran besar dan hanya pada tempat-tempat pemasangan informasi. Sejauh mata memandang, saya tidak menemukan poster-poster tadi terpampang sembarangan di pohon-pohon, tiang listrik, bangku halte, tembok luar supermarket apalagi tertempel di jidat tetangga sebelah.

Pemasangan atribut kampanye yang biasa aja. Nggak heboh apalagi berlebihan (foto: Derby Asmaningrum)
Pemasangan atribut kampanye yang biasa aja. Nggak heboh apalagi berlebihan (foto: Derby Asmaningrum)

Lokasi pemasangan poster juga hanya terbatas di sekitar tempat-tempat yang dijadikan Bureau de Vote alias TPS saja. TPS di Prancis biasanya berlokasi di sekolah-sekolah, termasuk di SD anak saya, di ruang serbaguna, kantor walikota hingga gedung olahraga. Dan para pemilih akan diterbangkan ke TPS yang paling dekat dengan tempat tinggal. 

Poster para kandidat mejeng di samping sekolah anak saya yang dijadikan TPS (foto: Derby Asmaningrum)
Poster para kandidat mejeng di samping sekolah anak saya yang dijadikan TPS (foto: Derby Asmaningrum)

Karena selalu antar anak ke sekolah, maka setiap hari saya berjalan melintasi dan mau tak mau menjatuhkan pandangan ke gambar-gambar capres tadi.

Seketika ingatan saya pun bertamasya ke jaman dulu ketika saya masih remaja, tahun 90-an, saya ingat musim kampanye pemilu di mana tiga parpol bergantian untuk berkampanye, para pendukung yang seru berjubelan di mobil bak, truk dan metromini, tampil heboh dalam balutan atribut partai, ramai kala bergoyang di gelaran panggung hiburan sekaligus menakutkan jika tiba-tiba beringas akibat terlalu antusias. Suasana yang kebalik dengan di sini. Beda negeri, beda sensasi. 

Nggak dicoblos, nggak dicelup

Waktu pemungutan suara dimulai serentak di seluruh Prancis pukul 8 pagi hingga jam 7 malam. Khusus untuk kota-kota besar seperti Paris, Marseille, Bordeaux dll diberi kesempatan hingga pukul 8 malam. Rentang waktu yang sangat lama yang menjadikan tak ada alasan untuk tidak keluar rumah datang ke TPS.

Setelah pemungutan suara selesai, estimasi perhitungan langsung ditampilkan jadi sudah langsung tahu siapa yang menang. Saya pun menikmatinya lewat layar televisi sembari nunggu buka puasa.

Biasanya, tiap kandidat yang kalah, di sela-sela pidato kekalahannya, ia akan secara terang-terangan menyuruh pendukungnya untuk memberikan suara kepada capres yang melaju ke putaran kedua yang sejalan dengan visi misi mereka.

Ruang serbaguna di kota saya yang dijadikan TPS (foto: Derby Asmaningrum)
Ruang serbaguna di kota saya yang dijadikan TPS (foto: Derby Asmaningrum)

Di Prancis, warga bisa mendaftar sebagai pemilih jika sudah berusia 18 tahun, usia yang sama untuk seseorang diijinkan membeli minuman beralkohol dan membuat SIM.

Setelah mendaftar lewat situs pelayanan publik, ia akan mendapatkan carte électorale (kartu pemilih) yang dikirim lewat pos, berlaku seumur hidup. Namun terkadang kartu tadi tak kunjung datang.

Solusinya, jika tidak punya kartu tersebut, maka si pemilih akan mendapat attestation (surat pernyataan) dari walikota bahwa namanya sudah tercantum dalam liste électorale (daftar pemilih) dan di TPS ia akan diberi lagi surat pernyataan pendaftaran, berlaku sebagai kartu pemilih.

Punya atau tidak punya kartu juga sebetulnya bukan masalah karena ketika datang ke TPS si pemilih nggak perlu lagi menunjukkan kartu tersebut. Cukup bawa diri dan KTP aja.

Kartu pemilih (foto: Derby Asmaningrum)
Kartu pemilih (foto: Derby Asmaningrum)

Kira-kira seminggu sebelum hari H putaran pertama, kemendagri akan mengirimkan lewat pos lembaran-lembaran berisi program keduabelas kandidat. Mungkin tujuannya untuk dibaca-baca biar lebih sreg lebih kenal dengan pilihannya karena tak kenal maka tak sayang meski terkadang yang sudah sayang pun tiba-tiba bisa menjadi pura-pura tak kenal...

Pada masa kampanye putaran terakhir, pemilih akan dikirimkan lagi lembaran-lembaran yang tak jauh berbeda, kali ini hanya dari pihak Macron yang berslogan "Nous Tous" (Kita Semua) dan Le Pen dengan "Pour Tous Les Français" (Untuk Seluruh Rakyat Prancis).

Menurut saya cara seperti ini enak. Visi misi para kandidat tertulis jelas di sana, memudahkan pemilih untuk meyakinkan diri mendukung capres yang dirasa pas. Plus, dikirim lewat pos, nggak perlu ke mana-mana mencari informasi apalagi buka-buka internet yang kadang menyesatkan.

Namun, kekurangannya, jika pemilih adalah seorang yang malas membaca (apalagi ada 12 capres, banyak banget) maka kemungkinan lembar-lembar tersebut hanya akan menjadi angin lalu.

Duabelas kandidat, duabelas visi misi. Selamat bingung! (foto: Derby Asmaningrum)
Duabelas kandidat, duabelas visi misi. Selamat bingung! (foto: Derby Asmaningrum)

Untuk nge-vote, pemilih bisa mengecek lokasi TPS melalui situs pelayanan publik. Pada Hari H, ia datang membawa KTP dan surat pernyataan (jika tidak punya kartu pemilih), lapor pada bagian penerima, lalu akan diberi amplop kecil yang tahun ini warnanya biru pastel.

Setelah itu ia pindah ke meja di tengah-tengah ruangan. Di situ sudah terhampar keduabelas nama kandidat presiden, hanya nama tanpa foto di atas kertas HVS putih berukuran A6. 

Pemilih harus mengambil beberapa nama atau semuanya aja sekalian dibawa masuk ke bilik suara lalu memasukkan satu kertas bertuliskan nama kandidat pilihannya ke dalam amplop yang dikasih tadi. Sisa kertas kandidat yang tidak terpakai dibuang ke tempat sampah yang ada di dalam tiap-tiap bilik.

Tampilan kertas-kertas berisi nama kandidat dan bilik suara (foto: Derby Asmaningrum)
Tampilan kertas-kertas berisi nama kandidat dan bilik suara (foto: Derby Asmaningrum)

Pada pemilu putaran pertama Minggu 10 April kemarin saya datang pagi jam 11, belum begitu ramai, terlihat warga datang silih berganti, dengan tenang menggunakan hak pilihnya. Memang kalau hari minggu orang-orang Prancis baru "panas" setelah jam 2 siang. Jadi banyak TPS yang baru penuh di sore hari. 

Di antara dua pilihan, hanya ada satu amplop (foto: Derby Asmaningrum)
Di antara dua pilihan, hanya ada satu amplop (foto: Derby Asmaningrum)
Suasana di dalam TPS kasual, petugas saling melempar canda, pokoknya rileks. Pemilih juga nggak diminta menyerahkan HP ketika mau masuk ke dalam bilik. Menurut peraturan, yang bukan pemilih dilarang masuk tapi waktu itu entah kenapa mereka cuek-cuek aja ketika saya menampakkan diri. Di TPS yang saya datangi petugasnya ada 7 orang. 

Satu anak muda yang mengawasi, tiga ibu-ibu di bagian reception yang melakukan pengecekan dokumen, tiga orang penunggu kotak suara. Setelah keluar dari bilik, pemilih menuju kotak suara yang langsung disambut ketua TPS. 

Pak Ketua lalu menyebut dengan suara keras nomor pemilih atau nomor KTP dan memastikan si pemilih hanya punya satu amplop di tangan. Beliau tidak boleh memegang amplop tersebut, si pemilih sendirilah yang harus memasukannya ke dalam kotak suara yang transparan.

Antrian memasukkan amplop ke kotak suara (foto: Derby Asmaningrum)
Antrian memasukkan amplop ke kotak suara (foto: Derby Asmaningrum)

Setelah amplop nyemplung, petugas yang tepat berada di depan kotak suara akan berucap dengan keras "a voté" (sudah memilih).

Sesudah itu si pemilih pindah ke petugas terakhir untuk menggoreskan tanda tangan di buku daftar pemilih. Petugas akan mengembalikan KTP lalu memberi cap di kartu pemilih (jika punya) dan ditulis tanggal votingnya. Udah gitu aja, selesai. Au revoir. Nggak ada ritual celup kelingking dengan tinta ungu. Jalannya pemungutan suara ini juga berlaku untuk putaran kedua.

Hasil pemilu presiden di kota saya untuk putaran final dimenangkan oleh Emmanuel Macron (65,76 persen) sedangkan pada putaran pertama dimenangkan oleh Jean-Luc Mélenchon (34,35 persen) dari parpol sayap kiri La France Insoumise (Rebellious France) yang banyak merebut hati anak muda 18-24 tahun dan memiliki salah satu misi untuk memberantas rasisme dan diskriminasi.

Setelah pemilu presiden ini akan ada pemilu legislatif pada 12 dan 19 Juni mendatang.

Oke deh, saya mau ngadem dulu. Pemilihan presiden di atas tentunya hanya jadi ritual warga negara Prancis yang berhak dan mau memberikan satu suara mereka yang sungguh berharga pada pesta demokrasi negeri bersimbol Marianne ini.

Kalau saya sih hanya nontonin, nggak bakal ikutan milih karena saya tetap bangga menjadi WNI, paspor saya akan terus berwarna hijau berlambang Burung Garuda, sepanjang hayat!

***

Prancis, 25 April 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun