Habis lockdown terbitlah diskon. Setelah 'kurungan' dibuka sejak 11 Mei lalu, sekarang masyarakat di Prancis bisa sedikit terhibur dengan datangnya pesta diskon raksasa alias sale musim panas (Les Soldes d'Été).Â
Namun kalau tahun-tahun lalu pestanya gegap gempita dan lepas bebas, kali ini perayaannya diredam oleh masker, hand sanitizer, dan jarak aman satu meter yang tetap harus dipatuhi karena meski lockdown usai, virus corona masih merasa berat untuk melambai say goodbye.
Hingga saat ini klaster-klaster baru terus bermunculan di beberapa arah mata angin, timur, barat dan selatan Prancis. Sampai Rabu (22/7) jumlah kasus positif semakin merangkak naik seakan lupa jalan turun menyentuh angka 178.336 dengan 30.172 pasien yang meninggal.
Tanggal 10 Juli kemarin Presiden Emmanuel Macron sudah mencabut status keadaan darurat kesehatan (l'état d'urgence sanitaire) yang dideklarasikan 24 Maret, delapan hari setelah diberlakukannya lockdown.
Ia juga mewajibkan pemakaian masker di tempat-tempat tertutup termasuk pusat perbelanjaan mulai 1 Agustus hingga November karena kini lokasi itulah yang dituduh sebagai sarang penyebaran virus. Jika melanggar, maka siapkan uang sebesar 135 Euro (sekitar 2,3 juta Rupiah).
Saat ini pemerintah terus memantau keadaan, waspada akan munculnya rombongan corona kloter kedua. Menteri Kesehatan Olivier Véran juga sudah menyatakan siap jika Prancis harus kembali lockdown, sebuah kabar yang semakin santer terdengar.
Sale rasa pandemi
Dua sale raksasa (produk non-makanan) di Prancis yakni sale musim panas (diadakan Juni-Juli) dan sale musim dingin (Januari-Februari), sudah menjadi agenda nasional yang ketentuannya tertera dalam Code de Commerce (KUHD-nya Prancis).
Sale musim panas tahun ini dijadwalkan pada 24 Juni hingga 21 Juli namun Menteri Ekonomi Bruno Le Maire memundurkan tanggalnya demi mementingkan usaha-usaha kecil yang menurutnya paling parah terkena imbas corona.
Ia memberi mereka kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangan sebelum mengikuti pelaksanaan pesta diskon.
Jadwal sale akhirnya ditetapkan pada 15 Juli selama empat minggu hingga 11 Agustus di mana liburan musim panas sedang enak-enaknya. Tidak semuanya sepakat dengan keputusan Pak Menteri terlebih toko-toko pakaian dan sepatu.
Pasalnya tanggal-tanggal segitu kebanyakan orang sudah ngacir holiday dan gak butuh lagi belanja-belanja membeli produk musim panas bangsa sendal atau aneka summer dress warna-warni corak kembang-kembang dan begitu mereka kembali, barang-barang untuk musim gugur-lah yang mereka cari.
Masalah stok di toko pun turut bikin puyeng. Toko-toko yang tutup di masa lockdown membuat dagangan koleksi musim semi dan musim panas yang harusnya terjual selama masa lockdown itu masih numpuk sedangkan tengah Agustus nanti mereka sudah harus menerima koleksi terbaru untuk musim gugur dan musim dingin.
Para pedagang akhirnya mengajukan dua solusi, sale diperpanjang menjadi enam minggu atau sekalian aja pindah tayang setelah liburan musim panas. Namun, Pak Menteri tetap pada keputusannya.Â
Semenjak pandemi hadir, perekonomian Prancis langsung terjun bebas. Pelaku dunia usaha harus tabah menatap bisnis mereka perlahan meregang nyawa.
Laporan INSEE (l'Institut Nationale de la Statistique et des Études Économiques atau Institut Nasional untuk Statistik dan Pembelajaran Ekonomi Prancis) yang dikeluarkan Jumat (10/7) menyatakan bahwa volume penjualan dalam perdagangan non-makanan memang merosot sebanyak 45 persen selama kurun waktu April 2019 hingga April 2020.
Hingga saat ini beberapa merk terkenal Prancis yang sudah berdiri puluhan tahun terpaksa gulung tikar akibat tergulung-gulung badai corona.Â
Pusat-pusat perbelanjaan di Prancis yang ditutup dari 15 Maret mulai dibuka bertahap sejak 2 Juni. Ada beberapa brand yang langsung memberi potongan harga khusus untuk member sebagai tanda welcome back dan pelepas rindu di dada sekitar tiga bulan nggak ketemu.
Protokol kesehatan pun diperketat dengan membatasi jumlah pengunjung di tiap toko agar bisa jaga jarak aman.
Toko-toko yang sering saya datangi biasanya memberi limit 14 hingga 19 orang. Hampir semua akses kamar pas ditutup, di depan tiap toko terdapat garis antrian berwarna merah di lantai bertuliskan jaga jarak satu meter dan jalur masuk-keluar yang dibedakan lengkap dengan tanda panah.
Hand sanitizer juga tak kalah tenar disediakan di tiap pintu masuk mall dan pintu masuk butik termasuk penempatan seorang security untuk memastikan pengunjung toko bermasker. Karena saya (kadang-kadang) patuh pada aturan, maka saya pun memakai masker tapi daripada mengenakan masker Covid-19 Edition, lebih baik masker bengkoang atau masker pepaya...Â
Penampakan sale hari pertama yang selalu jatuh pada hari Rabu, di pusat perbelanjaan sekitar 11 KM dari tempat tinggal saya terlihat sepi untuk sebuah event sale raksasa, yang ramai hanyalah karton-karton bertuliskan angka-angka diskon berwarna-warni yang dipajang di etalase toko.
Padahal, mall seluas 68.000 meter persegi yang disesaki 110 toko dan hypermarket Carrefour ini merupakan salah satu mall yang selalu ramai tumpah ruah terlebih pada hari Sabtu (hari Minggu hampir seluruh mall di Prancis tutup).Â
Banyak pengunjung yang masih sadar diri ingin melindungi satu sama lain dengan menggunakan masker meski lainnya cuek bebek bertelanjang wajah.
Butik-butik sepi, tidak ada antrian hanya segelintir orang di dalam yang sebetulnya menjadi sebuah keuntungan karena mengurangi saingan dalam berebut barang.Â
Kalau biasanya minggu pertama sale angka diskon hanya sampe 20 hingga 30 persen maka pada sale bercitarasa pandemi harga langsung dibanting-banting hingga 70 persen.
Semua produk sale yang terbeli tentu bisa ditukar atau di-refund biasanya dalam waktu 7 hingga 14 hari bahkan ada merk pakaian mix gender ternama yang menyediakan 100 hari untuk menukar barang atau minta duit kembali khusus di era corona.Â
Ketika hari Sabtu saya harus balik lagi karena kelupaan membeli sesuatu, ternyata suasana mall lebih hidup, lebih ramai. Beberapa butik diserbu pengunjung terutama toko sepatu olahraga yang membuat physical distancing pergi jauh terlupakan dan resiko terpapar virus maju beribu langkah ke depan.Â
Mereka yang berada di dalam toko sudah asyik sendiri-sendiri memilih barang hingga kadang samping-sampingan atau bertubrukan tapi gowes aja.
Iseng-iseng saya mampir ke toko pakaian wanita. Butiknya bisa dibilang kecil namun kebetulan seluruh produknya tengah didiskon 50 persen yang membuat saya tidak tega melewatkan begitu saja hehe.
Saya lihat pegawainya cuek sudah tidak mempedulikan lagi batas maksimal pengunjung justru mereka terlihat semakin senang ketika tokonya lama-lama penuh orang.
Saya was-was pastinya, tapi karena penasaran sama sebuah barang yang didiskon akhirnya saya cuma cek ukuran, ambil dari gantungan, intip price tag, elus-elus bahannya, dibolak-balik, ditaruh lagi lalu segera kabur karena sekeliling saya semakin ramai. Mustahil jaga jarak mendingan jaga dompet aja...Â
Jika memang masih ngotot ingin memburu barang-barang sale, alternatif yang nyaman dan kecil resiko terpapar virus sepertinya belanja online namun gara-gara pandemi plus periode sale dimana pesanan membludak membuat proses order terasa lama dan pengiriman oleh jasa kurir juga mengalami keterlambatan karena ada beberapa prosedur yang harus dijalankan.Â
Tapi memang sale nasional Prancis ini semakin lama semakin hilang gregetnya, tidak dirasakan lagi istimewa karena terdapat banyak acara diskon lain terhampar sepanjang tahun dan tak kalah menarik.Â
Mulai dari Black Friday, kini ada lagi French Days, lahir tahun 2018 yang katanya terinspirasi oleh Black Friday. French Days diprakarsai oleh enam merk besar e-commerce Prancis, diadakan dua kali dalam setahun yaitu pada musim semi sekitar bulan Mei dan awal tahun ajaran baru memasuki musim gugur sekitaran September.Â
Ada lagi Cyber Monday, diskon musim semi, diskon musim gugur, musim kawin, eeh salah, ada diskon spesial menyambut Hari Ayah, Hari Ibu, Hari Nenek, Hari Kakek, tahun ajaran baru masuk sekolah, diskon Natal dan Tahun Baru.Â
Jadi sepertinya terlalu banyak sale akhirnya membunuh sale itu sendiri. Apalagi sekarang dimeriahkan oleh masa pandemi, orang semakin malas datang ke toko fisik guna menghindari tertular virus meski sudah dibimbing oleh rambu-rambu kesehatan.Â
Kamar pas yang ditutup sebagian toko juga membuat orang jadi mengurungkan niat untuk hadir karena gak bisa nyoba barang. Ditambah lagi lockdown dua bulan kemarin mungkin saja telah meruntuhkan nafsu belanja, orang jadi lebih senang menabung dan memilih berhemat atau juga pandemi yang telah menyebabkan banyak warga kehilangan pekerjaan sehingga gimana mau ikutan belanja diskon sedangkan membeli kebutuhan pokok sehari-hari aja masih harus mengencangkan ikat rambut.
Meski akhir episode corona masih sangat jauh apalagi jika dilihat dari ujung Tol Cikampek atau dari ujung relung hati si mantan, tetap saya berharap pandemi segera berlalu, perekonomian pulih, stabil sehingga kita semua bisa menikmati kembali event-event favorit termasuk merasakan bling bling-nya pesta diskon dengan nyaman tanpa terbebani berbagai macam kekhawatiran, tapi kalau kekhawatiran dompet jebol dan kartu kredit auto ngambek setelah belanja-belanja, maka itu ditanggung masing-masing pemiliknya bukan oleh penulis artikel ini...Â
***
Lebih jauh tentang sale di Prancis bisa dibaca di sini.Â
Derby AsmaningrumÂ
Referensi: Satu, Dua, TigaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H